Menjelang Ramadan suasana pasar masih seperti biasanya, yang tidak biasa hanyalah stok dan harga daging ayam. Per hari ini harga daging ayam di pasar dekat rumah sudah berada di angka Rp. 38,000 per kilogramnya yang biasanya hanya berada di kisaran harga Rp. 30,000 sampai Rp. 33,000 saja.
Namun kenaikan harga tersebut tak diimbangi dengan stok yang memadai  sehingga sumpah serapah mengalir dengan derasnya dari para calon pembeli daging ayam yang kecewa.Â
Ya mau bagaimana lagi, begitulah keadaan yang selalu berulang tiap tahunnya menjelang bulan Ramadan. Mendadak beberapa bahan pangan naik dan lupa turun, alasannya karena permintaan yang meningkat tanpa diikuti oleh persediaan yang mencukupi. Siapa yang pusing? Ya para emak lah.Â
Tapi Mak jangan keterusan pusingnya secara di bulan Ramadan nanti emak-emak sekalian harus tetap sehat, tegar, dan percaya diri demi  selalu terhidangnya menu berbuka puasa dan sahur selama 30 hari ke depan.
Tak hanya menu masakan utama yang terkadang menggalaukan hati emak-emak, namun menu pembuka pun dapat membuat emak-emak sensi. Â Kolak, candil, cendol, cingcau, es buah, es campur, kerupuk ojay, opak, cireng, martabak, kue khamir, lumpia dalam berbagai gaya, cakue dan soulmatenya odading, kue jajanan pasar, pisang goreng dan kawanannya semua sudah dihidangkan.
Bosan? Bisa ya, bisa tidak. Â Kalau yang tidak bosan sih ya tinggal di putar balik sampai jungkir balik bagai Sarimin, gak masalah. Â Namun bila bosan akan menu pembuka yang itu-itu saja, tak ada salahnya untuk mencoba resep dua camilan kecil berbahan dasar tahu ini. Selain rasanya enak, cara membuatnya pun sangat mudah.
Beruntungnya saya berada di daerah penghasil berbagai macam produk tahu. Â Ya, Bandung adalah gudangnya tahu, disetiap pojokannya kita dapat menemukan berbagai jenis varian tahu. Baik tahu kuning, putih, sutera, sampai tahu kulit. Rasa tahu Bandung yang gurih terkenal sampai ke daerah lain.
Tak heran bila di beberapa daerah, nama "Bandung" disematkan kepada olahan tahu mereka, walaupun ketika dirasakan masih jauh dengan rasa tahu asli Bandung heuheu.
Di jawa barat, ada sentra pembuatan tahu yang juga sangat terkenal yaitu Sumedang. Di daerah ini tahu yang diproduksi adalah tahu yang memiliki kulit. Setiap saya pulang mudik, pasti menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu toko tahu terkemuka yaitu tahu Palasari.
Sebenarnya saya tak terlalu suka dengan tahu berkulit ala tahu Sumedang ini, paling hanya 4 biji lah lambung saya dapat menampung tahu jenis ini. Namun lain cerita bila sang tahu diolah menjadi tahu kekinian ala Banyuwangi.
Beberapa waktu lalu di Banyuwangi tengah di serang demam tahu walik. Tahu yang ditempeli adonan baso ayam lalu digoreng dengan cara terbalik ini sedang booming di daerah yang berada di provinsi Jawa Timur itu. Tahu walik memiliki sensasi krenyes-krenyes karena digoreng garing
20 buah tahu sumedang, dibalik, kumpulkan isinya
100 gram fillet ayam, potong kasar
50 gr udang, potong kasar
3 siung bawang putih, iris
1 butir putih telur
1 batang daun bawang, iris lembut
1 sdt minyak wijen
1/2 sdt merica bubuk
Garam dan gula secukupnya
Kaldu bubuk (optional)
50 gr tepung sagu/tapioka
Cara membuatnya:
Masukan daging ayam, udang, bawang putih, putih telur, garam, gula, merica dan minyak wijen ke dalam chopper. Proses sampai lumat. Masukan adonan ke dalam wadah berisi tepung sagu atau tapioka dan bawang daun, aduk rata.
Panaskan minyak yang banyak dalam wajan. Ambil tahu sumedang, beri adonan di kulit luarnya, ratakan lalu goreng sampai kuning kecoklatan.
Tahu walik enak dimakan dengan saus, sambal kecap ataupun sambal petis. Kali ini saya sandingkan tahu walik dengan sambal kecap pedas.
Tahu Pletok
Satu lagi camilan berbahan dasar tahu adalah "Tahu Pletok". Tahu pletok, kuliner asal kota Tegal ini kini mulai banyak dijumpai di kota Bandung. Rasanya yang bersahabat membuat olahan tahu yang ditempeli adonan aci ini cepat melesat popularitasnya.
Penemu tahu pletok adalah seorang juragan tahu bernama Opa Liem. Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, beliau ini awalnya memiliki sebuah pabrik tahu bernama Randualas.
Nah, karena tahu yang dijualnya tak selamanya habis, maka beliau pun berinovasi. Tahu yang awalnya berbentuk kotak, dipotong menjadi dua lalu masing-masingnya dibelah namun tak sampai putus. Setelah itu sang tahu diberi adonan aci lalu digoreng kering. Akan halnya nama Tahu Pletok sendiri diambil dari suara pletok-pletok ketika tahu tersebut di goreng
5 buah tahu putih atau kuning, dipotong segitiga, lalu masing-masing dibelah tanpa putus. Goreng dulu sampai kering.
100 gram tapioka
25 gram tepung terigu
80 ml air
2 buah bawang putih, haluskan
1/4 sendok teh merica bubuk
1/4 sendok teh gula pasir
1 sendok teh kaldu ayam bubuk / garam sesuai selera
2 batang daun bawang, iris halus
Cara membuat:
Campur semua bahan kecuali daun bawang, tuangi air sedikit demi sedikit hingga adonan rata.
Masukkan daun bawang, aduk rata.
Ambil satu potong tahu, beri adonan aci secukupnya lalu goreng hingga matang dan kering. Â Sajikan segera panas-panas dengan sambal kecap.
Sambal kecap, aduk rata :
3 buah cabe rawit, iris
1 buah bawang putih ukuran kecil, haluskan
3 sendok makan kecap manis
Jadi Maaak, selalu ada jalan menuju panasnya penggorengan. Tak ada bahan yang satu gantilah dengan bahan yang lain. Â Intinya jangan segan untuk bereksperimen.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H