Salah satu pakaian favorit saya kala masih unyuk-unyuk dulu adalah kemeja flanel. Â Ya, kemeja motif kotak-kotak itu pada dasarnya memiliki kelembutan, ketangguhan, dan kehangatan, sehingga nyaman dipakai.
Saking seringnya memakai kemeja flanel kotak-kotak, seorang teman terheran-heran bila saya menggunakan outfit lain terkhusus motif yang bukan kotak-kotak.
Namun, tak hanya dari sifat dan fungsinya, kemeja flanel yang sering saya kenakan dulu memang tengah tren di antara para remaja yang menyukai musik grunge serta pernak-pernik fesyen yang menyertainya.
Saat itu saya sering memadukan kemeja flanel dengan celana jeans dan sepatu kets. Saya pun kerap menggunakan kemeja ini sebagai pelapis T-shirt demi menambah kehangatan, maklum dulu saya berangkat kuliah jam setengah enam pagi, di mana kabut tipis masih menyelubungi. Â Nah, ketika siang tiba dan terik mentari mulai menyapa, saya tinggal mengikatkan kemeja flanel kesayangan di pinggang. Â Simple dan tentu saja tetap gaya.
Lalu, sejak kapan kah kemeja flanel hadir?
Saat itu tahun 1600-an, Â para pekerja tekstil Wales dengan kreatifnya memanfaatkan kelebihan wol domba untuk menciptakan jenis kain baru yang lembut dan tahan lama dengan tehnik carding.
Nah, cara ini dapat mengurai dan melembutkan benang wol sehingga dapat dijadikan kain yang lebih tipis namun tetap kuat. Â Oleh karena prosesnya dapat dilakukan dengan cepat dan murah, seketika semua para pekerja dan petani mendadak sarimbit memakai seragam berupa kemeja flanel.
Sebutan flanel sendiri kemungkinan besar berasal dari bahasa Wales "gwlanen" yang berarti bahan wol.
Kain flannel pun segera menyebar berkat para pengusaha dan pedagang tekstil ke Inggris dan Perancis.  Di dua tempat itulah, kain flanel  booming karena mereka dapat memproduksi bahan tersebut dengan lebih cepat dan murah.
Nah, karena telah diproduksi secara masal maka semakin banyak orang yang menggunakan pakaian berbahan flanel, dari para pekerja tekstil, batu bara, sampai para pekerja di industri kaca dan besi.
Lalu sampailah flanel di Amerika. Â Hamilton Carhartt merupakan pengusaha yang digadang-gadang telah mempopulerkan flanel di Amerika.Â
Pada tahun 1889, ia meresmikan pabrik kain flanel pertamanya yang berlokasi di Detroit. Â Dari sinilah, para pekerja menengah Amerika mulai mengadopsi kemeja flanel sebagai pakaian kerja mereka dan mulai meninggalkan kemeja berbahan katun yang kerap mereka kenakan.
Segera kemeja flanel menjadi trade mark para pria jantan dan tangguh yang bekerja berat di bidang kontruksi, penebangan kayu, dan infrastuktur.
Selama Perang Dunia ke-2, para tentara Amerika kerap menggunakan seragam dengan lapisan kemeja flanel di dalamnya demi menambah kehangatan. Â Lalu para veteran perang pun menjadikan kemeja flanel dengan dua saku di dada sebagai pakaian sehari-hari mereka.
Kemeja dengan dua saku di dada ini kemudian menjadi kemeja favorit para pecinta alam yang ingin menyimpan pernak-pernik perlengkapan mereka di saku seperti pisau lipat, kompas, atau semprotan serangga sehingga mudah dijangkau.
Kepopuleran kemeja flanel ini pun diperkuat dengan cerita rakyat Paul Bunyan, seorang penjaga perbatasan mistis yang melambangkan kekuatan, kemakmuran, serta etos kerja Amerika dan Kanada. Â
Kemeja flanel pun mulai digunakan oleh para wanita seperti halnya aktris Marylin Monroe. Â Hal inilah yang membuat Pendleton menciptakan jaket flanel pertama khusus wanita yang dilabeli "The 49'er" pada tahun 1949 silam.
Akan halnya gaya kemeja flanel diikat ke pinggang dapat ditemukan di film serial "Duke of Hazzard." Â Dalam film yang dulu kerap saya tonton itu, sang tokoh wanita kerap mengikatkan kemeja flanelnya di pinggang dengan paduan celana pendek denim.
Pada tahun 90-an, kemeja flanel tak hanya digunakan oleh para pria tangguh yang bekerja atau berkativitas di luar ruangan saja namun masuk ke alam mode para pengusung dan penikmat musik grunge.
Ya, Kurt Cobain dan Eddie Vedder, dua ikon musik grunge itu sering kedapatan memakai kemeja flanel longgar. Â Para remaja pun mulai berdandan ala idola mereka untuk mendukung musik dan budaya anti-kemapanan yang tengah meraja kala itu. Â Kemeja berbahan flanel pun berubah haluan, dari murni utilitas menjadi bentuk gaya dan ekspresi diri.
Namun, tak hanya grunge, para penggemar musik hip-hop pun mulai memakai kemeja flanel sebagai pelapis hoodie dan T-shirt mereka. Gaya ini dicetuskan oleh Ice Cube di video musiknya yang berjudul "It Was A Good Day" pada tahun 1992 silam.
Pada pertengahan tahun 2000, kemeja flanel mengalami sedikit penurunan dalam dunia mode digantikan dengan cardigan. Â Namun, pada tahun 2013 Â kemeja flanel mulai naik daun lagi ketika Hedi Slimane yang sangat menyukai grunge meluncurkan koleksi pertamanya sebagai direktur kreatif Saint Laurent.
Nah, tahun 2020-an, kemeja flanel kembali naik ke permukaan setelah Bella Hadid, Katie Holmes, Victoria Beckham sampai Brad Pitt tertangkap kamera mengenakannya. Rumah mode seperti Gucci, Chloe, dan Burberry pun ikut meramaikan catwalk dengan koleksi flanelnya.
Adanya pandemi global yang memaksa para pekerja untuk bekerja dari rumah membuat kemeja flanel dengan kenyamanan dan fleksibilitasnya kembali menjadi pusat perhatian.Â
Akhir kata, kemeja flanel dengan semua sifat dan fungsinya telah melampaui dekade, genre, kelas, dan generasi. Â Dan rasanya hal ini akan terus berlanjut hingga nanti.
Sekian.
Referensi bacaan : glamour, chivmen, bespokepost, refinery29.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H