Mohon tunggu...
Kenang Kelana
Kenang Kelana Mohon Tunggu... -

Saya Untuk Meraka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keramat Luar Batang dari Mulut ke Mulut; Sejarah Lokal Bagian Kota Jakarta

2 Februari 2012   07:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:09 5420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islam pada saatmasuk ke wilayah Nisantara yang di bawa oleh para sudagar-saudagar yang sambil menyelam minum air, maksutnya adalah berdakwah sambil berdagang untuk kebutuhan ekonomi sang ulama sendiri. Banyak buku bicara soal masuknya Islam di bawa oleh para pedagang, betul, namun harus di pertegas kembali bahwa berdagangnya para ulama yang merantau untuk berdakwah di luar kota kelahiranya adalah persoalan sekunder. Yang primer adalah soal niat awalnya sang ulama untuk membumikan ajaran Rosulallah dengan di sokong oleh kegiatan ekonomi untuk melanjutkan hidup. Jadi bukan lagi berdagang sambil berdakwah tapi berdakwah dengan di sokong oleh kegiatan berdagang untuk melanjutkan kehidupannya juga untuk kegiatan dakwahnya.

Islam datang tanpa perang. Begitu juga yang terjadi di pesisir utara pantai Jakarta sekitar pertengahan abad 19, seorang ulama dari tanah sebrang Yaman-Hadramout menginjakkan kakinya di pulau Jawa, beliau bernama Sayid Husain bin Abu Bakar Alaydrus yang biasa di panggil Habib Husain. Syiarnya dibuka melalui perdagangan dan membuka majlis taklim atau ruang diskusi untuk persoalan agama(Islam) .

Menurut pemaparan ustd-Ali[1], bahwa “ Habib Husain datang tidak mudah.. konon tubuh sang Habib penuh sisik seperti ikan dan banyak warga yang enggan berkomunikasi dengannya karena persoalan “jijik” .

Itu artinya di awal beliau mendapatkan kendala karena warga menolaknya, namun “ada satu warga yang mau menerimanya dengan ikhlas namanya adalah Abubakar yang sekarang makamnya bersebelahan dengan mkam Habib Husain di mesjid Kramat Luar Batang” tutur Mbah Jiem(90tahun)[2].

Kegiatan berdakwah Habib Husain membuat resah Kompeni Belanda, karena dengan Frame basic pengajaran tentang Islamnya sang Habib yang justru pada saat sebelumnya Islam membuat repot Kompeni dengan serangan pasukan Pangeran Dipanagara yang beridentitas Islam dan pemberontakanya pun Berlatar spirit Islam, ada ketakutan Kompeni ketik kegiatan diskusi yang di jalankan oleh Habib Husain ini terus berjalan atau di biarkan akan menambah masalah baru, untuk itu belanda mengusir Habib Husain keluar dari tanah Jawa, namun tidak berhasil, Habib Husain terus di lindungi oleh warga sekitar dengan cara di sembunyikan[3].

Akhirnya kompenipun gerah dengan kelakuan Habib Husain dan warga pesisir Jakarta Utara karena terus menerus menyembunyikan dan melindungi Habib Husain yang bagi dia adalah si pembuat onar. Sore hari saat memimpin diskusi Habib Husain pun di bawa paksa oleh Kompeni untuk di buih(penjara) dekat Gelodok. siksaan dan hinaaan pun terus di alami oleh habib Husian, namun disana terlihat jelas Nampak ke Waliannya atau Kharomahnya sebagai Ulama, “ suatu ketika sang opsir penjara melintas di ruang dimana sang habib mendekam sambil tertawa ia bercerita dengan temannya sesame opsir, lalu kemudian habib Husain memanggil salah satu darei opsir penjaga itu dan mengatakan “kelak nanti kamu akan menjadi penguasa wilayah ini[4] (bagian utara Jakarta)” sang opsir hanya bisa tertawa menertawakan sang habib.

Tak lama sang Habib di bebaskan dengan syarat tidak boleh lagi mengadakan kegiatan diskusi atau pengajian namun larangan itu hanya stetmen klise bagi sang habib tugas utamannya adlah membangkitkan semangat revolusioner di tengah tengah masyarakat pesisir pantai utara Jakarta khususnya daerah Luar Batang sekarang. Sesampainya sang habib di rumah muridnya seketika itu pula langsung ramai di kunjungi oleh para murid-muridnya kemudiaan mengadakan taklim mu taklim.

Waktu berjalan opsir penjaga penjara habib Husian pun katanya Pulang ke Belanda untuk melanjutkan sekolah, sekian waktu berjalan sang opsir datang kembali di tugaskan di Jakarta atau Batavia pada saat itu untuk memegang kekuasaan di wilayah Utara Jakarta. Kejadiaan ini sama persis dengan statement habib Husian di dalam sel Penjara Glodok tempo hari. Bahwa kamu akan menjadi pengauasa di wilayah ini. Kata-kata sang habib masih tersimpan di ingatan sang penguasa yang dulu opsir itu dan ingin sekali bertemu dengan sang Habib yang bernamaHusain. Di bawalah penguasa itu ke daerah yang sekarang di sebut Kramat Luar Batang oleh petugas petugas nyamencari habib Husain dan bertemu.

hai.. sang habib ternyata apa yang saudara katakan dulu itu benar, bahwa saya akan menjadi pengauasa di wilayah Utara Jakarta, sekarang apa permintaan mu atas ucapanmu dulu yang membuatku sekarang menjadi seperti ini ?? sang habib hanya mengatakan “ saya hanya ingin meminta tanah ini( jari telunjuk sang habib menunjuk ke arah pantai) “. mana mungkin jawab penguasa itu , itu kan pantai yang di genangi air oleh ombak!!! Tapi kalu kau mau ambilla..”lalu sang habib mengambil patok dan menacapkannya di bibir pantai sesuai apa yang ia mau .. wal hasil air pantai yang tadinya membasahi pantai ini ternyata tidak lebih sampai garis patok yang di buat oleh sang habib. Dan di atas tanah yang ia potoki tadi akan segera di bangun meajid sebagai tempat ibadah dan juga tempat ia tinggal untuk mengurusi masjid ( karena selama ini habib hanya tinggal di rumah muridnya yang bernama Abubakar)

Sekian lama berjalan akhirnya sang Ulam besar Habib Husain bin Abubakar Alaydrus pun tutup usia, banyak handai tolan dan para murid-muridnya menangisi kepergian sang Habib. “ kalo kata orang dulu mah waktu habib husian meninggal lagit ikut sedih, mendung tiga hari tiga malam gak berhenti-berhenti, angin gede ombak tinggi…. waaadduuhh…!!!sedih semua alam ini bang” ujar Bang Ahmad[5]

Ada yang unik ketika proses penguburan jenazah habib Husain, karena beliau bukan orang pribumi jadi harus di makam kan di daerah Tanah Abang (kuburan para Londo). Jenazah di bawa dengan kurung batang dari tempat ia tinggal menuju Tanah Abang yang lumayan jaraknya namun itu tidak mengurungkan niat para peziarah untuk ikut bersama menguburkan orang shaleh, sesampainya di lokasi saat jenazah mau di masukkan ke liang lahat kurung batang di buka dan ternyata mayit sudah tidak ada, kepanikan menghantui hamper seluruh peziarah yang cukup memadati kompleks makam, “sang mayit keluar dari kurung batang” itu kira kira yang menjadi obrolan para peziarah pada saat itu melihat ke anehan ke anehan yang terjadi. akhirnya para peziarah memutuskan untuk kembali lagi ke rumah, sesampainya disana ternyata mayit habib Husain ada di dalam mesjid dan ini menjadi pembicaraan di setiap orang yang melihatnya. Akhirnya di putuskan untuk membawanya lagi menuju Tanah Abang, perjajalan jauh pun kembali di tempuh sesampainya disana saat membuka kurung batang ternyata sudah menghilang mayatnya semakin aneh suasananya dan para peziarah kembali pulang ke rumah masing masing, namun sesampainya di mesjid warga kembali menemukan jenazah sang Habib tergeletak seperti tadi dan salah satu warga menyatakan ” kalau sekali lagi Jenazah Habib Husain keluar dari kurung batang lagi nanti, itu artinya beliau tidak mau di kuburkan disana[6].

Saat di antar ke Tanah Abang untuk yang ketiga kalinya ternyata benar bahwa jenazah keluar sendiri dari kurung batang dan menghilang . saat di cari di mesjid tempat biasa di buka taklim ternyata ada . dan warga akhirnya memutuskan untuk menguburkan Habib Husain di halaman Mesjid yang sekarang bernama Mesjid Kramat Luar Batang.

Dan dari keanehan itu kemudian lambat laun banyak warga menyebut daerah itu dengan kampong Kramat Luar Batang.

Secara sudut pandang warga setempat yangmempunyai basic keagamaan Islam dan mayoritas , cerita ini menjadi kekuatan tersendiri dalam menafsirkan nama kampung yang sekarang bernama kampung Kramat Luar Batang sekitar yang warganya menggunakan Tradisi Lisan yang di turunkan dari generasi ke generasi lewat cerita ini.

Daftar Pustaka

Majalah :

Alkisah Edisi Maret 2006 no VIII

Buku :

Nouval bin Muhamad Alaydrus. 17 Habaib yang berpengaruh di Nusantara. Jakarta. Tinta Islam. 2008

Wawancara :

·Tanggal 31 Desember2010

- Ustd Ali Ustad di Musolah Al-Hikmah dan Jamaah Majlis Luar Batang

- Mbah Jiem sepuh/orang tua

·Tanggal 2 January 2011

Bang Ahmad adalah Akamsi alias anak kampung Sini/ Pemuda setempat/ santri Luar Batang

[1] Guru ngaji di mushola al-hikmah sebelah mesjitLuar batang

[2] Wawancara warga sepuh di sekitar kompleks makam Luar Batang

[3] Noval Alaydrus. 17 Habaib yang Berpengaruh di Nusantara . hal.20

[4] Al-kisah. Edisi Maret 2006 hal hal 44

[5] Akamsi( Anak Kampung Sini)

[6] Al-kisah. Edisi Maret 2006 hal hal 47

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun