Selain comro Echo, saya pun kerap menikmati comro Capitol dan comro Cibadak. Â Tukang-tukang gorengan memang banyak yang menyediakan comro namun kebanyakan kurang nendang rasanya.
Comro pun ada varian kecilnya yang disebut comet alias comro lemet atau comro kecil. Â Nah, saya suka comet ini karena dapat dimakan dalam sekali hap.
Dulu simbah kerap membuat comro sendiri dan di mata saya prosesnya sangat ribet dan ngeselin. Â Betapa tidak, semuanya diawali dengan memarut.
Ya, salah satu pekerjaan dapur yang sangat tidak saya sukai adalah memarut kelapa. Capek dan kerap membuat jari terluka bila tak berhati-hati. Â Jadi ketika santan instan meluncur ke pasaran, saya menjadi salah seorang yang merasa gembira ria.
Tapi sekarang mah jangan kayak orang susah lah ya, pekerjaan memarut tak harus dilakukan sendiri karena di pasar sudah ada kelapa parut plus singkong parut. Jadi, membuat comro pun gak sesusah dan semalesin dulu.
Harga singkong parut di pasar Rp. 8,000,-/kilogram akan halnya singkong utuhan dibanderol dengan harga Rp. 5,000,-/kilogram. Â Sebanding, dari pada harus grusak-grusuk marut sendiri.
Nah, karena masih memiliki sisa kelapa parut, kemangi, dan oncom maka saya pun tinggal membeli singkong parut di pasar.
Awalnya sih ingin membuat comro sepedas comro Echo, namun apa boleh buat cabe rawit dombanya gak pedas padahal bentuknya besar-besar. Â
Dimaklum sih, kan adanya "kecil-kecil cabe rawit" pedes, kalau besar-besar cabe rawit mah jadinya bongsor, bagai dikarbit, tua sebelum waktunya jadi gak pedes. Ahaaiii.
Oh iya, untuk menghasilkan comro yang krenyes-krenyes, singkong parutnya harus diperas dulu sampai airnya tak menetes lagi. Â Dulu simbah tak pernah melakukannya, alhasil comronya jadi alot.