Lagu yang merupakan hasil dari kreatifitas Kang Nano dalam memainkan kecapi, suling, dan koto (alat musik petik dari Jepang) ini pada tahun 1989 berhasil meraih penghargaan BASF Award dan satu tahun kemudian berhasil menyabet penghargaan HDX Award.
Awalnya "Kalangkang" dipersiapkan sebagai lagu degung namun karena dirasa lebih sempit jangkauannya akhirnya lagu yang diiringi musik pentatonis ini rilis dalam gaya pop.
Mungguhing dina impenan
Geuning sakitu deudeuhna
Kanyaah nu wening bersih
Satia jadi kakasih
Dua lagu Kang Nano lainnya yang dinyanyikan oleh penyabet penghargaan dari Original Record Indonesia Award sebagai penyanyi pop Sunda yang telah merilis 100 lagu ini adalah "Potret Manehna" dan "Anjeun."
Bila "Potret Manehna" berkisah tentang LDR-an dengan media foto sebagai perantaranya maka "Anjeun" bercerita tentang seseorang yang sedang kasmaran pada pasangannya namun tragisnya sang pujaan hati telah berkeluarga.
Aduh....aduh...aduuuuuuuuhhh...
Ngan saeutik hanjakalna
Lamun tepang osok ngajak rurusuhan
Dasar kudu kanyahoan
Horeng anjeun geus rimbitan
Wahahahah hadeeh.
Nah, salah satu lagu yang kerap diputar dalam pesta pernikahan Sunda adalah "Tisaprak." Â Dalam lagu ini, Adang Cengos lah yang banyak bernyanyi.
Lagu ini berkisah tentang rasa khawatir gundah gulana yang meraja kepada seseorang dari saat pertama kali bertemu.
Tisaprak ngawitan tepang
Hat jadi hariwang
Inggis anjeun teu surti
Da abdi mah nganti-nganti
Tak hanya menyanyikan lagu-lagu baru, Nining Meida dalam album "Kalangkang" ini pun membawakan nomor-nomor yang telah banyak dikenal oleh masyarakat Priangan.
Lagu-lagu seperti "Mojang Priangan", "Bubuy Bulan", "Es Lilin", "Borondong Garing", dan "Peuyeum Bandung" dinyanyikan kembali oleh Nining Meida dengan nuansa pop yang kental. Â Â