Mohon tunggu...
Ike Sugianto
Ike Sugianto Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog alumni UI, yang sejak tahun 2000 berpraktek membantu anak, remaja dan keluarga dalam bidang tumbuh kembang, emosi, pendidikan. Memiliki beberapa lisensi internasional di bidang Edu-Kinesiology. Saat ini mengelola Potentia Center yang didirikan sejak 2011, membantu individu menarik keluar potensi yang dimiliki. Hobi menulis sejak SMA. Cerpennya pernah dimuat di Femina & Kompas cetak. Salah satu cerpennya pernah menjadi Juara III Sayembara Mengarang Cerpen Femina

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membantu, Belajar, Berkembang

4 Juli 2016   15:42 Diperbarui: 4 Juli 2016   15:54 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di satu sudut Pasar Kanoman Cirebon, saya mengambil foto ini (maaf fotonya belum bisa upload pake HP) tempat saya biasa membeli pepes dage, pepes tahu, buras, kerupuk, dage (oncom) mentah. Buat yg tidak tahu, itu semua satu paket buat dimakannya.

Yg menarik perhatian saya kali ini adalah melihat tiga generasi berjualan. Nenek, ibu setengah tua (tidak tampak dalam gambar) dan remaja laki-laki. Tidak ada kesempatan utk bertanya apakah mereka betul sekeluarga dsb.

Sebelumnya saya juga bertemu tukang sepuh perhiasan jalanan ditemani bocah laki-lakinya. Juga seorang pengamen membawa anak perempuan.

Bukan hal asing melihat orang berbisnis dengan bantuan keluarga, namanya juga bisnis keluarga.

Dulu, ayah saya seorang tukang cukur. Begitu almarhum menyebut dirinya. Bahasa kerennya: punya bisnis salon dan bridal.

Sejak kecil saya sudah diperbantukan, ikut bantu dan wajib membantu. Menyapu guntingan rambut, mencuci sisir dan alat keriting, menyiapkan alat2 sampai melepas gulungan rol.

Terkadang ada tamu salon yg membawa anak kecil. Namanya anak2, kalau nganggur, pasti iseng tangannya. Ayah saya tidak suka kalau peralatannya dimainkan, bisa rusak, berpindah tempat atau hilang, bukan ? Jadi, ditugaskannyalah saya menjaga anak2 tersebut. Tugas yg paling menyebalkan.

Saya tidak tahu cara ngajak anak2 main, dan sudah tidak punya mainan anak-anak lagi. Kalau ngajak bicara pasti diperhatikan oleh ortu si anak dan juga ayah saya. Kalau gagal dan anaknya masih iseng, saya bisa kena marah. Kalau galak sama anaknya, saya bisa kena marah ortunya. Pokoknya harus putar otak biar anak tenang, senang dan menunggu dengan sabar.

Saat itu saya tidak pernah membayangkan akan jadi psikolog anak. Ayah saya juga pasti bukan berencana ke sana. Tidak terasa tahun ini adalah tahun ke-18 saya berpraktek.

Sekarang saya baru mengerti, perkara kecil jika dikerjakan dengan setia akan membawa kita kepada perkara besar. Saya baru bisa mengerti bagaimana Tuhan menjalin kejadian2 kecil menjadi sebuah skenario Maha Agung.

Saya percaya sekecil apapun hal yg kita tekuni hari ini akan membawa kita pada level yg lebih baik lagi. Tetap semangat !!!. (IS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun