Mohon tunggu...
Ika Wahidah
Ika Wahidah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa, Karyawan Swasta, Akademisi

Humble, supel, easy going

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Wajah Sendu Dunia Pendidikan di Indonesia

2 November 2024   15:14 Diperbarui: 2 November 2024   15:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis :

Ika Wahidah - Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi STIKOM InterStudi 

Jakarta

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih tertinggal di bandingkan negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Top 20 Education Poll pada tahun 2023, tingkat pendidikan di Indonesia menempati posisi ketujuh (7) di ASEAN dan peringkat ke enam puluh tujuh (67) di dunia dari total dua ratus tiga (203) negara. Masih belum meratanya fasilitas belajar dan teknologi di beberapa daerah juga menjadi salah satu penyebab utama. Teknologi seperti internet atau e-learning yang seharusnya menjadi sahabat bagi tenaga pengajar dan peserta didik masih belum dapat di nikmati di beberapa kawasan tanah air. Tantangan tersebut yang menyebabkan adanya kesenjangan antar daerah, kualitas tenaga pengajar serta kurikulum yang belum relevan. Selain itu, pendidikan karakter juga harus menjadi fokus penting, bukan hanya sekedar tentang akademis namun pembentukan kepribadian/karakter yang kuat kepada peserta didik juga menjadi faktor penunjang keberhasilan di dalam dunia pendidikan.

Selain beberapa kendala di atas, penyebab utama lainnya adalah masih cukup tingginya tingkat kemiskinan yang menyebabkan banyaknya peserta didik mengalami putus sekolah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di perkotaan pada September 2023 sebesar 7,29% dan di perdesaan sebesar 12,22%. Persentase ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya, namun penurunannya masih belum mampu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.  Hal ini juga yang menyebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan sehingga masih banyaknya anak-anak usia sekolah yang mengalami buta aksara. Selain itu, kondisi geografis juga mempengaruhi peserta didik untuk dapat menempuh pendidikan yang layak. Lokasi sekolah yang jauh harus ditempuh dengan berjalan kaki, menyeberang sungai serta beberapa kendala lainnya. Daerah yang mengalami akses pendidikan minim seperti ini pun terbanyak masih berada di wilayah bagian timur Indonesia mulai dari wilayah pulau Sulawesi, Nusa Tenggara hingga Papua. Di daerah NTB, NTT dan Papua juga, anak-anak peserta didik masih banyak yang belum mampu memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Kendala ini yang mengakibatkan mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yang terkadang hanya mampu di wajib belajar 6 hingga 9 tahun saja. Sebagai contoh, jumlah lulusan peserta didik tingkat Sekolah Dasar (SD) yang terdata di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam tahun ajaran 2022-2023 pada sebuah kecamatan di wilayah Nusa Tenggara adalah sebesar 127 siswa dan tidak melanjutkan pendidikan sebesar 4 siswa. Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 116 siswa dan tidak melanjutkan pendidikan sebesar 13 siswa. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tingkat kelulusan sebesar 78 siswa dan tidak melanjutkan pendidikan sebesar 8 siswa. Salah satu faktor yang menyebabkan para peserta didik tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikan adalah kurangnya biaya, kenakalan remaja serta jarak tempuh ke sekolah yang cukup jauh.

Untuk mengatasi beberapa  permasalahan diatas dalam kurun waktu setahun terakhir ini, sekumpulan tim bahu membahu membentuk beberapa komunitas dengan tujuan membantu anak-anak Indonesia agar dapat bersekolah dengan layak, mulai dari pemenuhan peralatan sekolah hingga membantu biaya pendidikan. 

Dari sisi pendidikan karakter, masih banyak peserta didik yang mengalami krisis moral. Dunia teknologi yang semakin berkembang pesat juga menjadi salah satu penyebab utama. Kebebasan dalam mengakses internet membawa dampak buruk pada peserta didik. Internet yang seharusnya digunakan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, namun disalah gunakan untuk kegiatan lainnya seperti pornografi, narkoba, penipuan dan hal-hal negatif lainnya. Semakin maraknya kasus pembulian di lingkungan sekolah, pelecehan seksual serta kasus pencabulan oleh tenaga pengajar kepada peserta didik atau antar peserta didik itu sendiri yang banyak terjadi di lingkungan pesantren juga sedang menjadi berita hangat akhir-akhir ini. Kita sudah tidak tau lagi berapa jumlah peserta didik yang menjadi korban dari berbagai macam kasus ini. Yang paling terbaru adalah kasus bullying yang terjadi pada salah satu peserta didik di SMAN 4 Pasuruan jawa Timur oleh rekan-rekannya hingga peserta didik tersebut harus dirawat di rumah sakit jiwa. Anak-anak yang seharusnya menikmati pendidikan yang layak, belajar dengan tekun, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan bermain bersama teman-teman sebayanya sudah harus dihadapkan pada kondisi mental yang serius. Hal ini menjadi PR bagi semua pihak, khususnya Pemerintah Daerah dan Pusat serta tenaga pengajar itu sendiri untuk dapat menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter harus selalu diajarkan, dijadikan kebiasaan dan dilatih secara konsisten untuk meminimalisir tingkat kekerasan dan kebencian di lingkungan sekolah. Selain itu, pendekatan interpersonal antara tenaga pengajar dengan peserta didik juga sangat diperlukan agar selalu terjalin komunikasi yang baik. Penggunaan bahasa dan tutur kata yang sopan oleh tenaga pengajar juga menjadi salah satu nilai lebih dan menjadi contoh yang baik bagi perkembangan mental dan karakter peserta didik. Penguatan pendidikan karakter memang seharusnya bukan hanya di lingkungan sekolah saja namun lingkungan keluarga juga merupakan pendukung utama dalam pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Rumah dan keluarga merupakan tempat belajar yang penuh cinta, kasih sayang dan kebahagiaan. Orang tua berperan besar sebagai tempat pertama penyemaian nilai-nilai kebaikan dan prinsip-prinsip kehidupan sehingga diharapkan peserta didik akan memiliki potensi dan bekal yang lebih dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Nilai-nilai religius, nasionalisme, tanggung jawab, empati, saling menghargai, disiplin, kemandirian dan gotong royong dengan sendiri nya akan tumbuh dan berkembang pada masing-masing individu. Pendidikan karakter pada intinya tidak hanya akan membentuk peserta didik menjadi individu yang memiliki moral yang baik dan tanggung jawab sosial, tetapi juga membantu peserta didik menjadi calon pemimpin yang hebat di masa depan.

Besar harapan kepada pemerintahan yang baru, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk dapat memperbaiki serta menata sistem pembelajaran yang lebih baik lagi terutama pada pendidikan dasar. Kurikulum dapat dibuat sesimpel mungkin dan menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Seyogyanya pendidikan karakter dapat ditambahkan sebagai kurikulum khusus selain Pancasila. Pemerataan pendidikan juga dilakukan di seluruh tanah air dan dapat dinikmati oleh semua kalangan, karena sampai kapan pun pendidikan akan menjadi sebuah elemen yang sangat penting untuk kemajuan sebuah negara. Negara yang tidak memiliki sumber daya alam pun bisa menjadi negara maju serta disegani jika memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.

                                                     " Pendidikan adalah Pintu Menuju Masa Depan yang Cerah"

Sumber :

https://www.bps.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun