Wise men say only fools rush in
but I can't help falling in love with you
Shall I stay would it be a sin
If I can't help falling in love with you
Syair lagu milik Elvis Presley di atas yang ditulis oleh Hugo Peretti, Luigi Creatore, dan George David Weiss itu mengalun indah dari bibir seorang vokalis wanita dengan ditingkahi liukan suara saxophone nan mendayu.Â
Saya menikmati alunan lagu yang melodinya diadaptasi dari nomor populer asal Perancis, "Plaisir d'amour" itu bukan di cafe, aula mal, pensi, atau panggung tujuh belasan, namun di acara kawinan, eh pernikahan.Â
Pilihan lagu pop sebagai tema musik pesta pernikahan agak sedikit langka bagi saya, lagaknya dapat dihitung dengan jari gajah, karena (jarang diundang) banyak pesta pernikahan yang saya hadiri dihiasi dengan musik dangdut. Mengapa dangdut? Ya kan Project Pop juga bilang bahwa dangdut is the music of my country, my country, of my country...
Pesta pernikahan atau sebut saja hajatan tidak akan pernah lepas dari unsur musik kecuali bagi kaum yang mengharamkan musik. Musik ada sebagai hiburan dan pemanis suasana bagi para undangan. Ibarat film, hajatan pun harus ada lagu temanya kan?
Namun, musik dalam hajatan seringkali malah menganggu, bukan hanya bagi para tamu semata namun tetangga sekeliling. Hal ini terjadi bila hajatannya diselenggarakan di rumah. Bayangkan seperangkat sound system segede gaban itu mengeluarkan suara yang Alhamdulillah bikin jantung serasa di ketok-ketok oleh palunya Kangmas Thor. Situ senang, tetangga meriang.
Iya sih bahwa kebahagiaan itu harus disiarkan kepada khalayak ramai, jangan cuma rasa galau, sedih, merana aja tapi ya gitu-gitu amat kali. Kalau kulo nuwun dulu sama tetangga depan, samping dan belakang sambil ngirim berrantang-rantang makanan sih agak mendingan.
Akan halnya nasib para undangan, ya sama saja. Kalau musiknya yang adem kayak degung, gamelan, atau hmmmhmmmhmmm-nya Crash Test Dummies, eh Nissa Sabyan sih rada mending, lha ini lagu dangdut koplo dengan melodi dan syair-syair yang un-adem.Â
Coba bayangkan, sudah gerah karena foundation setebal tembok, kurang oksigen karena banyaknya tamu undangan, ditambah lagu hingar bingar dengan volume yang aduhai. Kalau sudah begini niscaya akan di butuhkan AC dengan PK sebesar seribu tahun cahaya.
Eh, tapi kok jadi kepikiran ya alasan penyelenggara hajat menyetel musik dengan hingar-bingar plus volume yang tinggi itu kira-kira kenapa ya?
Nah, berdasarkan penerawangan duet maut Mbah Mijan dan Mbak You, eh bukan ding penerawangan saya sesaat setelah melakukan tapa brata di bawah pohon gnetum gnemon, kerasnya volume musik pada acara hajatan mungkin disebabkan oleh dua hal ini, yaitu:
Penyelenggara hajat ingin berpartisipasi dalam hal membahagiakan sebanyak-banyaknya orang
Ya, musik itu dapat membahagiakan semua orang, begitu sabda Om Erwin Gutawa, komposer tanah air yang mungkin dikenal oleh Dik Faldo Maldini.Â
Dengan volume yang tinggi otomatis jangkauan yang dibahagiakan semakin luas, baik bener kan yang punya hajat? Kalau bikin tetangga emosai jiwa mah hanya efek samping yang jarang dilaporkan. Lagipula tetangga kan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tamu undangan, minoritas mah musti bisa memaklumi mayoritas, bukan begitu Ferguso?
Penyelenggara hajat ingin memberi batasan waktu demi meghindari antrian dan penumpukan lemak eh tamu undangan yang bisa menambah gerah suasana
Dalam hajatan, ada kalanya kita bertemu dengan teman, kolega, dan mantan, eh. Nah, pastilah sedikitnya ada dorongan untuk mengobrol. Akan sangat menyenangkan bisa ngobrol sambil menikmati hidangan. Tapi yang kayak gini nih bisa memakan waktu yang lama dan panjang. Sudah ngebusa eh bolak-balik ke stand makanan, bisa ambyar itu punya hajatan. Oleh karena itu, dipasanglah musik dengan volume tinggi. Mana enak ngobrol sambil tereak-tereak, jadi pindahlah para tamu yang reunian itu ke warung kopi terdekat. Acara hajatan pun menjadi aman terkendali.
Ah, tapi apapun alasannya, saya sendiri kurang suka bila menghadiri hajatan dengan volume musik yang terlalu keras seperti itu, karena sangat menyiksa. Baiknya ya yang sedang-sedang saja lah, karena semua yang serba terlalu itu bikin sakit kepala begitu dendang Vety Vera. Â
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H