Mohon tunggu...
ika vijayanti lailatul
ika vijayanti lailatul Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pengaruh Pendidikan terhadap Pencegahan Pernikahan Dini

24 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 24 Juni 2024   18:10 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ika Vijayanti Lailatul Fitria - Mahasiswi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas muhammadiyah Malang

Beberapa daerah di Kabupaten Malang pernikahan dini atau pernikahan usia anak yang berusia di bawah 18 tahun masih menjadi permasalahan yang rentan terjadi, umumnya pada daerah terpencil di Kabupaten Malang. Berdasarkan hasil penelitian mengenai angka pernikahan dini di Kabupaten Malang yang dilakukan oleh dosen Bimbingan Konseling Universitas Negeri Malang pada bulan Agustus tahun 2023, Kabupaten Malang mencapai angka 1.434 perkara pemohon dispensasi nikah, dan sebanyak 1.393 perkara pengajuan dispensasi nikah telah diputus, angka tersebut tercatat tertinggi di Jawa Timur sepanjang 2022. Permasalahan tersebut terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah satunya adalah budaya, pendidikan yang kurang merata, dan kemiskinan, beberapa orang tua beranggapan bahwa anak dapat menjadi penyelamat ekonomi keluarga.

Kategori usia anak berdasarkan yang ditetapkan dalam UU No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (pasal 1, ayat 1), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan usia perkawinan telah ditetapkan dalam UU No.16 tahun 2019 tentang Perkawinan (pasal 1, ayat 1), menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Pernikahan dini bisa disebut dengan pernikahan anak yaitu pernikahan yang dilakukan sebelum anak usia 18 tahun, sebelum anak dianggap mampu secara fisik, fisiologis, dan psikologis untuk mempertanggungjawabkan segala hal  permasalahan dalam pernikahan.

Berdasarkan riset kecil yang saya lakukan terhadap beberapa teman saya yang menjadi penyintas pernikahan anak di Desa Ngijo, Kabupaten Malang. Faktor yang mendorong mereka untuk melakukan pernikahan usia anak disebabkan pola asuh orang tua, pendidikan, ekonomi, putus sekolah dan pergaulan bebas. Sosiolog sekaligus kaprodi sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, Luluk Dwi Kumalasari juga menjelaskan faktor yang mendorong terjadinya pernikahan anak ketika berbicara dengan Detik Jatim, Selasa (24/1/2023). Luluk menjelaskan sejumlah faktor meliputi, akses pendidikan yang mempengaruhi mindset orang tua dan anak, mindset masyarakat, ekonomi, tingkat kemiskinan, kurangnya sosialisasi dan edukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Luluk juga mengatakan faktor lingkungan atau faktor sosial memiliki peran terjadinya pernikahan dini.

Akibat yang dialami penyintas pernikahan anak pada riset saya, beberapa dari mereka mendapatkan perlakuan KDRT, perceraian, sampai kematian pada anak yang dihasilkan dari pernikahan anak. Hal tersebut terjadi karena pasangan suami istri kurang matang secara fisik, fisiologis, psikologi, dan minimnya pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Beberapa penyintas juga menyampaikan bahwa alasan mereka menikah dini adalah untuk menghindari zina, putus sekolah, dan sudah tidak memiliki tujuan hidup.

Perlu adanya lembaga, organisasi atau pihak dari pemerintah maupun bukan dari pemerintah yang aware terhadap isu-isu sosial yang terfokus pada perempuan dan anak. Mengapa perempuan dan anak? karena kaum rentan terdiri dari perempuan, anak, penyandang disabilitas dan kelompok masyarakat adat. Kebijakan pemerintah mengenai kaum rentan, tercantum pada UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (pasal 5 ayat 3) yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya". Pihak pihak tersebut diharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan formal maupun non formal terhadap pengaruh penyintas pernikahan dini dan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya.


Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan (KPuK) dan Good Village Project (GVP) adalah contoh lembaga non pemerintah, yang bergerak pada bidang pemberdayaan perempuan dan anak dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan meningkatkan kualitas pendidikan di beberapa daerah di Kabupaten Malang. Berdasarkan analisa saya adanya pergerakan KPuK beberapa tahun, KPuK bekerja sama dengan berbagai pihak, lalu membentuk sebuah organisasi dengan harapan organisasi tersebut dapat menjadi agen perubahan dalam isu isu perempuan. Dengan harapan tersebut KPuK menyediakan ruang belajar dan memberikan pelatihan sebagai dasar dan bekal menjadi agen perubahan. Pelatihan yang diberikan mengenai pemberdayaan pola pikir dan cara pandang perempuan contoh, edukasi HKSR, membentuk sifat dan sikap kepemimpinan perempuan, mengenal potensi diri, risiko pernikahan dini dan lain sebagainya. Selain itu, KPuK juga berpartisipasi agar perempuan dan anak menjadi percaya diri, memiliki daya pikir yang kritis, dan peka serta peduli dengan permasalahan sosial yang sedang terjadi.

Dalam ruang belajarnya, KPuK terbiasa menggunakan metode analisa permasalahan sosial, memberikan kritikan untuk masalah tersebut, audiensi dengan pemerintah tingkat Desa, Kabupaten, hingga ke DPRD Kabupaten Malang. Dengan hal hal yang disediakan serta difasilitasi KPuK memberikan dampak positif, perempuan jadi lebih percaya diri dan sadar akan hak yang harus didapatkannya, perempuan lebih mengetahui kualitas dirinya, perempuan jadi lebih tau tentang Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Sehingga, perempuan bisa berpikir secara rasional dengan pengetahuan dan edukasi tersebut.

Sedangkan, program Good Village Project (GVP) fokus pada kualitas pendidikan. Program GVP lebih menuju pada pemberdayaan masyarakat, dampak positif yang diterima masyarakat dengan adanya program yang disediakan GVP  sudah terbukti. Mulai dari program forum diskusi remaja, belajar bahasa inggris bersama volunteer dari Eropa dan Asia, outing class, sekolah perempuan untuk para ibu, dan lain sebagainya.

Dengan adanya program sekolah perempuan, para ibu jadi memiliki pengetahuan tentang pola asuh dan merubah mindset para ibu. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anaknya. Karena orang tua diharapkan mampu mengarahkan, membimbing, dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak, dimana anak belum disentuh oleh lingkungan lain. Sesuatu yang ditanamkan dan dibiasakan oleh orang tua sebagai dasar karakter anak dapat berpengaruh kedepannya. Dan dengan adanya program lainnya, setiap anak menemukan bakat dan passionnya, sehingga anak tersebut memiliki pandangan atau tujuan hidup selain menikah.

Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 tentang SIDIKNAS (pasal 1, ayat 1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan, seharusnya melahirkan individu yang memiliki pengendalian diri yang baik dan mampu memanajemen dirinya, sehingga mereka bisa memilih mana hal yang baik atau buruk untuk dirinya dimasa yang akan datang. Karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam mencegah pernikahan dini. Dengan kualitas dan akses pendidikan yang baik dapat merubah mindset masyarakat terhadap permasalahan yang dapat menyebabkan pernikahan dini serta pengetahuan tentang risiko pernikahan dini. Kesiapan secara fisik, fisiologis dan psikologi menjadi hal yang tidak bisa diremehkan untuk melangsungkan pernikahan, usia menjadi salah satu faktor untuk menentukan kesiapan seseorang untuk menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun