Salah satu masakan yang jarang saya olah adalah buntil. Mengapa? Â karena pembuatannya yang ribet. Â Berbeda dengan mendiang simbah, blio adalah pembuat buntil lumbu atau daun talas yang mumpuni dengan rasa nendang, maknyus, endol takendol-kendol, ngeunah.
Setiap memasak buntil simbah selalu menggunakan kuali segede gaban dengan kompor minyak tanah yang sumbunya baru diganti. Â Daun talasnya pasti dapat minta, kecuali ada di suatu masa kami menanam pohon talas secara membabi-buta di pekarangan samping rumah yang seluas daun kelor itu, heuheu.
Dirunut dari keberadaannya, buntil merupakan masakan dari daerah Banyumas. Ya, tak hanya terkenal dengan mendoannya, The Golden Water itu terkenal pula dengan olahan buntilnya, baik buntil daun talas, daun pepaya, ataupun daun singkong. Namun pada dasarnya buntil dikenal sebagai olahan khas dari tanah Jawa, termasuk Banjarnegara, Temanggung, dan Magelang.
Bungkusan yang diuntil-until (diikat-ikat) adalah kepanjangan dari buntil. Dalam pengolahannya buntil musti diikat dengan tali, biasanya tali dari bambu yang disisit tipis, benang kasur, atau tali lainnya asal jangan tali jemuran tetangga, nanti takutnya kena sleding.
Tujuan buntil diikat agar isinya tidak ambyar kemana-mana dan tentu saja agar terlihat ciamik ketika disajikan. Â Dulu simbah biasanya mengisi buntil dengan kelapa parut, teri nasi/medan, dan petai selong/mlandingan.
Nah, kali ini saya menambahkan tempe di dalam isiannya. Omong-omong tentang tempe kemarin saya menerima surat edaran dari paguyuban tahu tempe Jawa Barat tentang pemberitahuan mogok produksi selama tanggal 28-30 Mei 2021 serta kenaikan harga tahu tempe yang akan digeber pada hari Senin nanti.
Kenaikan harga produk tahu dan tempe ditetapkan sebesar 15-25%, hal ini dikarenakan harga kedelai impor mengalami kenaikan. Dan tahun ini sudah kedua kalinya. Â
Dilansir dari Bisnis.com, data Chicago Board of Trade (CBOT) menunjukan harga kedelai dunia pada bulan Mei ini berkisar di angka US$15,42 per bushels. Terdapat kenaikan sekitar 8,12% dibandingkan dengan harga penyediaan April yang berada di level US$14,26 per bushels. Â Hal ini dipicu karena melonjaknya impor Tiongkok dan belum tibanya masa panen.
Keran impor kedelai Indonesia sendiri mulai dibuka lebar sejak tahun 1998 saat krisis moneter melanda negeri ini. Â Mengapa harus impor? Karena pasokan kedelai dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pasar. Rata-rata kebutuhan kedelai dalam negeri ada di angka 2 sampai 3 juta ton pertahun, sedangkan pasokan dalam negeri hanya dapat menyediakan 300.000 ton saja. Waah, jauh bingits ya.
Dan sebagai konsumen setia sumber protein nabati tersebut, saya hanya bilang "ya sudahlah" ala Bondan Prakoso.