Negara Jepang atau yang sering dikenal sebagai negara matahari terbit selalu dinilai sebagai salah satu negara maju. Semua itu dapat dilihat dari pengolahan sistem keperintahan, infrastruktur negara, bahkan sampai menuju budaya rakyatnya. Kebudayaan yang muncul di Jepang tentunya tidak lepas dari pengaruh kehidupan masyarakatnya yang memang memiliki cerita yang sangat panjang.
Negara Jepang yang awalnya adalah negara dengan sistem shogun atau Kekaisaran sekarang telah lebih maju dengan pemerintah yang dibawa dan tetap teguh membawa Kekaisaran disampingnya. Dapat dikatakan bahwa negara Jepang adalah contoh negara maju yang bukan hanya teknologinya saja, tetapi budayanya juga masih tetap ada.
Dalam kaitannya dengan budaya, tentunya tidak terlepas dari hubungan sosial antar masyarakat. Hubungan sosial ini dapat dilihat dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, dll.
Di Jepang sendiri dikenal istilah Danjo Kankei "" . Jika kita lihat dari kanjinya berupa Otoko "" yang berarti laki-laki dan Onna "" yang berarti perempuan, dikaitkan dengan kanji kankei "" yang berarti interaksi atau hubungan. Sehingga jika diterjemahkan secara bebas dalam bahasa Indonesia adalah "hubungan antara laki-laki dengan perempuan".
Kebudayaan atau sebutan hanya terdapat di negara Jepang dan tidak bisa dikaitkan dengan budaya negara lain. terjadi akibat perbedaan Historical yang cukup panjang dan berbelit antara laki-laki dan perempuan di setiap zaman. Mulai dari zaman dahulu yang menyatakan bahwa perempuan hanya dapat dirumah saja dan mengerjakan pekerjaan rumah. Lalu di zaman Kamakura dan Muromachi muncul istilah Ie yang dapat diartikan sistem rumah.
Yang dimana setiap bisnis atau segala unsur yang melibatkan nama keluarga akan diurus dengan kepala keluarga yaitu laki-laki. Sebagai contoh, marga sebuah nama pada zaman itu sangatlah penting karena dikenal sebagai identitas keluarga yang akan dijunjung tinggi kebanggaannya. Sehingga saat wanita menikah, marga keluarga mereka akan diganti dengan marga laki-laki suaminya.
Dalam Jepang pada beberapa tahun terakhir lebih sebagai bentuk pertanyaan terhadap perempuan. Misalnya, Dalam kehidupan perempuan hanya boleh ditempatkan dirumah? Lalu, apakah eksistensi perempuan itu sendiri? Dan apakah hanya laki-laki yang boleh memimpin?. Semua pertanyaan itu muncul jika kita membahas tentang . Lalu apakah ada kaitannya dengan gender?
Kajian gender sering dikaitan dengan kesetaraan gender. Keseteraan gender sendiri membahas tentang kesetaraan perempuan dalam berbagai lingkup kehidupan, salah satu contohnya adalah pekerjaan. Perempuan sering kali mendapat ketidakadilan dalam bekerja, seperti terdapat batas yang hanya bisa dilewati oleh seorang laki-laki saja.
Hal ini dapat terlihat dari berapa banyak perempuan yang menjadi CEO di dunia, apakah jumlahnya sama dengan laki-laki? Tentu saja tidak, bahkan tidak hanya sampai 25 persennya saja.
Di Jepang sendiri, permasalahan gender sering kali menjadi pembicaraan dunia, sebagai contoh di pemerintahan saja hanya boleh dimasuki 5 perempuan saja, itulah yang membuat posisi perempuan di Jepang sangat tidak terlihat.
Dari penjelasan diatas, terdapat beberapa asalan atau ideologi yang menyebabkan peran perempuan serta hubungannya dalam laki-laki menjadi berbeda jauh.
1. Ryousai kenbou
Ryousai kenbo adalah seorang wanita Jepang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk merawat keluarganya, terutama anak-anak. Mereka hanya berfokus pada pekerjaan dirumah dan tidak memikirkan hal lain selain anak dan urusan rumah. Ryousai kenbo adalah tujuan tertinggi wanita Jepang, khususnya bagi seorang ibu dan istri.
Ryousai kenbo merupakan sebuah ideologi yang berasal dari "Ryousai" yang berarti istri yang baik, dan "Kenbo" yang berarti adalah ibu yang bijaksana. Istilah ini merujuk pada wanita Jepang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengurus keluarga, terutama pendidikan anak-anaknya. Bahkan ibu-ibu ini harus menghadiri sekolah khusus, Universitas Wanita Otsuma di daerah Tokyo, untuk belajar bagaimana menjadi ibu yang baik.
Ajaran Konfusianisme telah mempengaruhi budaya Jepang dan sistemnya. Menurut Konfusianisme, wanita memiliki status yang jauh lebih rendah daripada pria dan tidak dianggap sebagai pasangan yang setara.
Di Jepang, pengertian Ryousai Kenbo telah dimodifikasi menjadi budaya dominan, khususnya sistem keluarga, yaitu. Hal ini dikarenakan ketidaksesuaian dengan kondisi masyarakat Jepang yang pada saat itu masih semi feodal.
Perempuan wajib tunduk dan patuh pada segala sesuatu yang diputuskan oleh penguasa dalam IE itu, yaitu kepala keluarga, dalam sistem IE. Bisa dikatakan bahwa pemahaman Barat tentang Ryousai Kenbo berbeda dengan pemahaman Jepang.
Ryousai Kenbo, seperti yang dipraktikkan di Jepang, dapat dicirikan sebagai pemahaman dengan perpaduan cita-cita Konfusianisme yang masih feodal dan konsep Eropa yang masih feodal, di mana instruksi ini mempromosikan kepatuhan dan kepatuhan.
Kebangkitan ideologi Konfusianisme yang mengabaikan kesetaraan perempuan. Ide ini berusaha untuk membentuk perempuan menjadi pasangan yang baik dan ibu yang cerdas yang mampu berkontribusi pada negara dengan bekerja keras dalam mengelola rumah tangga secara efisien, mendidik anak-anak, dan merawat orang tua yang lanjut usia dan anggota keluarga yang sakit.
Dalam kaitannya dengan , ideologi Ryousai Kenbo dapat menjadi penghalang bagi seorang perempuan untuk bebas. Hal ini dikarenakan dalam hubungan sosial masyarakat, masyarakat Jepang menganggap bahwa seorang wanita akan baik jika hanya berada di rumah dan menjaga anak serta mengurus rumah.
Hal inilah juga yang menjadi permasalahan dalam yang menyebabkan wanita lebih banyak untuk memilih tidak menikah. Hal itu disebabkan karena kebebasan mereka akan hilang dan dirampas atas ideologi Ryousai Kenbo yang hidup pada masyarakat Jepang sampai sekarang ini.
2. Otoko Power (Patriarki)
Otoko power atau yang sering dikenal dengan manpower adalah keuntungan yang didapat laki-laki dalam kehidupannya sehingga ia dapat melakukan sesuatu secara bebas dan tidak ada yang bisa membatasi.
Salah satu perbedaan dari laki-laki dan perempuan dalam memimpin di perusahaan ialah, lebih dipercayanya laki-laki dalam memimpin daripada perempuan. Hal ini disebabkan dari kebiasaan patriarki yang sudahh dilakukan manusia sejak zaman dahulu. Hal ini makin kuat terdapat di negara Jepang. Hal ini dilihat dari banyaknya jumalah laki-laki yang bekerja dan memegang pemerintahan.
Seorang laki-laki dianggap mempunyai kemampuan dan poin plus yang lebih dari perempuan. Seperti saat bekerja perempuan akan sering meminta cuti, misalkan cuti untuk melahirkan dan merawat bayi.
Hal itu membuat, sistem kerja yang tepat waktu di Jepang akan terganggu. Hal lainnya ialah perempuan di jepang memiliki biaya cuti berbayar yang tinggi, yang menyebabkan banyak perusahaan berfikir dua kali untuk mempekerjakan perempuan.
Dalam kaitannya dengan , patiarti atau otoko power dinilai sebagai masalah utama yang membuat laki-laki merasa memiliki power. Oleh karena itu, permasalahan tentang kesetaraan gender tidak akan pernah selesai selama rasa power yang dimiliki laki-laki tetap hidup.
Dengan dihubungkan dengan juga, permasalahan otoko power atau partiarki menjawab alasan terbesar perempuan tidak akan pernah bisa terlepas dari kuasa yang dimiliki laki-laki.
Di Jepang, istilah Danjo Kankei "" dikenal. Jika diterjemahkan secara bebas dalam bahasa Indonesia itu adalah hubungan antar laki-laki. -pria dan wanita. Budaya atau istilahnya hanya ada di Jepang dan tidak bisa dikaitkan dengan budaya negara lain.
Kenbo Ryousai adalah seorang wanita Jepang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengurus keluarganya, terutama anak-anak. Mereka hanya fokus pada pekerjaan rumah dan tidak memikirkan hal lain selain anak dan urusan rumah tangga. Bahkan ibu-ibu ini harus bersekolah di sekolah khusus untuk belajar bagaimana menjadi ibu yang baik.
Otoko power atau yang sering disebut dengan manpower merupakan kelebihan yang didapatkan manusia dalam hidup sehingga ia dapat melakukan berbagai hal dengan bebas dan tidak ada yang dapat membatasinya. Salah satu perbedaan antara pria dan wanita dalam memimpin di perusahaan adalah bahwa pria lebih dipercaya untuk memimpin daripada wanita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H