Mohon tunggu...
I Ketut Artha
I Ketut Artha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tetesan Peluh 34 Tahun bersama PLN (Satu, Dua, Tiga Pulau Terlampaui)

24 Oktober 2016   11:48 Diperbarui: 25 Oktober 2016   16:23 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai  pengalaman bekerja di PLN memang tidak ada habisnya. Selama 34 tahun mengabdi banyak sekali pahit manisnya bekerja yang dirasakan. Semua berawal pada tahun 1982, tepatnya 12 Juli 1982. Mengikuti penerimaan pegawai setingkat SMA/SMK yang sangat ketat dimana yang ikut test seleksi sebanyak 3.000 peserta dan akhirnya setelah melalui berbagai macam tes yang lolos hanya 100 orang, salah satunya adalah saya.

Pertama mulai bekerja di tempatkan pada wilayah XI yang meliputi wilayah NTB, NTT dan Timor -Timur yang waktu itu masih masuk NKRI. Saya ditempatkan pada bagian pembangkitan, seksi pengolahan data dengan status pegawai masa percobaan selama tiga bulan.  Tugas saya  saat itu membantu pegawai senior untuk menerima dan mengolah data laporan pembangkit yang diterima dari unit-unit dibawah PLN Wilayah XI, yang mana data laporan pembangkitan tersebut akan dilaporkan ke PLN pusat. Tentu saja sebagai pegawai baru harus rajin bertanya dan belajar dengan pegawai senior apa lagi waktu jaman itu belum ada yang namanya komputer, jadi semua laporan yang dibuat harus pakai mesin ketik.Waktu kurang lebih empat bulan sebagai pegawai masa percobaan terlewati. Kemudian saya diangkat menjadi pegawai dengan status harian tetap sampai bulan maret tahun 1986. Setelah diangkat menjadi calon pegawai (capeg ), tanggal 9 April 1986 saya dipindah tugaskan ke PLN Cabang Kupang bertugas sebagai operator di bagian pembangkitan. Disinilah saya baru merasakan bagaimana rasanya bekerja jauh dari keluarga tapi saya tetap bersemangat. 

Waktu sampai di kupang saya dijemput sama pegawai di sana menggunakan mobil truk terbuka karena waktu itu yang dipindah tugaskan sebanyak 35 orang dan langsung ditempatkan di mes PLTD Tenau yang tempatnya jauh dari kota kurang lebih 6 km. Sore harinya barulah kami dibawakan sebungkus nasi plus  air teh yang dibungkus pakai plastik karena waktu itu belum ada air kemasan. Saya takut menghabiskan air teh tersebut karena kalau kehausan mau cari air dimana lagi, hari sudah malam dan warung tutup semua. 

Banyak hal yang saya pelajari sebagai operator mesin pembangkit di PLTD Kuanino  dari  bagaimana cara mengoperasikan mesin dan alat bantunya mencatat setiap setengah jam temperatur air, oli ,pemakaian minyak, kwh yang dibangkitkan, kwh yang disalurkan dll. Apalagi kita bekerja di tempat yang bising jadi komunikasi saya dengan dengan teman-teman memakai kode misalnya kalau telapak tangan kita taruh dibahu artinya berapa kw beban mesin yang sedang operasi,tujuannya apa, bila mesin yang kita operasikan 2 unit bisa tidak beban tersebut dibebani oleh 1 unit mesin saja  begitu pun sebaliknya. Beban mesin ini tergantung dari besar kecilnya pemakaian dari pelanggan, tujuannya untuk efisiensi bahan bakarnya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Setelah bertugas selama dua bulan di kupang saya memberanikan diri untuk dipindah tugaskan ke Provinsi Timor-Timur dan permintaan saya dipenuhi , biasanya teman – teman tidak ada yang mau di tugaskan ke Timor-Timur karena wilayah konflik. Akhir bulan Juni 1986 saya berangkat ke Timor- Timur. Sebelumnya ada kejadian yang tak terlupakan bagi yang saya dan teman-teman alami saat akan dipindahtugaskan. Pagi harinya kami semua dipanggil ke kantor dan siang harinya ada informasi kalau kami harus berangkat ke Timor-Timur. 

