Gadis berambut panjang itu menatap lelaki  yang mengulurkan benda kecil tersebut kepadanya, dan entah bagaimana awalnya,antara gugup dan tergesa box alumunium yang ujung tutupnya kasar itu menggores lengan lelaki itu. Fitri terkesiap.
"Astaga, kamu luka?"
"Ya, Aku Luka, kok kamu..." Perkataan lelaki itu menggantung.
"Maafkan aku." Fitri menunjuk lengan lelaki itu yang tergores tutup box alumuniumnya lalu mengulurkan selembar tisu dan plester penutup luka yang selalu ada di dalam tasnya kemana pun ia pergi.
"Tak apa, setiap hari aku Luka kok." Lelaki itu tersenyum sambil menerima barang-barang yang disodorkan Fitri.
Fitri tersenyum tipis. "Dulu aku sering disambangi luka, namun kini aku memutuskan untuk menjauhi apapun yang menyebabkan luka." Kata Fitri lirih.
"Mengapa? Tak semua Luka menyakitkan." Lelaki itu memperbaiki cara duduknya dan kembali tersenyum.
"Semua luka menyakitkan dan meninggalkan goresan yang mungkin tak akan pernah hilang begitu saja."
"Waktu dapat menghilangkan goresan ini. Cepat atau lambat, tergantung bagaimana kita merawatnya." Lelaki itu mengusap lengannya yang terluka.
Fitri melirik lengan lelaki itu dan merasa sangat bersalah.
"Sekali lagi maafkan aku, aku tidak sengaja."