"Skripsi yang baik bukan yang "sempurna" melainkan skripsi yang selesai- Endah Retnowati,Ph.D"
Hal yang paling krusial dalam menunjang terselesaikannya skripsi adalah tahap wawancara, apalagi jika kamu mengambil jenis pendekatan kualitatif. Sebab dari proses wawancara, kita akan mendapatkan banyak informasi untuk bekal menjawab fokus (rumusan) penelitian.Â
Umumnya, dalam mengumpulkan data skripsi, peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur alias pertanyaan disusun terlebih dahulu selebihnya mengalir saja, supaya memperoleh informasi secara utuh.Â
Sejalan dengan hal itu, Prof Lexy J Moleong juga menegaskan bahwa keuntungan dari wawancara terstruktur adalah jarang mengadakan pendalaman pertanyaan yang dapat mengarahkan narasumber berdusta.Â
Namun, terkadang first meneliti membuat kebingungan dan bertanya-tanya "gimana sih cara membuat pedoman wawancara?". Dulu pun saya sempat mengalami hal yang serupa. Sebab pada dasarnya, jika kita hendak melakukan wawancara tentu membuat beberapa keputusan baik memuat pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana mengurutkannya, kapan wawancaranya dan lainnya.
Oleh karenanya, melalui tulisan ini saya ingin membagikan beberapa tips menyusun pedoman wawancara skripsi kualitatif supaya lebih mudah. Barangkali ada readers yang berprofesi menjadi pejuang skripsi dan lagi di tahap menyusun pedoman wawancara. Inilah informasi selengkapnya:
1. Pahamilah fokus penelitian dan teori pendukung
Langkah awal untuk menyusun pedoman wawancara adalah memahami fokus penelitian entah dari segi pengertian maupun konsepnya bagaimana, baik urgesi, upaya, faktor pendukung, hambatan dan lainnya sesuai dengan kebutuhan penelitian kalian. Tentunya, hal tersebut bisa memberikan referensi jawaban dan memunculkan ide pertanyaan yang baru dari rumusan masalah.
Anggap saja konteks penelitian (latar belakang) adalah wajah seseorang dan fokus penelitiannya adalah mata, hidung dan mulut. Sehingga dibutuhkan beberapa pertanyaan lagi untuk membedah atau mengetahui lebih dalam terkait mata, hidung, mulut itu seperti apa. Jadi bukan hanya literasi yang penting tapi juga diperlukan observasi dan wawancara secara mendalam untuk menemukan, menganalisa dan memahami.
Baiklah readers, jika kalian telah memahami setiap fokus penelitian seyogyanya carilah teori pendukung (teori inti) pada masing-masing fokus tersebut. Seberapa pentingkah teori pendukung di fokus penelitian? Tentunya dapat memberikan gambaran awal dan arah penelitianmu. Supaya tidak bingung, saya beri contoh:
Salah satu fokus penelitian saya adalah bagaimana perencanaan guru Akidah Akhlak untuk membentuk karakter siswa berbasis nilai-nilai Islam Rahmatan lil Alamiin di MTsN Kademangan Blitar? Adapun teori pendukungnya yaitu Davis dikutip oleh Syafaruddin bahwa dalam kedudukannya sebagai seorang manajer, guru diharuskan melakukan perencanaan pengajaran, mencakup usaha untuk menganalisis tugas, mengidentifikasi kebutuhan belajar dan menulis tujuan pembelajaran. Oleh karenanya, saya perlu menganalisis modul ajar supaya dapat memahami bagaimana saja perencanaan guru dan selebihnya akan termuat dalam pertanyaan wawancara.
2. Tentukan narasumber dan teknik sampling penelitianmu
Dalam tahap wawancara, tentu memilih informan (narasumber) adalah suatu keharusan. Terlebih mengerjakan skripsi juga diikat dengan waktu yang singkat, maka dalam memilih harus menggunakan berbagai pertimbangan, seperti dirasa informatif, memiliki pengetahuan yang khusus dan dekat dengan situasi yang menjadi fokus penelitian.Â
Tidak boleh ketinggalan juga memilih teknik sampling yang tepat. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa kita bisa menentukan cara memilih sumber informasi entah itu memilih sampel bertujuan (purposive sampling) ataukah acak.Â
Beberapa bulan lalu, saya menggunakan purposive sampling dengan pertimbangan tertentu, seperti orang tersebut dianggap paling mengetahui tentang informasi yang diharapkan dan tidak banyak memakan waktu dibandingkan teknik bola salju. So, pilih informan sesuai dengan kebutuhan kalian.
3. Breakdown fokus penelitian dengan 5W + 1H (sesuai kebutuhan)
Dalam menyusun pertanyaan wawancara, usahakan kalian bersikap kepo (punya rasa ingin tau yang tinggi) namun tetap berasas. Kiranya tetap saringlah mana pertanyaan yang dapat ditanyakan dan tidak diperkenankan agar proses wawancara dapat berjalan dengan lancar.
Usai menentukan narasumber dan teknik sampling, kalian bisa memperinci (breakdown) fokus penelitian sesuai dengan masing-masing narasumber. Sedangkan terkait dengan pertanyaan wawancara seyogyanya sesuai kebutuhan saja.Â
Paton dalam bukunya Qualitative Evaluation Methods menerangkan bahwa ada beberapa jenis pertanyaan diantaranya adalah; pertanyaan yang berkaitan dengan (a) pengalaman atau perilaku, (b) pendapat atau nilai, (c) perasaan, (d) pengetahuan, (e) indera, (f) latar belakang atau demografi.
Sejalan dengan hal itu, dalam upaya menggali informasi kalian dapat memanfaatkan rumus 5 W+1 H yakni what (apa), when (kapan), where (dimana), why (mengapa), who (siapa), dan how (bagaimana).Â
"Oh iya, gimana sih penata-urutan wawancaranya?" lagi-lagi sesuai dengan kebutuhanmu!. Kalau menurut Guba dan Lincoln, ada tiga cara menata urutan pertanyaan wawancara yaitu (a) bentuk cerobong (pertanyaan dimulai dari segi umum ke khusus), (b) kebalikan bentuk cerobong, dan (c) kuintamensional (mulai dari sesuatu yang menentukan kesadaran).
4. Pisahlah pertanyaan wawancara sesuai dengan narasumber
Guna memudahkanmu sekaligus informan, kalian dapat memberikan deskripsi umum terkait konteks penelitianmu dan diikuti dengan list pertanyaan.Â
Oh iya readers...., jangan melupakan untuk memisahkan antara pertanyaan dan narasumber satu dengan yang lainnya.
"Buat apa sih?" Tanpa kita sadari, pemisahan ini begitu penting yakni memberikan kemudahan untuk bertanya kepada informan dan dapat memfokuskan kalian untuk mengembangkan pertanyaan secara mendalam. Selebihnya sesuai kreasi saja sebab perihal format pedoman wawancara memiliki variasi yang beragam.
5. Proofreading (periksa kesalahan) dan konsultasikan ke dosen pembimbing atau validator
Setelah selesai menyusun pedoman wawancara, kalian bisa melakukan proofreading untuk menangkap kesalaham tata bahasa, ejaan maupun pertanyaan yang dirasa kurang pas.Â
Selanjutnya, kalian dapat mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing atau mungkin validator supaya mendapatkan kritik dan saran yang membangun ketepatan intrumen wawancara kalian.
Baiklah, readers mungkin itu saja 5 tips dalam menyusun pedoman wawancara, atau mungkin ada tambahan lagi dipersilahkan hehe. Tidak lupa juga, bagian terpenting setelah pedoman wawancara adalah memberitahukan kepada responden (informan) perihal waktu, hari, dan tempat wawancara.Â
Alangkah baiknya kalian menyesuaikan jadwal kesiapan dari responden serta memberikan pedoman wawancara ini kepada para informan supaya mereka dapat mempersiapkan dengan baik.Â
Kiranya cukup sekian dan semoga artikel ini dapat membantu kalian dalam proses menyusun pedoman wawancara skripsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H