Saat itu tiket dan surat jalan sudah disiapkan, jadi kesannya seperti terburu buru dan memang betul setelah sampai di bandara pesawat sudah siap untuk take off. Barang yang kami bawa tidak bisa dibawa, terpaksa kami berangkat dengan pakaian yang menempel dibadan saja. Sesampai di Bandara Komoro Dili pemeriksaannya sangat ketat, sialnya surat jalan yang kami bawa ketinggalan di Kupang karena berangkatnya terburu-buru. Tidak ada pilihan lain jadi kami tertahan di bandara sambil menunggu jemputan dari pihak PLN biar ada yg menjamin saya dan teman–teman supaya bisa masuk ke Timor-Timur. 

Ternyata yang datang menjemput adalah kepala cabang. Untuk masuk wilayah Timor-Timur memang sulit, harus ada surat jalan dari instansi. Setelah proses nego karena tidak ada surat jalan akhirnya saya menyerahkan KTP sebagai identitas, disitulah saya merasa lega.

Timor-Timur. Ya, tentu saja pengalaman baru lagi. Pergi dari PLTD yang satu bertemu lagi dengan PLTD lainnya. Namanya PLTD Komoro, yang mana PLTD ini merupakan PLTD baru dengan kapasitas 2 x 2,5 M, mesin pembangkit buatan Jerman merk MAK, di sanalah saya mengikuti training selama 3 bulan. PLTD Komoro ini selanjutnya interkoneksi dengan PLTD Kaikoli (PLTD Lama) yang jaraknya kurang lebih 5 km. Berkesan.

Itulah yang saya rasakan, bagaimana tidak setelah melalui berbagai tes percobaan agar siap masuk sistem, akhirnya mesin pembangkit  PLTD Komoro ini beroperasi  untuk pertama kalinya.  Yang mana saya dipercaya untuk melakukannya dengan didampingi oleh tenaga ahli dari pemilik mesin. Tentu saja setelah berhasil beroperasi, saya banyak belajar dari beliau – beliau ini karena untuk selanjutnya tanggung jawab sebagai operator mesin ada pada saya dan teman- teman .

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Terkadang ada kejadian-kejadian tak terduga yang saya alami selama menjadi operator di PLTD Komoro. Apalagi kalau terjadi listrik padam total di malam hari yang disebabkan karena gangguan jaringan akibat ketimpa pohon pasti dari kodim akan datang ke PLTD dikira ada sabotase, di tanya macam-macam dan identitas kita langsung dicatat. Namanya juga pekerjaan, pasti ada saja masalah. Setelah lima tahun jadi operator mesin saya ditugaskan untuk mengurus kendaraan dan BBM di bagian pembangkitan.

Di sini tugas saya mengatur kendaraan operasional dan mengatur pengiriman BBM solar ke seluruh unit yang ada mesin pembangkitnya yaitu sekitar 60 unit yang tersebar di Timor Timur. Setiap hari harus tahu sisa persediaan solar dan pemakaian rata-rata sebulannya di masing masing unit termasuk juga minyak pelumas (oli). Agar gampang saya mengatur mobil tangki yang akan mengangkutnya. Mobil tangki yang disiapkan oleh rekanan PLN ada 15 unit, 5 unit untuk pengambilan dari pertamina ke tangki timbun PLN di PLTD Komoro dan PLTD Kaikoli dan sisanya 10 unit untuk ke unit-unit. Saya juga harus mengetahui unit-unit mana yang sulit dijangkau terutama sewaktu musim hujan, saya prioritaskan pengirimannya. 

Setiap akhir tahun saya bersama tim melakukan stock opname keliling unit-unit untuk pengecekan apakah pemakaian solar dan persedian solar maupun minyak pelumas (oli) sesuai dengan laporan yang dibuat oleh teman–teman pegawai di unit masing – masing. Setelah 2 tahun menangani kendaraan dan BBM, saya ditugaskan pada tim pemeliharaan pembangkit, yang mana tugasnya menangani pemeliharaan mesin pembangkit dan kelistrikannya untuk 60 unit lokasi yang tersebar di seluruh Timor-Timur bersama lima orang pegawai lainnya.

Tentunya banyak sekali  tantangan dan rintangan yang dialami selama menjalakan tugas sebagai tim pemeliharaan pembangkit. Apalagi wilayah kerja yang sangat luas dan sering terjadi konflik. Kalau sudah tugas ke unit – unit untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan mesin pembangkit, saya dan teman–teman sering meninggalkan keluarga. Paling dapat berkumpul tiga sampai empat hari dengan keluarga tercinta setelah itu berangkat tugas lagi. Itupun kalau yang sifatnya rutin, kalau ada unit yang mesinnya mengalami gangguan, saya harus segera berangkat.

Ada kenangan yang tidak bisa terlupakan sampai sekarang dan menurut saya itu seperti sebuah tantangan besar untuk keselamatan jiwa saya.  Waktu itu saya bertugas mengatasi gangguan mesin di unit yang sangat rawan. Saya berangkat bersama senior saya jam 2 siang , sebelum ke lokasi tujuan kami mampir dulu ke kantor ranting untuk mengambil mesin yang akan dipasang sebagai pengganti mesin yang mengalami gangguan. Saya sampai di sana jam 6 sore. Untuk menaikkan mesin ke mobil yang saya bawa memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. 

Setelah itu langsung berangkat menuju lokasi unit yang mesinnya mengalami gangguan dengan jarak tempuh sekitar lima jam. Selain jarak tempuh yang lama, medan yang harus dilalui melewati pegunungan dan hutan yang sangat gelap. Sepanjang perjalanan saya harus melapor di setiap pos penjagaan yang di jaga oleh pasukan TNI. Pos pertama lolos dan diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan, lalu sampai pada pos kedua ada pesan kalau sudah sampai pada pos ketiga saya disuruh memakai kode lampu mobil saja karena tempatnya di atas bukit. Setelah sampai pos ketiga saya beri kode lampu mobil sesuai pesan pada pos kedua, tapi kok tidak ada respon, terpaksa saya tunggu. 

Tiba –tiba datanglah tiga orang petugas lengkap dengan senjatanya langsung marah –marah pada saya karena daerah yang saya lalui adalah daerah merah (daerah perlintasan Gerakan Pengacau Keamanan) apalagi waktu itu sudah jam 12 malam. Kemudian saya tanya apakah boleh jalan atau tidak, kalau boleh saya melanjutkan perjalanan kalau tidak saya tidur di pos. Tapi dengan berat hati saya dipersilahkan untuk jalan sambil dipantau dan perasaan saya antara takut dan berani. 

Saya mengambil keputusan jalan karena tinggal menyeberangi sungai saja sudah sampai tujuan. Kurang lebih satu jam perjalanan akhirnya sampai dan sudah ditunggu sama teman-teman yang bertugas di unit tersebut dengan kondisi gelap gulita. Saya langsung istirahat karena sudah larut malam dan pekerjaan dilanjutkan besok pagi untuk pemasangan mesinnya. Pagi –pagi saya dapat informasi mengejutkan dari masyarakat di sana karena ada tentara kita yang mati terkena tembak oleh GPK (Gerakan pengacau keamanan) dipinggiran sungai yang saya lewati tadi malam. Saya mulai bingung dan merasa khawatir apakah saya nanti kembali pulang bisa selamat sampai rumah. Setelah pekerjaan selesai dan mesin di coba untuk beroperasi normal, saya langsung pulang agar tidak kemalaman di jalan sambil berdoa sepanjang jalan. Akhirnya saya tiba dengan selamat sampai di rumah.

Situasi di kota Dili saat itu tidak kondusif dan ada kebijakan dari bidang SDM pegawai bagi yang sudah bertugas 10 tahun bisa mengajukan pindah tugas ke tempat asalnya dengan biaya sendiri. Karena saya sudah 12 tahun bertugas di Timor-Timur dan mengingat pendidikan anak –anak yang sudah mulai sekolah saya ikut mengajukan pindah ke Bali tahun 1998. Tapi kenyataannya SK yang keluar berbeda. Saya malah dipindahkan ke Cabang Mataram dengan biaya sendiri, padahal saya tidak ada mengajukan pindah ke Mataram. Disinilah saya merasa kecewa dengan komitmen pemimpin yang ada di Wilayah. 

Dengan perasaan tidak puas saya berangkat ke tempat tugas baru. Setelah melapor ke Kantor Cabang Mataram saya ditempatkan di Ranting selong Lombok timur dengan jarak 60 km dari Mataram. Setelah melapor ke kantor ranting Selong saya ditempatkan di PLTD Paokmotong bagian pemeliharaan listrik dan kontrol. Saya bertugas di PLTD Paokmotong sekitar lima tahun, jadi selama saya bertugas di sana setiap malam terjadi pemadaman bergilir karena pertumbuhan pelanggan yang sangat pesat tidak diiringi dengan penambahan mesin pembangkit sehingga setiap malam antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00 dilakukan pemadaman bergilir. 

Setelah lima tahun bertugas di lombok, pada tahun 2003 saya mengajukan pindah ke Bali karena masalah keluarga, jadi mulai bulan Juli 2003 saya sudah bertugas di Distribusi Bali, Area bali Selatan, Rayon Tabanan. Saya di tempatkan pada bagian pelayanan pelanggan, yang mana dulunya tugasnya berkutat dengan mesin kemudian beralih bersentuhan langsung dengan pelanggan PLN. 

Disinilah saya belajar berkomunikasi dengan pelanggan, bagaimana cara kita melayani pelanggan yang awalnya datangnya marah-marah pulangnya bisa tersenyum puas. Tentu saja saya mendapatkan kepuasan dan kesenangan tersendiri karena mampu bisa melayani pelanggan dengan hati.

Dua tahun sebelum pensiun saya ditugaskan sebagai tim P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik). Tugas saya tiap hari mengujungi pelanggan-pelanggan sesuai dengan TO ( Target Operasi ) yang pemakaian listriknya tidak sesuai atau melakukan pencurian. Ini adalah pekerjaan yang sangat menantang dan penuh dengan resiko, saya  harus bekerja ekstra hati –hati karena menghadapi pelanggan yang melakukan kesalahan/pencurian pasti akan melakukan berbagai macam cara biar terhindar dari kesalahan. Biasanya minta diselesaikan ditempat atau jangan ditindak lanjuti, saat inilah mental dan kejujuran saya sebagai petugas di uji sama pelanggan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Begitulah pengalaman saya selama bekerja di PLN. Selalu bersemangat untuk kerja nyata terangi negeri. Melampaui tiga pulau yaitu dari Timor, Lombok , dan terakhir tanah kelahiran, Bali.

Demi menerangi negeri tercinta kita harus siap mental tidak hanya fisik saja. Keberanian dan semangat adalah modal utama agar mampu menghadapi semua rintangan. Tepat tanggal 1 Agustus 2016, setelah bertugas selama 34 tahun saya pensiun dengan selamat. Terima kasih untuk semua pengalaman berharganya selama bekerja. Terima kasih untuk keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mengiringi langkah saya.

                                                         DIRGAHAYU PLN KE-71!    SEMANGAT MENERANGI NEGERI !!!

OLEH:

I KETUT ARTHA

Facebook : I Ketut Artha

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun