Lanjut ke perpustakaan SMA.
Berbeda dengan saat di SMP, kala SMA saya jarang ke perpus, ya paling kalau ada tugas atau saat harus menunggu jam pelajaran berikutnya karena kesiangan.
Perpus SMA saya itu beraura dingin jadi saya gak suka berlama-lama di sana. Ruangannya sempit dengan beberapa meja dan kursi yang terpusat di tengah-tengah ruangan.
Pencahayaannya kurang, rak-rak bukunya terlihat angkuh dengan jajaran buku yang gak terlalu saya minati. Â Ya, alih-alih baca buku, saya malah sibuk ngobrol dengan teman-teman yang sama-sama kesiangan. Â
Perpustakaan favorit saya ya pas kuliah lah. Walaupun harus hahehoh naik turun tangga tapi tak membuat saya merasa tersiksa. Â Perpustakaan ini luas dengan banyak jendela kaca besar sehingga sinar matahari dengan leluasa masuk.
Lorong di antara rak-rak bukunya lebar, gak bikin gerah ketika mencari buku. Â Beberapa bangku dan meja diletakan di tengah ruangan, ada pula seperangkat kursi tamu yang empuk. Â
Beberapa meja bagai kubikel setengah jadi menghiasi ruangan itu, diperuntukkan bagi para pembaca yang membutuhkan privasi. Â Selain membaca, saya pun kerap nebeng ngadem, bertemu gebetan, melamun, menikmati pemandangan luar, dan tentu saja mencari kedamaian.
Perpustakaan favorit saya yang lain adalah Gramedia, eh, salah ya itu mah toko buku. heuheu.
Yaa, pokoknya saya dulu kerap membaca banyak buku, tentu saja buku yang tidak dikemas plastik. Waaah kalau sampai buka kemasan mah masuknya sudah pelanggaran nanti dapet kartu merah dari mbak-mas penjaganya. Â
Di toko buku yang terletak di Jl. Merdeka ini saya sangat betah berlama-lama. Â Gak hanya sebagai tempat baca-baca syantik, Gramedia merupakan tempat janjian yang sangat pas. Â Sambil menunggu jam ketemuan, bisa baca-baca buku barang satu atau dua. Â Sekali kayuh, satu dua pulau terlampaui, ya kan.
Sudah satu abad lamanya saya tak pernah mengunjungi perpustakaan manapun, jadi saya gak bisa merekomendasikan salah satunya. Â Â