Aduh Ran kok kamu buru-buru amat sih, kayak buronan takut ketangkep polisi aja deh.
Bakso saja belum habis ni. Kasian tau.
Cetus Susan  sembari melanjutkan aksi seruput Qua bakso yang masih menggenang di mangkuknya.
Tapi San..soalnya selama ini dia selalu ajak aku ketemuan, tapi aku selalu tolak dengan  berbagai alasan, bisik Rani dengan sedikit mengernyitkan dahinya.
Ah..gitu aja kok takut. Dia bukan mau makan kamu juga, duduk tenang saja disitu, lanjutin makan itu bakso. Balas Susan.
Rani berusaha untuk melenyapkankan rasa ketidak Pd-annya. Tetapi tetap  saja rasa itu tak mau minggat dari dirinya.
Rani memang tak pernah berpacaran, apalagi berkencan dan berbicara empat mata dengan adegan saling menatap , seperti gadis lainnya.
Bisa di bilang dia adalah anak rumahan.
Pria itu tampak ambil posisi duduk di meja paling sudut. Rani tak berani menunjukkan mukanya. Dia terus-terusan tunduk sambil menghabiskan baksonya, meskipun tangannya agak kaku.
Entah energi apa yang terpancar dari pria tersebut , sehingga membuatnya sampai salah tingkah begitu.
Ran..dia ganteng juga ya..bisik Susan yang ternyata dari tadi memperhatikan pemilik  hidung mancung, kulit putih dengan body atlet yang dengan santainya menyeruput kopi hangat hidangan Bi Ani di sudut.