Tantrum adalah satu hal yang kerap ditakutkan orangtua terjadi pada anaknya ketika berada di keramaian. Anak yang tadinya tenang mendadak bertingkah tak terkendali seperti menjerit, menangis, dan berguling-guling dilantai ketika ada satu hal yang ia inginkan tidak tercapai, lelah atau lapar. Tantrum adalah hal biasa yang terjadi pada anak balita dimana mereka belum dapat mengkomunikasikan keinginanannya melalui perkataan dan biasanya tak berlangsung lama bila diberi pengertian oleh orangtuanya. Namun bagi penyandang spektrum autis, tantrum akan lebih sulit diredakan karena mayoritas dari mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Ya, autisme adalah sebuah gangguan perkembangan saraf nan kompleks yang ditandai dengan kesulitan dalam hal interaksi sosial dan komunikasi. Penderitanya kerap berperilaku terbatas dan berulang- ulang.
Tantrum inilah yang membuat seorang gadis penderita autis bernama Wendy Welcott yang diperankan oleh Dakota Fanning, harus dititipkan oleh kakaknya Audrey (Alice Eve) ke sebuah rumah pengasuhan yang dikepalai oleh seorang psikolog bernama Dr. Scottie (Tonni Collete) untuk di terapi. Dari tempat inilah perjalanan Wendy memasuki dunia luar pun di mulai.
Di kisahkan terapi yang dilakukan Scottie cukup berhasil. Wendy mengalami kemajuan yang cukup pesat dibanding satu tahun lalu, ditandai dengan mulai bekerjanya ia di sebuah toko kue bernama Cinabonns. Wendy pun mulai dapat berinteraksi dengan beberapa teman walaupun masih sangat terbatas.
Ia memiliki hal-hal yang boleh dan tidak boleh dikerjakan serta jadwal harian yang telah disepakati bersama Scottie, dari bangun tidur sampai pergi tidur kembali. Menonton film televisi  Star Trek adalah salah satu kegemarannya disamping menulis. Wendy merupakan fans garis keras  film sci --fi tersebut. Menanyakan semua hal tentang Star Trek kepadanya hanya akan membuat kalian kalah taruhan, begitu kira-kira.
Mengapa Star Trek? Mungkin karena di film inilah Wendy menemukan sosok yang mirip dengannya yaitu Mr. Spock. Ya, Mr. Spock yang setengah manusia dan setengah vulcan itu memiliki sifat seperti yang tergambar dalam diri para penyandang autis.
Star Trek ini pula lah yang akhirnya membuat Wendy berani mengarungi perjalanan bermil-mil jauhnya dari San Francisco ke Los Angeles demi mengejar tengat waktu kompetisi penulisan naskah fan fiction yang diadakan oleh Paramount Pictures dalam rangka memperingati 50 tahun diputarnya film Star Trek dengan hadiah  sebesar $100,000. Salah satu motivasi Wendy untuk memenangkan kontes itu adalah agar kakaknya, Audrey mengetahui bahwa Wendy mampu melakukan sesuatu dengan benar agar ia diijinkan kembali tinggal dengan kakaknya sekaligus bertemu dengan keponakan kecilnya, Ruby.
Naskah setebal  429 halaman itu telah membawanya ke dalam sebuah perjalanan yang penuh tantangan dengan ditemani oleh Pete, anjing chihuahuanya yang setia. Pengalaman buruk harus ia lalui seperti diturunkan dari bis di tengah jalan karena ketahuan membawa Pete, dirampok oleh suami istri yang awalnya terlihat ramah, hampir ditipu oleh penjaga toko swalayan, terluka karena mengalami kecelakaan mobil yang ia tumpangi bersama para lansia, sampai kehilangan 150 lembar naskahnya yang akhirnya ia tulis tangan dengan memanfaatkan kertas bekas yang ia temukan di salah satu tong sampah penyedia layanan foto kopi. Namun semua hambatan itu tak menyurutkan langkahnya untuk mencapai tujuan.
Kepergian Wendy tentu saja membuat kalang kabut Audrey dan Scottie. Mereka takut terjadi hal-hal buruk kepada Wendy yang belum pernah bepergian jauh seorang diri. Mereka pun mulai mencari dan melaporkan kepergian Wendy kepada pihak kepolisian demi keselamatannya.
Di scene ini saya sempat membayangkan, bila di sinetron Indonesia mungkin akan ada petugas patwal lengkap dengan sirinenya yang akan mengantar Wendy sampai ke depan pintu bangunan 1500 di kawasan studio Paramount Pictures, sehingga ia tak perlu menyebrang jalan, bertanya kepada orang dan berjalan tergesa-gesa haha.
Apresiasi tinggi untuk sutradara Ben Lewin yang mampu menyajikan kisah tentang seorang gadis autis dengan baik. Lewin yang merupakan penyandang disabilitas karena terserang polio ketika berusia belia ini menggarap film drama komedi bertajuk "Please Stand By" itu dengan "hati" sehingga terasa sangat menyentuh.
Walaupun tak mengharapkan seseorang belajar sesuatu dari filmnya namun sutradara "The Sessions"ini tak dapat memungkiri kenyataan bahwa film ini memberikan banyak pelajaran tentang kehidupan diantaranya hubungan personal, sosial, semangat, dan kerja keras yang mengantarkan seseorang pada sesuatu yang ia impikan walaupun dalam segala keterbatasan.
Selain itu kita pun dapat menarik pelajaran dari penyandang autis seperti Wendy dimana ia dapat menaklukan hal yang ia tak ketahui sebelumnya alih alih takut, persis seperti yang dikatakan Mr. Spock dalam naskah yang ia tulis.
"The unknown is for us to conquer , not to fear".
Sekian dan Salam Vulcan.
"Live Long and Prosper"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H