Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kamera Saku Analog dan Digital, Pengiring Perjalanan Fotografi Amatiran ala Saya

21 Maret 2021   21:04 Diperbarui: 21 Maret 2021   21:14 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamera saku digital Kodak saya, sudah lama mati segan hidup tak mau karena batre li-ionnya ngap-ngapan. Kodak masih menjadi merk yang terpercaya bagi saya walaupun endingnya gak semanis drama Korea romantis.

Tahun 2012 Kodak telah menghentikan produksi kameranya dan beberapa waktu silam giliran merek satunya yang menyusul pidihil sudah beroperasi selama 84 tahun, bo!

Ya,  Olympus has fallen, beibi, dan tak ada yang bisa menyelamatkan termasuk Gerard Butler, eh. 

Saya mengenal kamera sejak masih piyik dimana saya sering ngumpet bila akan di foto.  Bukan karena si kameranya memberi sensasi mbelduk kayak di zamannya Billy The Kid tapi karena juru fotonya brewokan. Syerem akutuuuuu.

Akan halnya mencekrekan kamera dengan jari-jari trampil ini adalah saat SMA.  Iyak, dulu itu masih zamannya kamera analog di mana sang kamera ditenagai dengan batu baterai alkaline dan memakai film rol-rolan dengan ASA yang bukan harapan.  Ucok kali harapan eh harahap itu mah.

Ya, ASA kependekan dari American Standardization Association ini adalah ukuran tingkat kepekaan film dalam menangkap cahaya.

ASA ini ada tingkatannya dari 100, 200, 300 sampai 400.   Dulu sih seringnya memakai yang 100 karena terinspirasi oleh Pak Ogah, "cepek dulu dong", hayaah.

Nah, kalo filmnya sendiri ada yang Black and White kayak lagunya Michael Jackson, adapula yang Color walau gak se-Color Me Bad.

Dalam satu rol film terdapat berberapa frame dari 12, 24, 36, sampai 48.  Biasanya sih suka dikasih bonus sama Fuji atau Kodak film, walau gak segede gaji ke-13 tapi lumayan lah bikin hati gembira.

Nah, setelah dicekrek-cekrekin kameranya, satu rol film itu pun harus dicuci di studio foto karena dirinya gak bisa mencuci sendiri bagai Rinso.

Setelah dicuci menjadi berbentuk klise, baru deh dicetak.  Itu pun harus dilihat, diraba, dan diterawang dulu dengan saksama.  Jangan sampai ada foto yang tak diinginkan lolos sensor secara nyetak satu lembar foto itu lumayan mihil bila dibandingin dengan jajan sebungkus kerupuk jendil.

Sebagai penutup, rangkaian foto itu ditempel dalam sebuah album atau figura dan bisa dipandangi sesuka hati kita, kitaaa? Saya aja kaliiiik.

Kamera saku analog memiliki kelebihan, iyak gak hanya lemak aja yang suka kelebihan. Kamera ini hemat baterai, bobotnya ringan, resolusinya besar, awet, tahan banting, dan foto yang dihasilkannya vivid.  Kamera jenis ini pun dapat melatih insting penggunanya dalam mendapatkan hasil jepretan yang oke punya.

Tahun 2000-an saya mulai melirik kamera saku digital. Awalnya kabita alias ngeces melihat teman mencekrekan kameranya saat kami jalan-jalan.  Keren banget itu kamera, pikir saya dengan noraknya.  

Bagaimana tidak, saat motret gak usah untap-intip tapi cukup melihat di layar LCD-nya, hasil foto yang tak diinginkan pun bisa dihapus secara kilat. Selain bisa menjepret dengan jumlah banyak tergantung memory-nya juga bisa merekam video, gimana gak cetar tuh.

Karena terlanjur nepsong, habis gajian langsung cus ke Jonas dan bawa pulang kamera saku digital idaman. Dulu harganya masih lumayan bikin dompet merana tapi namanya juga sudah kebelet ya ditendang aja rasa merananya.

Tanpa menunggu lama dengan keheroikan tingkat Om Darwis Triadi, saya dan teman-teman langsung ngacir jalan-jalan menjajal si kamera anyar. Cekrak-cekrek sesuka hati tanpa khawatir kehabisan film lagi, ya paling apesnya kehabisan baterai. Oleh karena itu memiliki baterai serep adalah kewajiban yang haqiqi.

Selain Kodak, Fuji dan Casio adalah dua merek kamera saku digital yang pernah saya gunakan.

Kamera digital pun memiliki kelebihan di antaranya hasil foto dapat dilihat dengan cepat, foto dapat diberi efek khusus dengan dukungan komputer, hasil foto permanen, dapat disimpan lama tanpa adanya perubahan baik warna maupun ketajaman gambar. Kamera jenis ini pun ramah lingkungan karena tak ada bahan kimia yang terlibat.

Setelah yuk dadah yuk bye bye kepada kamera saku analog, kini giliran kamera saku digital yang harus termakan lubang hitam zaman.  

Saat ini smartphone menjadi andalan dengan fitur kameranya yang memanjakan para pecinta fotografi amatiran seperti saya.

Salam cekrak-cekrek!

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun