Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Dr. Martens, dari Sepatu Kelas Pekerja Menjadi Ikon Budaya Populer yang Tak Lekang oleh Masa

11 Oktober 2021   11:50 Diperbarui: 12 Oktober 2021   06:34 2861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa sepatu yang ditakdirkan menjadi ikon budaya populer di dunia ini, salah satunya adalah sepatu boots Dr. Martens atau kerap disebut docmart.

Ya, sepatu ini dulu pernah membuat saya ngiler tujuh ember.  Ingin sekali memilikinya namun apa daya bisanya beli sepatu Warrior dan sendal jepit Swallow, haha. 

Docmart itu mahal, dulu harganya bisa sampai ratusan ribu dan gak di sembarang toko ada.  Bandingkan dengan harga sepatu kets dalam negeri yang dibanderol seharga 35 ribu rupiah saja.

Saya sendiri mengetahui sepatu ini dari majalah Gadis.  Iyak, gini-gini juga dulu mah langganan majalah cewek, eheheh. Bila tak salah ingat zaman itu model-model yang sering nampang adalah Bucek Depp, Cornelia Agatha, Ari Sihasale, dan Loemongga.  Dan sesi sepatu docmart itu nongol saat para model mengenakan kostum bertema Grunge.  

Ya, saya tahu Docmart saat aliran musik grunge naik ke permukaan pada tahun 90-an. Salah satu ikon grunge yang kerap tertangkap kamera menggunakan sepatu berbahan kulit dan sol berbantalan udara itu siapa lagi kalau bukan vokalis kesayangan, Eddie Vedder.

Eddie Vedder|Tumbler - Doc Marten Heaven
Eddie Vedder|Tumbler - Doc Marten Heaven
Walaupun terkenal di tahun 90-an, nyatanya cikal bakal docmart telah diciptakan sejak tahun 1945 oleh Dr. Klaus Martens, seorang tentara yang mengalami patah kaki ketika bermain ski.

Nah, selama pemulihan kakinya tersebut, Dr. Martens merasa tak ada sepatu yang enak dipakai, oleh karena itu dengan heroiknya, sang dokter berusia 25 tahun itu membuat sepatunya sendiri dengan material sol berbantalan udara.  

Dari membuat sepatu untuk keperluan pribadi, ia pun terpikir untuk memperkenalkan kepada khalayak luas.  Nah, dengan bermodalkan sepatu tentara terakhirnya dan sebuah jarum, ia pun membuat prototipe sepatu dan menyerahkannya kepada seorang teman lamanya yang seorang insinyur mesin, Dr. Herbert Funck.

Dr. Klaus Martens dan Herbert Funck|Northamptonshoes
Dr. Klaus Martens dan Herbert Funck|Northamptonshoes
Jiwa bisnis duo ini mengantarkan mereka menjadi produsen alas kaki inovatif di Munich dengan memanfaatkan karet dan perlengkapan militer bekas pakai pada tahun 1947.  Sol produksi mereka yang empuk membuat alas kaki ini langsung populer di kalangan ibu rumah tangga dan para wanita dewasa.

Bisnis mereka pun mulai dikembangkan sampai luar negeri dengan memperkenalkannya melalui majalah-majalah di seluruh Eropa.  Beruntungnya, iklan mereka dilihat oleh Bill Griggs, pengusaha sepatu di Northamptonshire yang di kemudian hari membeli hak paten mereka untuk memproduksi sepatu boots kerja.

Bill Griggs yang merupakan generasi ketiga dari pemegang bisnis keluarga yang bergerak di bidang persepatuan, R. Griggs Group Ltd ini kemudian mengadaptasi desain Dr. Martaens dengan sedikit perubahan sana-sini termasuk memperkenalkan jahitan kuning kontras yang di kemudian hari menjadi ciri khas sepatu docmart.

Griggs memang menamai ulang sol sepatu Dr. Martens dengan AirWair, namun sebagai penghormatan kepada Dr. Martens, ia memperkenalkan sepatu boots bermerk Dr. Martens pada tahun 1960 dengan ciri khas material kulit sapi halus dengan delapan lubang yang dikenal dengan seri 1460 yang merupakan tanggal rilisnya (1/4/1960).

Dr. Martens atau docmart awalnya dijual seharga 2 poundsterling sebagai sepatu boots pasangan pakaian kerja yang langsung populer di kalangan pekerja pabrik, pekerja pos, penambang, dan polisi.  Sampai suatu saat, pentolan The Who, Pete Townshend mengubah alurnya.  

Pria yang kini berusia 76 tahun itu adalah wajah revolusi mode Inggris.  Ia memilih mengenakan sepatu docmart yang lebih fungsional dan nyaman digunakan daripada berlama-lama dengan penampilan yang ia sebut pohon natal berjalan.

Sebagai salah satu karakter paling berpengaruh kala itu, Pete Townshend telah berperan penting dalam menciptakan salah satu citra budaya pop tahun 70-an yang paling menentukan.

Pete Townshend-Gitaris The Who|The Guardian
Pete Townshend-Gitaris The Who|The Guardian

Pete Townshend dengan bandnya The Who, terkenal di kalangan anak muda yang ingin mempertahankan gaya hidup mapan dengan berpenampilan necis, bersih, dan rapi yang dijuluki Mods.  Istilah Mods sendiri berasal dari modernis yang inspirasinya dari pemusik jazz kulit hitam di Amerika yang selalu tampil necis.  Saat dipakai Townshend lah, docmart mulai dikenal oleh kalangan ini.

Budaya mods sendiri merupakan cikal-bakal dari skinhead.  Ya, skinhead adalah mods aliran keras yang didominasi dengan para pekerja kelas bawah yang tak mampu membeli item fesyen ala mods.

Para pengikut skinhead bangga menjadi kelas pekerja dan mengukuhkan diri sebagai anti-fesyen.  Mereka kerap memadukan docmart berwarna merah ceri dengan kemeja, suspender,  dan celana denim. Kabar buruknya, di kemudian hari mereka dicap rasis karena sempat bertikai dengan para imigran dari Pakistan dan Asia Selatan yang dipicu oleh masalah pekerjaan.  

Skinheads|The Guardian
Skinheads|The Guardian
Hal inilah yang membuat nama docmart di kaki para skinhead menjadi buruk karena citra ketakutan dan kebencian yang mereka bangun.  Rasisme dan kemarahan telah merenggut docmart dari para pekerja lalu masuk ke dalam dunia sub-kultur anak muda.

Seiring dengan berjalannya waktu, docmart dapat berpijak kembali dengan menunjukan daya tahan dan fleksibilitasnya untuk berubah sesuai kebutuhan.  Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood yang menggerakkan gaya punk nan provokatif ada dibalik kembalinya docmart sebagai sepatu anak muda.  

Viv Albertine digadang-gadang menjadi wanita pertama yang memadukan gaun dengan docmart.  Albertine merupakan personil The Slits dan teman dekat bassist band punk, Sex Pistols, Sid Vicious.  Ia mengungkapkan bahwa Vicious kerap membuatnya berada di tengah perkelahian, itu lah sebabnya ia mulai mengenakan sepatu tangguh bergaya maskulin tersebut.  Selain punk, docmart pun kembali bersinar walaupun dalam gelapnya komunitas Goth.

Docmart seri Sex Pistols|Tone Deaf
Docmart seri Sex Pistols|Tone Deaf
Pada pertengahan tahun 1980-an, band-band punk Amerika mulai mengadakan tur konser ke Inggris dan mereka pulang dengan menenteng sepatu docmart sebagai cendera matanya.  

Alas kaki ini pun segera populer di Amerika terlebih ketika telah dijual di negara itu dan dikenakan oleh para personil band  pengusung aliran grunge yang tengah naik daun seperti Pearl Jam, Nirvana, Soundgarden, The Melvins, dan Alice in Chains.  Docmart segera menjadi ciri khas dari penganut aliran musik ini berpadu dengan jeans robek dan kemeja flanel.

Di Inggris sendiri, aliran britpop mulai meraja dengan band-band seperti Blur, Pulp, Suede, dan Oasis.  Dan docmart masih menjadi pilihan untuk tampilan semi formal dan modis dari anak-anak muda kelas menengah seperti halnya personil Blur,  Damon Albarn, Graham Coxon, Alex James, dan David Rowntree.

Blur|Ilustrasi : Enbrogue
Blur|Ilustrasi : Enbrogue
Tanpa musik docmart hanya akan menjadi sepatu pekerja.  Komunitas musik telah membuat docmart tak terpisahkan dengan mereka.

Setelah mengalami masa kejayaan yang cukup lama, pada pergantian milenium docmart mengalami penurunan penjualan bahkan Griggs and Co pun kolaps yang mengakibatkan mereka harus menutup hampir semua pabriknya.  

Tak dinyana, mereka akhirnya bisa bangkit kembali dengan melakukan revitalisasi branding yang menghubungkan mereka dengan para desainer global seperti Vivienne Westwood dan Jimmy Choo.  Docmart tak hanya menjadi sepatu pekerja lagi namun secara resmi mendefinisikan dirinya sebagai item fashion.

Sejak saat itu, docmart kembali ke jalurnya  dengan kebangkitan merek mereka.  Konsep ekspresi diri, kebebasan berpikir,  dan pemberontakan merupakan inti dari identitas docmart.

Akan halnya kesederhanaan, kepraktisan, daya tahan, dan kenyamanan menjadikan sepatu docmart ideal dipakai dalam segala cuaca dan medan.

Hingga kini, docmart masih bertahan dengan segala keunggulannya terlebih setelah berkolaborasi dengan merek-merek besar seperti Stussy, Marc Jacobs, dan Supreme.

Sekian.

Referensi bacaan : The rake, Heddels, Fabrik, dan The Londoner.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun