"Ada tukang bubur lewat depan rumah di Doha, euy," begitu kata teman saya di grup alumni pagi tadi. Â Ya, menikmati makanan Indonesia adalah hal yang langka baginya. Bubur ayam kuah kuning dengan topping seabreg yang dapat ia santap pagi tadi adalah hasil open PO mamak-mamak Indonesia.
Alhasil obrolan itu pun merangkak ke berbagai jenis bubur ayam dan asalnya. Â Teman yang ada di Kalimantan langsung teringat akan bubur ayam di Samarinda yang juga berkuah kuning. Â Bubur ayam kuah kuning pun dapat dinikmati di daerah Cianjur dan Kuningan.
Bila saya berkunjung ke Yogyakarta, saya kerap menikmati bubur gudeg Bu Parto Utomo yang endes secara warung bubur ini berada dekat dengan rumah bude saya. Â Selain bubur gudeg, kini ada pula bubur lodeh. Ya, bubur berkuah sayur lodeh dengan topping telur ceplok dan kerupuk ini dapat dinikmati di salah satu warkop di sekitaran Jalan Kebon Bibit, Â Bandung. Â
Saya sendiri kerap mengolah bubur dari nasi sisa kemarin. Daur ulang gitulah, agar tak ada yang kecewa antara nasi dan saya. Â Nasi tak menjadi basi, saya mendapat menu baru, ya kan?
Biasanya saya menggunakan panci presto untuk mengolah bubur. Nasi, air kaldu, garam, daun salam dimasukan ke dalam panci presto lalu dimasak sampai menjadi bubur.
Resep bubur ayam sudah sering saya eksekusi, baik yang berkuah kuning atau pun yang tak berkuah. Namun, beberapa waktu lalu saya tertarik membuat bubur Manado karena terinspirasi dari pohon pepaya Jepang yang tumbuh di samping gazebo rumah teman, tempat biasa kami nongki-nongki.
Daun tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah itu mirip sekali dengan daun gedi yang banyak tumbuh di daerah Sulawesi Utara sehingga mengingatkan saya akan sang bubur.
Pepaya Jepang dan Gedi memang memiliki kesamaan bentuk daun namun keduanya tidak ada dalam satu suku. Â Bila Pepaya Jepang masuk ke suku kastuba-kastubaan maka tumbuhan gedi masuk ke dalam suku kapas-kapasan.
Tapi karena sudah ngeces ingin menikmati bubur Manado maka dipanen lah daun pepaya Jepang itu walaupun agak horor juga sih karena daun ini mengandung asam sianida yang bersifat racun. Â Oleh sebab itu sang daun harus dimasak sekitar 5 sampai 15 menit agar racunnya terurai. Eh tapi kalau daun yang dikonsumsinya gak sampai sekarung sih aman-aman aja ya. Â
Selain daun gedi, di dalam olahan bubur Manado biasanya terdapat labu kuning, singkong, bayam, kangkung, jagung, dan kemangi.
Seperti namanya, Bubur Manado merupakan olahan bubur yang berasal dari daerah Manado, Sulawesi Utara namun ada pula yang mengatakan dari Minahasa. Â Bubur ini juga dikenal dengan nama Tinutuan. Â
Menurut Wikipedia, asal kata dan sejak kapan tinutuan ada, belum diketahui dengan jelas. Â Namun, kata ini telah dijadikan moto kota Manado menggantikan "berhikmat", sejak tahun 2005 di bawah kepemimpinan Walikota Jimmy Rimba Rogi.
Nah, bubur Manado ala saya ini terhitung sederhana dan mudah membuatnya karena hanya menggunakan sedikit bahan. Selain itu saya pun memanfaatkan nasi sisa semalam. Â Namun, rasanya tetap mantap jaya, kok. Gak percaya, yuk bikin!
Resep  Bubur Manado
Bahan :
2 mangkok nasi
1 liter air atau sesuaikan dengan tekstur bubur yang diinginkan.
1/4 bagian labu kuning ukuran kecil, cuci, serut
6 lembar daun pepaya Jepang, siangi, cuci.
Secukupnya garam
Kondimen :
Bakwan jagung
Ikan asin
Sambal roa
Cara membuatnya :
1. Â Masukan nasi, air, dan garam dalam panci presto. Presto selama kurang lebih 5 menit, matikan kompor.
2. Â Buka tutup panci presto, nyalakan kembali kompor lalu masukan serutan labu kuning. Masak sampai labu lunak. Setelah itu tambahkan daun pepaya Jepang, masak 5 menitan atau sampai lunak.
3. Â Sajikan bubur dengan ikan asin goreng, bakwan jagung, dan sambal roa.
Selamat mencoba.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H