Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Mengenang "Frogstomp", Album Pertama Silverchair yang Mengguncang Dunia

28 Mei 2020   14:54 Diperbarui: 29 Mei 2020   18:12 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperempat abad sudah kaset ini bersemayam di tempatnya dan jarang disentuh. Yap, kaset bercover kodok ini sudah memasuki usia perak. Usia yang lumayan tuir, namun demikian album yang rilis tahun 1995 ini muatannya tetap berkilau.

Sebenarnya saya nggak beli kaset ini, cuma pinjem tapi si kaset nggak mau dibalikin, heuheu. Ya gimana lagi, lha wong pemiliknya pun sudah merelakan dengan hati lapang karena hobinya sudah beralih dari mendengarkan musik jadi memelototi monitor komputernya yang berisi game-game sepak bola.

Jadi dengan senang hati saya pun menampung kaset yang berisi nomor-nomor cetar dari sebuah band asal Australia yang bernama Silverchair ini.

Ilustrasi : buzzfeed | Silverchair, dulu dan sekarang.
Ilustrasi : buzzfeed | Silverchair, dulu dan sekarang.
Muatan album dari band yang beranggotakan Daniel Johns(vocal/gitar), Ben Gillies (drum), dan Chris Joannou (bass) itu sungguh edun untuk remaja berusia sekitar 15 tahunan.

Kebeliaan tidak menghalangi mereka untuk menghadirkan sebuah album masterpiece yang tetap berkilau dari tahun ke tahunnya. Album ini pun sukses terjual jutaan kopi dengan nomor-nomor orisinil yang menghentak dengan sentuhan musikalisasi yang indah.

Diawali dengan "Israel's Son" yang beraroma metal-grunge, Silverchair mendadak menjadi kumpulan remaja berwajah manis tapi garang. 

Nomor yang berkisah tentang sebuah kegelisahan ini dibangun dari permainan bass Joannou yang megintimidasi lalu disambut suara drum Gillies yang menghentak dan berat, sebuah permainan yang tak disangka dilakukan oleh remaja berusia belasan tahun.

Saya menyukai vokal Johns yang dewasa dan kuat melebihi usianya. Lirik-lirik yang ia tulis pun layak diberi apresiasi yang tinggi karena sangat orisinal dalam membingkai kecemasan, kegelisahan dan pemberontakan.

Nomor kedua di album ini adalah "Tomorrow", salah satu lagu yang membuat saya jatuh cinta pada pendengaran pertama pada band yang berdiri tahun 1992 ini. Lagu ini ditulis ketika trio ini masih bernama Innocent Criminals dan sempat rilis sebagai single pada tahun 1994.

Sementara saya masih haha-hihi nongkrong di atas bis kota, eh mereka sudah membuat lagu tentang kehipokritan seseorang. Nomor ini sungguh perfecto di telinga saya.

"Fault Line" adalah nomor mereka berikutnya di album yang direkam selama 9 hari itu. Lambat diawal namun garang di akhir seakan memberi aksen yang kuat dalam membingkai kisah di dalamnya. 

Fault line sendiri adalah istilah geologi yang berarti patahan. Ya, kota mereka dibangun di atas patahan yang menjadi langganan gempa. Dan salah satu gempa yang pernah mengguncang kota tua itu telah membuat seorang teman dari Johns tewas karena terperangkap di reruntuhan. Kisah yang pedih.

Nomor selanjutnya adalah "Pure Massacre" yang merupakan nomor favorit sang pemilik kaset, heuheu. Remaja usia belasan bicara tentang perang dan ego manusia, lugas dan menarik tentunya. Lagu ini terdengar menawan dengan intro gitar yang aduhai.

Aslinya nih kalau melihat wajah unyu-unyunya Johns kayak gak mecing gitu dengan suara dan musik yang ada di lagu ini, hihi.

Dan tibalah kita di lagu yang gloomy dan touchy berjudul "Shade". Lagu yang bernasihat namun tak terdengar menggurui. Saya suka dengan genjrengan gitar akustik yang bersatu padu dengan alunan solo gitar elektrik ala Johns di lagu ini. Dan seperti halnya Nirvana, Silverchair kaya akan bebunyian yang grungy walau hanya terdiri dari tiga personil saja.

Melangkah ke side two, ada "Leave Me Out". Nomor garang yang nge-trash. Dah gitu aja.

"My Suicidal Dream" menjadi nomor lambat yang membingkai beberapa kisah fantasi anak muda tentang menghabisi diri sendiri. Bagi saya lagu ini mengingatkan kepada kasus bunuh dirinya ikon grunge 90-an, Kurt Cobain.

Seperti biasa intro gitar yang dimainkan Johns sangat menawan walau sedikit nyerempet ke salah satu nomor Alice in Chains. Lagu yang berhias rasa depresi ini dibawakan dengan vokal yang baik oleh Johns.

Salah satu nomor yang sangat menarik di album ini adalah "Madman". Iyaak, nomor yang liriknya pada hilang entah kemana itu, hihi, mengingatkan saya akan permainan musik dari para dedengkot trash metal seperti Metallica dan Pantera.

Umur boleh lah masih 15 tahun tapi permainan mereka layaknya seperti manusia berusia dua kali lipatnya. Heboh, menggelegar, garang, dan menghentak.

Nah, setelah ngas-nges-ngos kibas rambut sana-sini tibalah kita di nomor "Undecided". Musiknya pelan namun berat, ya karena gak cuma rindu saja yang berat namun begitu pun perasaan korban dari sebuah perpisahan.

Dan saatnya menemui "Cicada" alias tonggeret, heuheu. Iyak, Johns menggunakan proses metamorfosa serangga yang bersuara nyaring ketika menandai musim kemarau yang akan tiba sebagai fondasi dari nomor ini. Sebuah kisah melelahkan akan tumbuh dewasa yang sama lelahnya dengan suara sang frontman ketika membawakan nomor ini.

Album yang kembali dirilis pada tahun 2015 silam ini diakhiri dengan sebuah lagu yang bertajuk "Findaway". Setelah merasa lelah dengan semua rasa pedih, depresi, galau dan merana, akhirnya band yang telah merilis 5 album ini menyajikan sebuah lagu yang penuh semangat dengan menyisipkan optimisme di dalamnya. Sungguh sebuah akhir yang menarik.

Bila sekilas dilihat, "Frogstomp" mungkin hanyalah sebuah album bergambar kodok hijau yang lucu, namun tidak bila mendengarkan isinya yang memiliki kekuatan tersendiri.

Tiga remaja ini telah menginspirasi banyak orang dan dapat menjadikan si gambar kodok sebagai salah satu album berwarna grunge yang setara dengan album-album yang dirilis oleh pendahulunya di Seattle sana.
Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun