Membicarakan masalah tenaga kerja, buruh merupakan kelompok yang kontroversial dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkan. Hampir setiap tahun berdemo namun masih belum menemukan titik terang.
Kebijakan outsourcing merupakan salah satu bukti nyata bahwa buruh tidak mendapat hak yang sama dengan pekerja lain. Bahkan mereka pun tidak bisa berkembang dan mendapat jabatan yang lebih. Apakah buruh hanya sebatas pekerja yang diperas tenaganya ?
Bila merujuk pada Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja.
Outsourcing adalah usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Outsourcing memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan aktivitasnya (Sumber Dr. Richardus Eko Indrajit, Drs. Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing (Jakarta : Grasindo,2003). hlm.2-3.)
Bagi sebuah perusahaan, sistem outsourcing ini bisa dibilang sangat menguntungkan, karena bisa dilakukan dengan cepat dan anggaran yang jelas.Â
Sementara bagi pekerja yang menjadi bagian dari perusahaan outsourcingnya sendiri, mungkin kurang adil. Karena mereka bekerja berdasarkan kontrak.
Ketika kontrak habis dan perusahaan tidak memperpanjang kontraknya maka pekerja tersebut tidak akan memiliki hak yang cukup untuk menuntut apapun. Karena semua sudah diatur di dalam kontrak perekrutan tenaga kerja di awal.
Artinya, tidak ada kemungkinan bagi pekerja untuk memiliki jenjang karir. Itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa sistem ini ditentang oleh pekerja.
Di Indonesia sendiri, demo para buruh diperingati setiap tanggal 1 Mei. Tidak bingung jika kita melihat istana negara dipenuhi dengan lautan manusia.
Buruh dari penjuru daerah mulai dari Sabang hingga Merauke datang dan bergabung dalam aksi MayDay tersebut. Wacana yang diangkat biasanya adalah tentang kenaikan gaji, hak-hak buruh serta penghapusan sistem outsourcing di Indonesia.
Seperti pada kasus PT Alpen Food Industri yang memproduksi es krim Aice. Es krim yang baru-baru terkenal ini memiliki tingkat minat yang tinggi di masyarakat. Selain harganya yang murah, es krim ini memiliki bentuk yang unik.
Namun di balik kesuksesan itu, para buruh menjerit dan akhirnya melakukan mogok kerja. Aice dianggap menyalahi aturan karena mempekerjakan buruh untuk bagian produksi dari penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing). Mereka tidak mendapat tunjangan kesehatan, makan, transportasi, hingga cuti.
Sudah setiap kali digalakkan aksi demonstrasi tersebut, namun masih saja belum terealisasi dan terpenuhi hak-hak para buruh. Realitanya di Indonesia buruh masih saja dirugikan dengan sistem outsourcing yang ada.
Bahan pangan dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat menambah masalah buruh di Indonesia. Apakah pemerintah tidak mendengar keluh kesah para buruh dalam demonstrasinya yang dituang dalam berbagai bentuk ?
Menaggapi hal tersebut, pemerintah sudah berupaya meningkatkan kesejahteraan para buruh di Indonesia. Selain pembenahan upah, pemerintah juga menekankan kualitas keselamatan, kesehatan serta hunian yang layak bagi para buruh. Hal ini tentunya membutuhkan proses serta kerjasama dari pihak perusahaan juga.
Peningkatan kompetensi buruh juga dilakukan melalui Balai Latihan Kerja yang sudah tersebar di berbagai kota seperti Serang, Bandung dan Bekasi.
Buruh memang membutuhkan pekerjaan demi keberlangsungan hidupnya. Mereka rela bekerja hingga lembur hanya untuk melihat anak-anaknya makan.
Kebijakan mengenai buruh diharapkan dapat lebih baik dan efektif kedepannya sehingga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Kalau memang sistem outsourcing bisa dihapus kenapa tidak ? Dengan demikian para buruh dapat lebih sejahtera serta lebih berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H