Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

The Smiths, Bubar untuk Selalu Dikenang

28 Juli 2019   17:23 Diperbarui: 28 Juli 2019   20:17 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Facebook The Smiths @TheSmithsOfficial

Baru-baru ini, Damon Albarn pentolan band britpop "Blur" menanggapi pahit berita tentang keterlibatan Morrissey di ranah politik. Ya, frontman band virtual "Gorillaz" yang beberapa waktu silam meluncurkan album baru dalam naungan band "The Good The Bad & The Queen" ini mengatakan bahwa dukungan Morrissey terhadap partai sayap kanan Britania Raya itu hanya akan membuat banyak orang kesal.

Albarn pun menambahkan bahwa seseorang tidaklah pantas untuk berkecipung didunia politik di negeri yang ia tidak tinggali lagi. Ia pun mengungkapkan bahwa seorang politikus harus berbaur dan tinggal di tempat bersangkutan untuk merasakan sendiri gelegak emosi masyarakat bukan hanya merumuskan ide-ide tentang sesuatu dari kejauhan. Diketahui Morrisey sendiri kini lebih memilih tinggal di California daripada di negeri kelahirannya.

Lha, sebenarnya siapa sih Morrissey ini sampai membuat Kakanda Damon dan beberapa fans garis kerasnya merasa kuciwaw?

Aha, selain nama kepik milik seorang teman , Morrissey adalah seorang pria. Yaeyalah. Namun pria Inggris yang satu ini dulu terkenal dengan aksi panggung yang melambai dengan menonjolkan sisi manis manja bersama bandnya yang hanya bertahan 5 tahun saja yaitu The Smiths.

Ah ya, lima tahun yang telah membuat The Smiths menjadi salah satu band yang paling berpengaruh di ranah musik pop tahun 80-an. Nomor-nomor band yang berdiri tahun 1982 itu telah mewarnai banyak kisah remaja era 80-an.

Tak ayal beberapa lagu grup yang hanya merilis 4 studio album ini menghiasi beberapa film yang berlatarkan tahun 80 sampai 90-an. Bumblebee dan The Perks of Being a Wallflower adalah salah dua film yang telah mengingatkan kembali masa-masa keemasan band yang digawangi oleh Steve Morrissey, Johnny Marr, Mike Joyce, dan Andy Rourke ini.

The Smiths berawal dari kekecewaan dua pemuda unyu-unyu yang bertemu di konser biduan punk Patti Smith kepada musik pop kontemporer yang tengah populer di negerinya ditambah dengan gempuran musik heavy metal dan progressive rock yang semakin merajalela.

Duet pemuda asal Menchester, Steve Morrissey dan Johnny Marr ini mencoba membangkitkan kembali musik pop klasik yang mengandalkan bebunyian dari gitar, bass, dan drum. Alunan gitar Marr yang indah dan terkendali serta lirik-lirik Morrisey yang memesona namun terkadang aneh dengan balutan humor dengan level kepedasan tingkat dewa langsung menghujam telinga banyak remaja dan menjadi hiburan baru yang menggembirakan.

Meskipun Morrisey dan Marr menyukai musik punk (Marr adalah penggemar band punk New York Dolls) namun keduanya tidak ingin berlarut-larut dengan musik punk itu sendiri. 

Walau begitu, mereka masih membawa semangat idealisme radikal yang lahir di era punk seperti ogah membuat video musik untuk promosi. Duo cetar ini mencukupkan diri untuk dikenal melalui jalur zonasi ehehehe, maaf baper maksudnya jalur televisi dan pers. Dan hal tersebut berhasil, The Smiths yang dikomandani Morrissey pun menjelma menjadi band yang dipuja dan dipuji.

Pentas dari klab ke klab dengan formasi yang berubah-ubah tak membuat Morrissey dan Marr patah arang. Semangat mereka untuk mengembalikan musik yang pernah melemah itu membuahkan hasil. Dengan dukungan fans yang setia dan beberapa stasiun radio andalan akhirnya mereka merilis album debutan yang diberi judul "The Smiths". 

Album yang rilis tahun 1984 itu langsung nangkring di nomor dua tangga lagu album musik di negerinya. Sepanjang tahun 1984 itu The Smiths yang telah menggenapkan personilnya dengan merekrut Mike Joyce dan Andy Rourke itu berhasil mencetak dua hits Top 20 untuk nomor 'Heaven Knows I'm Miserable Now' dan 'William, It Was Really Nothing'.

Kepopuleran The Smiths tentu saja membuahkan berbagai tanggapan dari para kritikus musik. Grup kritikus yang baik hati selalu memberi kritikan membangun dan adil. Sedangkan grup kritikus sebelah kiri selalu memojokkan band tersebut karena lirik-lirik Morrissey yang dinilai ambigu dan kecenderungan plagiasi yang dilakukan olehnya. 

Namun, hal tersebut tidak menggoyahkan hati fans militan mereka. Para penggemar menganggap bahwa kritikus plus media yang sinis itu tidak memahami ketulusan bermusik The Smiths dan tidak mengerti akan humor-humor mencela diri sendiri ala band tersebut.

Bukan The Smiths namanya bila tidak penuh dengan kontroversi. Tahun 1983 adalah awal dimana band yang memiliki empat album studio masing-masing The Smiths, Meat is Murder, The Queen is Dead, dan Strangeways, Here We Come ini dikritik habis-habisan oleh beberapa majalah dan tabloid ihwal lirik dari nomor 'Handsome Devil' dan 'Reel Around The Fountain' yang disinyalir berkisah tentang penganiayaan anak-anak. Hal ini terjadi karena banyak media musik yang tidak menyukai The Smiths dan membuat kesimpulan sendiri  atau gagal berimajinasi akan lirik-lirik lagu tersebut. 

Nah, album kedua mereka yang bertajuk "Meat is Murder" sukses secara komersial dan nangkring di nomor satu tangga album musik di negerinya. Hal ini membuktikan bahwa musik mereka dapat menumbangkan lanskap pop mainstream. Namun kegemilangan 'Meat is Murder' agak merosot di single yang rilis setelahnya yaitu 'Shakespeare's Sister' yang gagal menembus tangga lagu Top 20.

Dua single lainnya yaitu 'The Boy With The Thorn In His Side' dan 'Bigmouth Strikes' pun mengalami kegagalan. Namun, semua kegagalan itu dibayar tuntas dengan rilisnya 'The Queen is Dead' yang dapat duduk di peringkat dua tangga album Inggris. Album yang rilis tahun 1985 ini kaya akan lirik yang menggigit ala Morrissey dan menunjukkan perbaikan dalam sisi musikalitas.  'The Queen is Dead' adalah karya The Smiths yang luar biasa.

Tur konser album 'The Queen is Dead' di Amerika dibarengi dengan rilisnya single berjudul 'Panic' yang berhasil menapaki tangga lagu Top 20. Nomor 'Panic' diikuti dengan kesuksesan dua single berikutnya yang berjudul 'Shoplifters Of The World Unite' dan 'Girlfriend In A Coma'.

Nomor 'Panic' ini kembali mengundang kontroversi karena barisnya yang berbunyi "Burn down the disco - Hang the blessed DJ -
Because the music that they constantly play, dianggap sebagai serangan kepada musik dan musisi kulit hitam. Apakah iya? Morrissey sendiri akhirnya menegaskan bahwa baris tersebut ditujukan kepada budaya konservatif radio Inggris terkhusus ditujukan untuk DJ Radio One, Steven Wright.

Namun dalam sesi wawancara dengan majalah Melody Maker, alih-alih mengelak akan tuduhan itu, Morrissey malah berkomentar buruk terhadap modern dance music milik kaum kulit hitam padahal sebelumnya ia menyatakan ketertarikannya akan semua hal tentang Motown. Hal inilah yang membuat para penggemar marah. Ah, Babang Morrissey memang jagonya dalam membuat fans marah-marah, eh.

Setelah melewati lika-liku bermusik selama lima tahun lamanya, akhirnya The Smiths meluncurkan album yang bertajuk 'Strangeways, Here We Come'. Album yang rilis pada tahun 1987 ini memperlihatkan warna musik yang keluar dari ciri khas mereka dan dibumbui dengan hubungan yang mulai memudar antara Morrissey dan Marr.

Album yang diproduseri oleh Stephen Street ini menjadi album terakhir mereka yang ditandai dengan hengkangnya Marr. Pria yang telah ikut serta menyuburkan bebunyian gitar jingle-jangle ini merasa warna musik The Smiths sudah berbeda terlebih ketika Morrissey memaksa untuk menyisipkan cover version dari lagu milik Cilla Black, 'Work is Four Letter Words' yang ia benci setengah mati di album yang dirilis setelah mereka bubar ini. Ya, selain Morrissey, Marr adalah kunci keberadaan The Smiths dan bubar adalah keputusan yang tepat bagi mereka. Ya, bubar untuk selalu dikenang.

Lima tahun adalah waktu yang pendek bagi sebuah band dalam mengarungi ganasnya dunia musik komersil namun tak lantas menjadikan nama The Smiths hilang dan terlupakan. Band yang telah memberi banyak inspirasi kepada Stone Roses, Oasis, dan Cranberries ini telah menjadi band yang paling berpengaruh di dunia musik pop dan indie diantara kusutnya pembagian royalti di antara para personilnya.

Namun sekusut-kusutnya pembagian royalti antara Morrisey, Marr, Joyce, dan Rourke tak akan sekusut senyum Babang Morrissey yang dikomentari pedas oleh Kakanda Damon dan kroninya. Dan untuk menutupi kegalauannya, mungkin ia pun memilih berdendang sambil menyangkutkan ranting-ranting pohon di saku celananya dan berjoget dengan gemulai.

In my life why do I smile
At people who I'd much rather kick in the eye?
And heaven knows I'm miserable now

Sekian.
Referensi bacaan: theplunderingdesire, nme, rolingstone, dan wikipedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun