Dah lah naik bus zaman itu mah stamina harus selalu prima!
Saya pun kerap naik bus dengan dua sahabat yang kebetulan rumahnya satu jurusan. Â Biasanya bila sudah duduk manis di kursi pasti acaranya diisi dengan tidur atau curhat. Â Momen-momen seperti ini kerap diiringi oleh suara cempreng pengamen dan promosi para penjaja asongan yang sigap meletakkan dagangannya di pangkuan. Â Permen jahe, tissue, sukro, kwaci, cotton buds, peniti, plester penutup luka, gunting, pisau, sampai alat serut wortel merupakan beberapa barang yang kerap dijajakan.
Tahun 2015, bus Damri telah menarik semua armada lama dan menggantinya dengan Euro 3. Â Adem karena ber-AC, luas dengan tempat duduk yang berhadapan, dan bersih. Â Nyaman sekali. Â Â
Namun rasa nyaman itu nyatanya tak bisa membeli kenangan lama akan bus kota butut yang berjalan terseok-seok dengan aroma gosong kopling, penumpang yang bertumpuk, dan tentu saja rasa semringah ketika berhasil duduk bersebelahan dengan kecengan sepanjang masa, eh.
Naik bus Damri jadul berbentuk kotak dan bercat putih-biru itu banyak ngeselinnya tapi kok ya membuat rindu. Â Ada hal-hal yang tak
tergantikan, bahkan oleh armada sesama bus sekalipun. Â Oleh karena itu Perum Damri pada tahun 2017 silam merilis ulang 2 bus jadul yang telah direkondisi untuk rute wisata plus ajang bernostalgia anak-anak generasi 90-an.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H