Setelah hampir dua tahun gak kemana-mana, jiwa piknik saya pun meronta-ronta. Dan sebagai rakyat jelata pengabdi angkutan umum garis keras, rasanya rindu sekali naik kereta api yang bunyinya tak tut ...tut ...tut... lagi.
Nah, karena naik kereta api jarak jauh harus banyak persiapan sekaligus wajib membawa surat keterangan hasil negatif rapid test 1x24 jam sebelum keberangkatan maka ya sudah naik kereta api lokalan saja.Â
Saat masuk ke dalam stasiun, saya merasa terwow-wow ketika melihat ada skybridge di stasiun kereta api Bandung. Fasilitas ini mulai dibangun sejak bulan Desember 2019 dan diujicobakan sejak tanggal 23 September 2020 silam.Â
Saya sendiri terakhir ke stasiun yang telah berdiri sejak tahun 1884 itu pada bulan Maret 2020 namun belum melihat tanda-tandanya.
Nah, skybridge ini memudahkan para penumpang menuju peron tujuan. Ya kan kita gak bisa asal tabrak peron ala Harry Potter, jadi dengan adanya fasilitas skybridge ini, para penumpang tak perlu melintas rel atau naik-turun kereta untuk berpindah peron.
Skybridge yang terdiri dari 5 gate dan menghubungkan jalur 1-7 ini dilengkapi dengan travelator sepanjang 33 meter yang aman dan ramah terhadap para penyandang disabilitas.
Kembali ke jalan-jalan, tadinya agak bingung juga sih menentukan tujuan. Apakah mau ke Padalarang beli ulekan batu, ke Cicalengka menikmati sate jebred, atau ke Rancaekek memborong lakar dan opak linggar, pusing tujuh keliling.
Namun setelah utak-atik gathuk, akhirnya diputuskan untuk naik kereta tujuan Purwakarta berhenti di stasiun Plered. Disamping waktu tempuhnya pas yaitu sekitaran 2 jam, pun dapat langsung menikmati sajian sate Maranggi yang ada tepat di samping stasiun.
Kereta api yang digunakan adalah rute Cibatu -Purwakarta alias Cibatuan dengan frekuensi perjalanan satu kali pulang-pergi. Rute kereta ini berangkat pukul 10.00 dari Cibatu dan sampai di Bandung pukul 13.37.Â
Pembelian tiket dapat melalu KAI Acces atau langsung di stasiun untuk pemberangkatan di hari yang sama. Kemarin ini saya langsung beli tiket di loket stasiun dengan memperlihatkan KTP. Ya, cukup dengan NIK, seseorang dapat sudah terdeteksi apakah telah divaksin atau belum.
Setelah membayar tiket sebesar Rp. 8.000,- para penumpang langsung bisa masuk ke dalam stasiun dengan memindai barcode tiket terlebih dahulu.
Saat itu waktu sudah mepet, dengan heroik saya dan teman perjalanan pun berlarian, maklum lah ya takut ketinggalan kereta, kan bukan filmnya Pak Teguh Karya, ehehe. Nah, adanya skybridge sangat membantu acara lari-larian ini. Beneran loh, berasa orang sibuk padahal gabut.
Kereta lokal Cibatuan ada di peron 4, tergesa saya memasuki rangkaian kereta yang dalam setiap gerbongnya ada 106 tempat duduk dengan susunan 3-2.Â
Namun, karena masih pandemi maka hanya disediakan tiket sebanyak 70% dari tempat duduk yang ada. Saat saya naik, penumpangnya gak banyak namun menyebar di seantero gerbong jarang ada yang bergerombol.
Kereta api berangkat pukul 13.58, pintu pun ditutup, AC jalan, adem lah lumayan daripada harus ngadem dalam kulkas. Tempat duduk kereta ekonomi lokal ini sudah nyaman, gak seperti dulu lagi.Â
Lumayan empuk dan luas. Kaki penumpang yang berhadapan masih leluasa gak beradu, kecuali yang kakinya sepanjang tiang bendera, eh.
Ada stop kontak 2 biji dan meja tempel. Jendelanya berupa kaca panorama dupleks dengan lapisan laminasi isolator panas sangat cucok meong untuk memandangi keindahan alam di luar sana.Â
Kereta api lokal ini berhenti di banyak stasiun kecil. Dari Bandung ke Plered, kereta akan berhenti di stasiun Ciroyom, Cimindi, Cimahi, Gadobangkong, Padalarang, Cilame, Sasaksaat, Maswati, Rendeh, Cikadongdong, baru Plered. Sedangkan untuk ke Purwakarta masih melewati stasiun Sukatani dan Ciganea.
Perjalanan Bandung-Plered sangat menyenangkan karena melewati jembatan Cikubang yang berada di Cipatat. Jembatan aktif terpanjang di bumi pertiwi ini bikin dag-dig-dug saat melewatinya saking panjangnya.Â
Selain jembatan terpanjang, kereta api ini juga melewati terowongan Sasaksaat yang membelah perbukitan Cidepong. Terowongan ini memiliki panjang 950 meter dan menjadi terowongan aktif terpanjang di Indonesia.
Bantalan rel kereta di terowongan ini setiap 3 jam sekali sebelum atau setelah kereta lewat selalu dicek agar keamanan perjalanan kereta terjamin.Â
Pengecekan ini terbagi menjadi 3 shift dengan mengandalkan satu orang petugas pershiftnya. Bayangkan mereka harus bolak-balik jalan kaki sambil mengecek sejauh 2 km, sendirian pula. Apresiasi setinggi-tingginya buat para pekerja KAI ini.
Nah, setelah 2 jam berkereta tibalah saya di stasiun tujuan yaitu Plered. Stasiun kecil yang sangat bersih dan rapi. Saya memiliki waktu 2 jam sebelum kereta Cibatuan datang mejemput.
Plered ini terkenal dengan kerajinan gerabahnya, namun karena saat itu hujan bikin gak mood untuk mencari tahu di mana para gerabah itu bersemayam. Alhasil, terdamparlah di sentra sate Maranggi yang berada tepat di samping stasiun Plered.
Sate Maranggi ini adalah kuliner khas Purwakarta yang di setiap tusuknya terdiri dari 3 potong daging yang memiliki filosofi tersendiri. Ya, tiga potong daging itu melambangkan tri tangtu berupa tekad, ucap, dan tindakan.
Sate yang diciptakan oleh Mak Ranggi pada sekitar tahun 1960-an itu dagingnya direndam dulu dalam bumbu rempah-rempah sebelum dibakar. Nah, Mak Ranggi ini lama-kelamaan bergeser pengucapannya menjadi Maranggi.
Sate Maranggi yang saya nikmati kemarin ini dibanderol dengan harga Rp. 2.000,- pertusuknya. Langsung dibakar oleh sang penjual di depan para pembeli sehingga asap sate pun merajalela kemana-mana.Â
Ada dua pilihan saus yaitu saus kecap dan saus kacang. Sedangkan nasi yang dibungkus daun menjadi teman makan sate yang rasanya endang-markindang itu.
Setelah makan sate dan cemal-cemil kudapan, saatnya kembali ke dalam stasiun untuk menunggu kereta yang datang dari Purwakarta. Beli tiket dan scan barcode lagi.Â
Penumpangnya hanya sedikit, banyak kursi yang kosong jadi bisa selonjoran. Setelah dua jam berjalan dalam kegelapan, akhirnya kereta pun sampai di Bandung pukul 20.05.
Nah, buuuunnddd, kalau mau piknik tipis-tipis bersama krucils bisa dicoba naik kereta api lokal seperti ini. Disamping murah meriah gak pake muntah, anak-anak pasti suka karena naik kereta api itu menyenangkan. Lagipula ya, dodol aja picnic, masa kita enggak, heaaaa!!
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H