Akal dalam aktivitasnya akan sangat berharga apabila mengantar pada keteduhan jiwa (nafs). Hal ini dapat terlaksana melalui ibadah tafakkur. Akal akan melakukan tashawwur  tentang kebesaran Tuhan atas penciptaan semesta dan hati yang menerima sebagai kesyukuran.
Kesyukuran bekerja selayaknya cinta. Seorang yang mencinta selalu dapat melihat kebaikan dari orang maupun hal yang dicinta. Artinya kita dapat melihat sisi indah dalam diri seseorang atau sesuatu yang umumnya kerap terlupa, terluput atau terabaikan.
Syukur merupakan ungkapan hati yang berbahagia. Darinya akan lahir ketenangan (sakinah) pada batin manusia. Kebahagiaan kita merupakan tanggungjawab diri kita sendiri. Bukan tanggungjawab orang lain. Lewat kesyukuran, kita berikhtiar mengejar arti serta rasa bahagia itu.
Iqbal, begitu kami menyebutnya. Lelaki kacak, teduh nan santun ini kembali melukis karya-karya bergenre penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs). Jika pada kesempatan sebelumnya  ia melukiskan tinta "Meraih Kebahagiaan Hidup", pada kali ini melalui kecerdasan spiritualnya ia menoreh sketsa cara untuk berbahagia dengan "Menyelami Makna Syukur".
Adinda Iqbal Rafiq dengan metode dialogis mengajak jiwa pembaca bercengkrama. Ia menarasikan untaian kata melalui tamsil-tamsil  sederhana sehingga tulisannya dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.
Lewat kegemarannya dalam mengamati berbagai hal, Adinda Iqbal merangkai kalimat makna kesyukuran, aspek kesempurnaan rasa syukur, kebersyukuran terhadap hal yang sedikit, jenis kenikmatan yang kerap terlupa oleh manusia serta As-Syakur sebagai asma dan sifat-Nya. Selain itu Adinda Iqbal memberi contoh pengejawantahan kesyukuran utusan Tuhan, Nabi besar Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam dan baginda Sulaiman 'alaihis salam.Â
Melalui goresan aksara, Adinda Iqbal Rafiq juga menjabarkan tentang penyakit-penyakit pintu baja  penghalang masuknya rasa syukur di dalam relung  jiwa. Ia pula menjabar betapa dahsyat keutamaan para pensyukur itu.  Pada akhir kalimatnya, Adinda Iqbal menyusun gambaran keseharian hidup insan menjadi candradimuka kesyukuran. Tak lupa di dalamnya terdapat seruan kepada Tuhan agar selalu membantu Hamba-Nya dalam mengingat nikmat dan pencurahan syukur pada-Nya.
Seorang sufi bernama Abul Qasim Al-Qusyairy menoreh tinta hakikat syukur dalam risalahnya. Dikatakan bahwa hakikat kesyukuran ialah i'tiraf terhadap nikmat Allah, Sang Pemberi Nikmat dengan jalan ketundukan kepada-Nya. Lewat karya kedua, Adinda Iqbal Rafiq menuntun kita untuk menempuh jalan-jalan ketundukan itu.
Buku ini layak dihibahi ribuan apresiasi. Hasil karya serta upaya Adinda Iqbal menuntun manusia ke jalan Tuhan dengan cara yang lembut layak untuk diminati. Membaca buku ini merupakan bagian dari riyadhah  memecah kerasnya bebatuan jiwa. Kucuran kesegaran mata air di tengah gersangnya sahara kehidupan. Selamat Membaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H