Tanaman cincau berasal dari Tiongkok Selatan dan Indocina. Â Tanaman ini kerap dijadikan salah satu bahan pengobatan tradisional orang-orang Tionghoa seperti panas dalam, gatal-gatal, dan diare.Â
Kata cincau sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau atau Xiancao, yang dilafalkan oleh orang-orang Tionghoa di Asia Tenggara menjadi cincau.
Di dunia ini, secara umum cincau dibagi menjadi dua jenis yaitu cincau hitam dan cincau hijau. Bila bulan ramadan tiba, di pasar tradisional dekat rumah saya bermunculanlah cincau hitam ini, namun lama kelamaan cincau hitam ini digeser oleh agar-agar rumput laut warna hitam. Sama-sama kenyal namun berbeda rasa dan aroma.
Cincau hitam sendiri berasal dari tanaman bernama Janggelen (Mesona Palutris). Berbeda dengan cincau hijau, cara membuat cincau hitam ini mengharuskan daunnya dijemur terlebih dahulu lalu direndam dalam air hingga substansinya berubah menjadi gel. Lama pembuatan cincau hitam ini kurang lebih 8 jam.
Cincau hitam memiliki banyak manfaat di antaranya sumber anti oksidan, mencegah diabetes, anti bakteri, meningkatkan kekebalan tubuh, dan baik untuk sistem pencernaan.
Bagaimana dengan cincau hijau?
Cincau hijau memiliki banyak jenis di antaranya cincau Cina (Cocculus Orbiculatus), Cyclea Barbata, cincau perdu (Premna Oblongifolia), cincau minyak (Stephania Hernadifolia), sumbat kendi (Stephania Capitata Spreng), cuwing (Tiliacora Triandara), dan dolar rambat (Ficus Fumilia).
Nah, es cincau yang kerap dijajakan di sekitar rumah saya berbahan dasar daun cincau perdu. Â
Sama dengan cincau hitam, cincau hijau pun memiliki banyak sekali manfaat di antaranya dapat menurunkan tekanan darah, menyehatkan pencernaan, menangkal radikal bebas, menstabilkan kadar gula darah, mengobati panas dalam dan sakit tenggorokan, mencegah osteoporosis, serta mengatasi gangguan lambung.