Bahasa itu unik, pembahasan tentang fenomena-fenomena Bahasa selalu menarik untuk diperbincangkan. Bahasa sebagai salah satu unsur budaya yang tercipta dari daya cipta manusia selalu berubah tergantung kondisi dan lingkungan saat itu. Bisa jadi bahasa itu punah, atau tercampur dengan bahasa lain yang semuanya disebabkan dengan perubahan yang ada pada diri manusia si pembawa bahasa.
Setiap bahasa di dunia selalu bergerak dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Kita dapati dalam Bahasa Indonesia beberapa ejaan baru yang lahir karena zaman telah berubah dimana ilmu pengetahuan masuk mulus di negara kita. Hal ini menyebabkan Bahasa Indonesia harus  mewadahi istilah-istilah baru yang ada dalam ilmu pengetahuan itu seperti kata inspirasi, imitasi dan lainnya yang merupakan hasil dari serapan Bahasa asing.
Selain Bahasa Inggris, Bahasa Arab juga berperan dalam terciptanya kosakata-kosakata baru dalam tutur kata Indonesia. Banyak istilah Bahasa Arab yang sudah secara resmi masuk dalam padanan kata Bahasa Indonesia seperti nama-nama hari yang sering kita gunakan.Â
Bahkan sering kita temui Orang Indonesia yang berbicara dengan mencampurkan kosakata yang memang Bahasa Arab dalam tutur kata kesehariannya. Maka kita akan jumpai pengunaan kata ana, ente, syukron dan lainnya dalam rangkaian ucapannya. Fenomena ini disebut dengan istilah mixing code.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita menanggapi fenomena mixing code ini ? Dari banyak pembicaraan baik di media sosial ataupun di artikel-artikel, akan kita temukan dua kelompok besar dalam menanggapi fenomena ini.
Kelompok pertama melihat dari sudut pandang penggunaan Bahasa Indonesia itu sendiri. Bahwasanya adanya mixing code Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab seperti ana, ente, syukron, ataupun jazakumullah akan berdampak negative terhadap tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka beranggapan bahwa Bahasa Indonesia sudah memiliki padanan kata yang pas untuk itu tanpa harus menggantinya dengan Bahasa Arab.Â
Ditambah sentimen agama yang saat ini sedang ramai dibicarakan, membuat kelompok ini lebih menganjurkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar ketimbang melakukan mixing code dalam setiap tuturan yang terucap.
Lain dengan kelompok pertama, kelompok kedua melihat mixing code sebagai hal yang baik dalam meningkatkan rasa percaya diri dalam berbahasa. Kita tahu bahwa dalam pembelajaran Bahasa sering ditemui anak yang kekurangan motivasi dalm berbicara Bahasa asing terutama Bahasa Arab. Maka adanya mixing code ini hadir sebagai salah satu solusi untuk itu.Â
Ditambah dengan motivasi bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad SAW membuat mereka beranggapan bahwa penggunaan sebagian istilah Bahasa Arab sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi SAW.
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dalam penggunaan mixing code ini bahwa baik atau jeleknya, positif atau tidaknya, tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Hal terpenting adalah niat dari si pengguna, mixing code ini untuk meningkatkan kepercayaan dirikah ? atau hanya untuk pamer semata ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H