Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kompor Canggihnya sih Gratis, tapi...

22 September 2022   17:17 Diperbarui: 22 September 2022   17:18 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini, beranda mamak mulai dipenuhi berita tentang program konversi gas elpiji 3 kg menjadi kompor listrik induksi.

Sebagai manusia gua, mamak merasa sangat minder dengan mamak-mamak sosialita yang lebih dulu ngerumpiin kompor induksi ini.

Mamak pun akhirnya garuk sana garuk sini dan menghasilkan sebuah gambaran akan program pemerintah yang sedikit bikin pusing kepala ... pundak ... lutut ... dan kaki, eh.

Jadi gini...

Pemerintah bergandengan tangan, walking hand in hand seperti yang didendangkan Sebastian Bach, dengan PLN dalam hal melancarkan program peralihan elpiji 3 kg alias gas melon hijau-hijau menggemaskan ke kompor induksi.

Dilansir dari laman Kompas, penggunaan kompor induksi dapat menghemat pengeluaran APBN hingga 330 Milyar per tahun.

Cetar, bukan?

Tapi apa sih kompor induksi itu?

Mamak taunya suntik induksi untuk mempercepat proses persalinan, heuheu.

Sebagai rakyat jelantah, mamak sudah berkenalan dengan kompor minyak tanah, kompor anglo yang pakai arang, kompor gas, dan kompor listrik biasa.

Kompor induksi mah belum lah ya.  Sepanjang pengetahuan, di kampung sini belum ada yang pake kompor induksi yang ada hanya kompor tetangga yang suka manas-manasin suasana.

Nah, ternyata kompor induksi ini bekerja dengan  menggunakan reaksi elektromagnetik untuk menghasilkan panas.  Lalu panas ini dihantarkan langsung ke panci atau wajan di atas kompor.  

Gelombang elektromagnetik ini sifatnya satset dasdes, gak butuh media dalam aksi rambat-merambatnya.

Disebut induksi karena adanya proses pembangkitan listrik di dalam sirkulasi tertutup oleh arus magnetik melalui gerak putar.  Wiih, mamak bahasanya ngilmiah banget, yak.

Akan halnya kompor listrik biasa mendapatkan energi dari listrik yang dicolokan ke kompor. Sang listrik akan memanaskan pelat yang berada di atas kompor lalu dihantarkan ke permukaan kompor.

Kompor induksi itu punya banyak kelebihan,  canggih deh pokoknya.

Kelebihan pertama, kompor induksi ramah lingkungan. Iya, karena si dia gak ada apinya, mak!  Keren kan? Dah kayak sulap bin sihir aja.  

Gak bakalan ada sisa-sisa pembakaran seperti asap atau angus tipis-tipis yang bakal nempel di panci kesayangan kita.  Nah, karena gak ada apinya maka kecelakaan akibat api nilainya nyaris nol.

Kedua, permukaan disekitar kompor tetap dingin walau tengah digunakan.  Waini, mamak suka nih.  Jadi ada kegiatan sambil nunggu masakan matang yaitu membersihkan bagian-bagian yang kotor di sekitar kompor.

Ketiga, udara dapur tetap sejuk bagai ada di kaki gunung Papandayan karena kompor induksi sifatnya gak menyebarkan panas ke segala arah.  Pokoknya begitu panci diangkat, transfer energi berhenti sehingga permukaan kompor langsung dingin.  

Nah, karena tidak menyebarkan panas kesana-kemari maka waktu memasak pun lebih cepat.

Keempat, biaya yang dibutuhkan untuk memasak di kompor induksi lebih murah dari kompor gas karena pengubahan energi dari listrik ke panas berlangsung efektif.  

Hal ini telah dihitung oleh perwakilan pihak terkait yak, mamak mah sudah lelah menghitung kutu beras.

Kelima, gaya.  Iya, dong, kompor induksi ini bentuknya elegan dan modern bingits. Futuristik gitu lah, dah kayak daleman pesawat enterprise-nya Jean Luc Picard.

Ada kelebihan, ada juga kekurangan, tapi kira-kira apa yhaaa?

Pertama, gak fleksibel samsek karena alat masaknya gak bisa sembarangan.  Musti berbahan ferromagnetik dan bagian bawahnya harus datar, gak boleh melengkung apalagi bergelombang kayak panci mamak yang dah bopeng.

Kedua, harganya mahal.  Baik kompornya maupun alat masaknya sama-sama memiliki harga yang lumayan membuat kembang-kempis dompet.

Nah, balik lagi ke rencana pengalihan elpiji 3 kg ke kompor induksi, mamak rasa ada beberapa yang musti dipikirkan kembali oleh pihak terkait.

Elpiji 3 kg itu banyak dipakai oleh rakyat kalangan bawah baik rumah tangga pun yang berwirausaha.

Oke deh kalo aktivitas memasaknya di rumah sih masih kebayang ya memakai kompor induksi ini, tapi gimana dengan yang berjualan keliling seperti memakai gerobak atau ditanggung. Tu kompor mau dicolokin kemenong? Ke tiang listrik langsung?

Udah gaya-gaya pake kompor ajaib tanpa mengeluarkan api, eehh pusing nyari sumber listrik yang bisa digantel dipakai.

Belum lagi peralatan masak yang wajib digunakan harganya selangit.  Iya sih, nanti bakal dikasih oleh pemerintah tapi kan cuma satu atau dua biji doang.  Mamak-mamak jadi gak bisa manuver dalam hal masak-memasak hawong koleksinya sedikit.  Mau beli banyak, bujetnya tumpang-tindih dengan biaya healing, eeehhhh.

Lagi pula ya bukannya berburuk sangka, biasanya barang-barang pembagian gratis itu kualitasnya ya begitulah.  Jadi, jatuhnya ya harus beli yang kualitas terpercaya dari kantong sendiri.  

Kabar baiknya, bila memakai kompor induksi, para mamak gak usah ribet nge-WA agen gas atau gotong-gotong tabung buat isi ulang di toko terdekat karena akan ada jalur listrik khusus memasak.

Ya, kata PLN, jalur memasak ini gak bakalan menganggu listrik jalur aktivitas lainnya.  Tapi tetap ya, yang dayanya masih rendah harus dinaikan kalau bisa sampai ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali.

Nah, semakin besar daya listrik yang dipakai semakin besar biaya yang harus dikeluarkan.  Etapi, santuy aja, lha wong biayanya katanya bakal lebih murah dari pemakaian gas, ya kan?

Tapi, gimana kalo tiba-tiba mati listrik, entah ada gangguan di gardu, tiang roboh, atau pemeliharaan instalasi yang biasanya memakan waktu seharian?  

Untuk kalangan rumah tangga sih gak terlalu masalah namun berbeda dengan yang memiliki usaha kecil-kecilan di bidang kuliner, bisa langsung mati gaya.

Jadi, bila dilihat dari kacametong mamak, program ini belum cucok meong untuk masyarakat pengguna elpiji 3 kg yang tersebar sampai ke pelosok tanah tumpah darah merdeka ini, akan lebih baik bila dikaji kembali secara mendalam karena banyak hal yang harus diperbaiki terlebih dahulu.  

Oleh karena itu, ada baiknya jangan terlalu banyak fafifu wasweswos awikwok dulu lah bila semuanya belum benar-benar siap. Lha iya, karena yang ada hanya membuat gaduh masyarakat yang tengah gegana menghadapi pahitnya hidup di zaman yang penuh ketidakpastian ini.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun