Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Radio dan Kisah-kisah yang Tak Terlupakan

11 September 2022   17:14 Diperbarui: 11 September 2022   20:16 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lagu bertema radio (Sumber: BrAt_PiKaChU via parapuan.co)

Salah satu lagu dari band rock legendaris Queen yang saya sukai adalah "Radio Ga Ga." 

Band yang telah lama kehilangan vokalisnya ini memasukan nomor yang ditulis oleh sang drummer, Roger Taylor ke dalam album "The Works" yang rilis tahun 1984 silam.

Saya kerap nguping lagu ini dari radio yang kakak saya tongkrongin sehari-hari. Asik aja mendengarkan suara Freddie Mercury dengan beat-beat yang bikin hati riang.

Roger Taylor mendapat inspirasi dalam menulis lagu ini setelah ia menonton MTV. Stasiun televisi khusus musik ini telah membuat banyak anak muda berpaling dari radio.

Menariknya, awalnya lagu ini menuduh radio yang telah berubah komersil dengan memutar berulang-ulang sebuah lagu. Judulnya pun "Radio Ca- Ca" yang berarti radio jelek berdasarkan ucapan putra Taylor. Namun, personil Queen lainnya berkeberatan sehingga mereka meminta Taylor menulis ulang lagu tersebut, dari awalnya mengutuk jadi memuji dengan judul "Radio Ga Ga."

Radio Ga Ga Radio Goo Goo!

Saya tumbuh dengan mendengarkan radio.

Dulu, radio menjadi salah satu makanan sehari-hari saya. Sejak kecil, kuping saya sudah nempel di radio dengan batu baterai sebagai tenaga listriknya.

Acara yang kerap saya dengarkan adalah sandiwara radio, baik yang berbahasa Sunda pun Indonesia. Seru sekali. Sambil mendengarkan dialognya, saya kerap membayangkan wajah-wajah pemerannya.

Berangkat remaja, saya mulai mendengarkan radio yang memutar lagu-lagu baik berbahasa Indonesia pun Inggris. Biasalah ya bila dengerin lagu kan ingin ikutan nyanyi, bukan begitu?

Untuk lagu berbahasa Indonesia sih, mudah aja, lha wong orang Indonesia. Tapi, lain soal untuk lagu-lagu berbahasa Inggris. Ish ish, susah banget mencerna liriknya, di telinga ini kedengerannya hanya waswiswusweswos aja, jadi awikwok banget kan perasaan ini.

Saat itu belum ada yang namanya majalah musik MBS, jadi program radio membahas lirik lagu ini membuat hati senang bukan kepalang.

Ya, di salah satu radio anak muda ada program tentang menulis lirik lagu barat yang tengah ngehits. Jadi, Mas Penyiar yang suaranya merdu mendayu itu mendiktekan kata per-kata dari lagu yang sedang dibahas.

Dari acara inilah saya jadi punya setidaknya 4 buku lirik lagu mbarat, hahaha.

Kirim-kirim lagu juga pernah saya jabani. Dulu sih sering kirim lagunya di radio GMR alias Generasi Muda Radio yang menyiarkan segala sesuatu berbau-bau rock. Diabsen lah nama-nama teman dan gebetan, gak peduli mereka dengerin atau enggak, yang penting lagu diputar dan sudah nyenggol-nyenggol teman.

Radio|sumber : istockphoto via merdeka.com
Radio|sumber : istockphoto via merdeka.com

Dari GMR lah, saya mengenal banyak sekali band rock Indonesia dan luar negeri, dari yang indie sampai yang telah bernaung di label besar.

Zaman itu, saya juga pendengar setia acara ngocolnya Padhyangan di radio Oz. Wahaha, mereka ini pengocok perut nomor wahid. Saking ga mau ketinggalannya, bila gak sempat mendengarkan mereka, saya minta kakak untuk merekamnya.

Nah, saat kuliah, salah satu acara radio yang kerap didengarkan bersama-sama teman kosan adalah kisah horor di radio Ardan. 

Dahlah, ini mah bikin merinding disko, apalagi bila lokasi yang dibahas gak jauh-jauh amat. Menurut saya, penyiar kisah horor ini top banget, bisa menyuarakan keseraman melalui suaranya pun musik latarnya.

Selain menyiarkan acara-acara hiburan, beberapa stasiun radio pun kerap mengadakan kuis yang disponsori oleh perusahaan-perusahaan tertentu. 

Saya sih belum pernah menang, tapi kakak saya lah yang beruntung. Lumayan lah ya dapet tabungan dari radio K-Lite. Aslinya, susah banget loh telpon ke stasiun radio, harus memakai jurus tombol redial berkali-kali.

Radio menjadi alat komunikasi satu arah favorit saya, sampai-sampai pernah membuat saya ingin menjadi seorang penyiar radio.

Ngimpiiiii!!!

Suatu kali saat sedang jadi pengangguran tak tentu arah, di koran ada loker untuk posisi penyiar radio. Tanpa babibu, saya pun gercep bikin surat lamaran dong.

Hasilnya? Zonk-lah.

Lha wong gak punya dasar apa-apa, cuma modal ingin dan nekat doang. Terlalu banget yak.

Etapi anehnya, dipanggil interview, walaupun gak sampai take-vocal. Di sana juga sempat ngobrol dengan beberapa mantan penyiar radio yang juga dipanggil. Jadi tahu sedikit-sedikit tentang dunia kepenyiaran, ehm.

Dulu, saingan terberat dari radio adalah televisi dan koran, namun kemajuan teknologi telah mengubah segalanya. 

Sekarang bila ingin mendengarkan lagu yang diinginkan, gak usah susah-susah minta lagu ke radio atau menunggu sampai dua abad hingga sang penyiar memasang lagu tersebut. Lha iya, tinggal nul nul nul di smartphone, lagu yang ingin kita dengarkan langsung menyapa telinga.

Tapi apapun itu, hingga kini masih banyak pendengar saluran radio yang setia menanti suara merdu dan jernih para penyiar, program yang disiarkan, sampai selingan iklan. Kemajuan teknologi tak serta-merta menghapus siaran radio dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Radio akan tetap jaya di udara!

Selamat Hari Radio Nasional.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun