Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Dari Kartu Lebaran sampai Pesan WhatsApp, Pengalaman Bermaaf-maafan dari Masa ke Masa

22 Mei 2020   19:37 Diperbarui: 22 Mei 2020   19:34 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia purba wahaha pengalaman saya bermaaf-maafan saat hari lebaran lumayan berwarna, tapi gak seperti pelangi juga sih nanti malah berakhir nyanyi  bareng Zambrud yang gak pake khatulistiwa.

Saat masih kecil nan unyu-unyu, lebaran saya diisi dengan mengunjungi rumah-rumah para tetua sekampung halaman.  Dengan menggunakan pakaian baru yang hanya satu-satunya, saya diajak bapak dan ibu untuk bermaaf-maafan dari rumah ke rumah.  

Tidak seperi sekarang yang suasana lebarannya sepi-sepi bae, lebaran zaman orde baru itu ramai sekali.  Orang-orang berbondong-bondong saling mengunjungi, padahal sebelumnya sudah bersilaturahmi di masjid.

Kartu lebaran masih eksis hingga tahun lalu namun dikirim dari perusahaan ke perorangan. | Courtesy of Rinurbad
Kartu lebaran masih eksis hingga tahun lalu namun dikirim dari perusahaan ke perorangan. | Courtesy of Rinurbad
Ya, masjid dekat tempat saya tinggal dulu memiliki kebiasaan yang mungkin agak jarang ditemukan di era sekarang ini.  Setelah menggelar sholat Ied, tidak ada yang boleh pulang dulu sebelum saling memaafkan dengan cara bersalaman.  Dari yang muda sampai yang tua, semua berjajar rapi menanti giliran bersalaman sambil mengumandangkan shalawat.  Tak ayal pulang-pulang kaki jadi pegal-pegal karena antrian yang mengular. Tapi tak apa, dengan begitu tali silaturahmi akan terjaga.

Nah, menginjak remaja saya memiliki banyak teman yang berbeda kampung, kota, bahkan pulau. Kartu lebaran pun menjadi pilihan yang cukup menyenangkan untuk menyampaikan kata maaf. Saya dan teman pun saling berkirim kartu lebaran.

Biasanya saya membuat kartu lebaran sendiri, disamping hasilnya unik dan gak pasaran, kartu lebaran buatan sendiri selalu dibuat dengan cinta sehingga terasa berkesan.  Yak, berkesan bagi saya, entah bagi yang menerima, hihi.

Namun, tak selamanya saya membuat kartu lebaran sendiri.  Adakalanya saya pun membeli dari hasil menyisihkan uang jajan. Nah, dasar gak mau rugi, kartu lebaran pun ditulisi panjang kali lebar bagai surat karena kan sayang perangkonya, heuheu.

Saat itu telegram indah pun tengah tenar, para saudara biasanya adik atau keponakan dari ibu  yang kerap mengirimkan ucapan maaf lewat telegram indah ini. Saya lupa apakah ibu pernah mengirimkan telegram indah kepada saudara-saudaranya, yang saya ingat ibu ke kantor pos hanya untuk mencairkan wesel dari kampung halamannya, heuheu.

Bila tak sempat mengirimkan kartu lebaran, telepon pun menjadi pelarian berikutnya.  Telponnya harus sembunyi-sembunyi menunggu waktu yang tepat dan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.  Maklum tarif SLJJ mahalnya bikin ngamuk-ngamuk kepala bidang keuangan di rumah.  Kecuali bila teman yang telpon ucapan mohon maaf lahir batin-nya, ya gak masalah itu mah.

Nah, ketika telepon seluler sudah mulai merangsek dalam kehidupan saya.  Maaf-maafan pun dilakukan dengan menggunakan SMS yang hanya cukup beberapa baris saja. Pokoknya malam lebaran pasti SMS murudul eh datang dengan masifnya, terkadang kata-katanya malah ada yang kembar segala.  Ada yang pakai bahasa Inggris lah, bahasa sunda, bahasa jawa, yang gak ada hanya bahasa tarzan.  Namun semuanya dikirim dengan satu tujuan untuk saling maaf-memaafkan.

Lalu munculah BBM dengan menempatkan dirinya  sebagai salah satu aplikasi perpesanan instan yang cukup ramai digunakan dalam kancah pergaulan pertelepon-seluleran.   Bermaaf-maafan pun dilakukan dengan sukacita baik secara personal menjapri teman, mem-broadcast, pasang status, atau pun melalui grup BBM.

Bermaaf-maafan pun dilakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.  Selain dua media itu saya pun menggunakan aplikasi sejuta umat yaitu Whatsapp.  Bermaaf-maafan pun semakin mudah dan tentu saja murah plus lebih berwarna karena bisa menyertakan foto dan gambar masjid atau ketupet lebaran.

Dan kini video call dan video conference sepertinya bakal kebagian juga karena kondisi yang tak memungkinkan untuk bersua.  Setidaknya dengan dua cara ini saling bermaaf-maafan akan terasa lebih mengena karena bisa saling bertatap muka.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun