Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Manisnya One Ok Rock di Album Teranyar,

4 April 2019   15:18 Diperbarui: 2 September 2022   13:39 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Duniaku.net

Empat tahun sudah film terakhir dari trilogi Rurouni Kenshin di putar di bioskop-bioskop kesayangan anda eh yang punya deng. Yang punya? 

Yaeyalah, lha wong sudah mengalirkan berkuadraliun uang bagi pemiliknya, tsaaah. Film yang dibintangi oleh si ganteng kalem Takeru Sato itu memberi andil yang cukup besar kepada proses perkenalan telinga saya dengan salah satu band rock asal Jepang ONE OK ROCK. 

Band yang berdiri pada tahun 2005 dan kini digawangi oleh Takahiro Moriuchi, Toru Yamashita, Ryota Kohama, dan Tomoya Kanki ini adalah salah satu band yang mengisi soundtrack untuk film yang di adaptasi dari anime Samurai X karya Nobuhiro Watsuki itu.

Nomor "The Beginning: yang garang langsung membuat saya jatuh cinta kepada band yang bergenre alternative rock ini. Ya, bila 'The Beginning' muncul di film "Rurouni Kenshin" yang pertama maka single mereka yang berjudul "The Mighty Long Fall" dipakai untuk sekuelnya yang berjudul Kyoto Inferno, dan ditutup dengan nomor manis berjudul "Heartache" di "The Legend Ends".

Ilustrasi : Duniaku.net
Ilustrasi : Duniaku.net

The Beginning setidaknya telah melejitkan nama band yang di ambil dari frasa One O' Clock itu ke puncak popularitas, tidak hanya di negerinya sendiri namun di dunia musik internasional.

Tangan dingin John Feldmann, vokalis Goldfinger yang memproduseri beberapa album mereka seperti "JinseixBoku", "Ambitions", dan "35xxxv" ini memiliki andil dalam penginternasionalan band yang awalnya didirikan oleh dua orang anggota grup tari hip hop "Heads" itu. 

Ya, Toru, sang band leader merangkap gitaris ketika mendirikan band ini memaksa teman di grup menari hip hop-nya yang tengah vakum, Ryota untuk belajar membetot senar bass. Dan dasarnya sudah bakat, gak pakai lama bassist yang kerap mencat rambutnya menjadi blonde bak Pamela Anderson ini pun menjadi bassist yang wokey punya.

Setelah Ryota cakap bermain bass, maka mereka pun mengajak kakak kelas mereka saat di SMA, Alex untuk bergabung, bersama dengan Yu untuk posisi drum. Lalu tak lama kemudian, direkrutlah Taka, seorang vokalis band cover-an yang kebetulan memang sudah tidak betah berada di band yang menaunginya, Chivarly of Music.

Kini ONE OK ROCK menyisakan empat anggota saja, karena Alex ke-gep menggrepe paha seorang gadis di dalam kereta, sedangkan Yu dimarahi orang tuanya karena nge-band, sehingga posisi drummer digantikan oleh Tomo yang merupakan salah seorang pengajar di sebuah akademi musik.

Nah, di tahun 2019 ini, band yang telah memenangkan beberapa penghargaan diantaranya Classic Rock Roll of Honour Awards untuk Eastern Breakthrough Male Band di 2016 dan Rock Sound Awards untuk Best International Band di 2017 itu merilis album kesembilan mereka yang bertajuk "Eye of The Strom". 

Cover album Eye of The strom. Ilustrasi t-ono.net
Cover album Eye of The strom. Ilustrasi t-ono.net
Sebagai fans karbitan, telinga saya yang pas-pasan ini terkesima ketika pertama kali mendengarkan nomor-nomor yang berada di album ini. Betapa tidak, suara vokalis yang dimasukan oleh majalah Kerrang! ke dalam jajaran "50 Greatest Rockstars in the World" ini yang biasanya meraung dan lantang kini berganti menjadi sangat manis bagai lead vocal sebuah boyband.

FYI, Taka memang pernah menjadi anggota boyband Jepang bernama NEWS walau tak lama. Disamping itu cabikan gitar Toru tidak lagi galak dan gebukan drum Tomo tidak seagresif nomor-nomor lawas mereka.

Hal ini ternyata di akui sang frontman, bahwa di album yang tak lagi di produseri oleh Mister Feldmann ini, mereka ingin mengekspresikan beragam jenis musik tak hanya rock saja dengan menggantikan pengaruh The Used, Foo Fighters, Good Charlotte dan Linkin Park dengan gaya musik ala Disney, walah.

Tak heran rupanya bila beberapa fans garis keras merasa terkejut ketika mendengarkan single pertama yang rilis untuk album Eye of The Strom yang berjudul 'Change'. Betapa tidak, nomor ini sama sekali tidak mencirikan warna musik mereka selama ini. Bagi saya, entah mengapa, nomor yang dipakai di iklan Honda Jet ini kok malah mengingatkan kepada King Julien di Madagascar ya, heuheu.

Album yang rilis bulan Februari silam ini bila ditilik-tilik dapat dikatakan bernuansa sama dengan album terakhir Linkin Park "One More Light" dimana kemanisan sound-nya melebihi dosis bagi band bergenre rock walaupun masih tersisip beberapa nomor yang nyerempet ke gaya rock masa lalu mereka seperti "The Last Time" dan "Grow Old and Die Young". Ya, bisa jadi dikarenakan Mike Shinoda sedikit terlibat di album yang berisi 13 tracks ini.

Seperti halnya Linkin Park, di album ini terdapat satu nomor kolaborasi bersama Kiiara berjudul "In The Stars" yang pernah menyumbangkan suaranya untuk mendiang Chester Benington dan kawan-kawan di nomor "Heavy". Vokalis wanita berusia 23 tahun ini menambah citarasa manis album ini, dengan suara R&B-nya yang khas.

Seperti kebanyakan lagu-lagu mereka yang ear catchy, nomor "Stand Out Fit In" berhasil menggaet telinga saya saat kali pertama bersua. Suara kece badai milik sang vokalis yang memiliki nafas luar biasa panjang itu berhasil melibas aroma pop yang terpapar di lagu yang diselipi lirik berbahasa Jepang di video musiknya itu.

Video musiknya sendiri dibuat oleh Peter Huang berkisah tentang kehidupan remaja Asia di Amerika yang penuh dengan tekanan dan rundungan dalam pergaulannya. Nomor ini adalah salah satu nomor yang paling saya sukai apalagi ketika dibawakan dengan balutan musik orkestra nan membahana, mantul. 

Tembang lain yang saya sukai adalah "The Last Time" yang rada nge-rock dan "Head High" yang ringan dengan aksen meliuk di bagian Chorus-nya. 

Head High ini menurut saya beraroma boyband yang kental, baik musik maupun cara Taka bernyanyi. Sama halnya dengan Head High, nomor 'Letting Go' yang mencoba tangguh dalam kesenduan  pun demikian.

"Unforgettable" adalah nomor yang asik untuk bergoyang, bukan goyang dua jari ya, itu mah kerjaan Bowo Alpenliebe. Beat-beat ringannya menghibur sekali. Nomor selow-selow menggemaskan lainnya adalah "Giants". Sentuhan bebunyian piano mengiringi suara Taka yang manis bagai warna vokal Scott The Moffats saat remaja. Eih, padahal Taka sendiri sudah tidak remaja lagi mengingat usianya sudah menginjak angka 30.

Akan halnya "Worst in Me", tembang pelan ini cukup enak di dengar dengan gebukan drum Tomo yang bersemangat. Sedangkan 'Push Back' di dominasi dengan tabuhan drum dan bagian-bagian lirik yang pengisian vokalnya dibuat ala-ala Queen.

Dan nomor pertama yang saya taruh terakhir disini dengan judul yang sama dengan albumnya yaitu, "Eye of The Strom" dihiasi dengan suara melengking sang vokalis yang tak tahu mengapa rasanya terdengar bagai suara MJ. 

Mary Jane? Michael Jordan? Ya bukan lah, Michael Jackson dong. Ini perasaan saya loh ya, gak tahu dengan perasaan para pendengar lainnya.  Yang pasti perasaan ku pada mu tetap sama seperti saat kali pertama kita bertemu, eh.

Jadi sodara-sodara, ketika mendengarkan album ini, lupakan sejenak nomor-nomor lawas ONE OK ROCK yang menggerung. Terimalah perubahan musik mereka dengan lapang dada, karena sejatinya berubah itu bukanlah monopoli Ksatria Baja Hitam belaka. Haiiikkkk!!!

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun