Seperti halnya Bapak tadi, naiknya harga beras membuat banyak orang mencak-mencak, tunjuk sana tunjuk sini, maki sana maki sini sampai hina sana dina sini.Â
Dulu, ketika darah muda saya masih bergejolak dengan iringan lagu milik kak Rhoma dan grup Soneta-nya yang kompak, saya pun kerap marah-marah akan kehidupan yang sangat keras dan pedas di negeri ini, sekeras dan sepedas kerupuk bantat yang dijadikan seblak.
Pernah tersembul keinginan pindah Negara, tapi mau pindah ke Erte sebelah aja gak bisa. Tertarik juga sih pindah ke planet Mars, tapi gak diajak sama Elon Musk. Mau mangkal di stasiun ruang angkasa NASA nebeng Sir Richard Branson, eh, pesawat Galatica-nya gak nyampe-nyampe kesana.
Kalau sudah begini bisanya ya hanya marah-marah. Namun marah-marah nantinya hanya akan membuat porsi makan saya bertambah karena banyak mengeluarkan energi yang tak terarah, padahal harga beras kan sedang mahal-mahalnya sampe bikin bapak tadi bersumpah serapah. Rugi bandar karena hati dan kantong menjadi resah.
Jadi di usia yang semakin merangkak senja dengan diri yang penuh taburan dosa, lebih baik saya banyak ber-whooshah-ria ala detektif LAPD Marcus Burnett. Lebih aware akan kebutuhan lingkungan dimana saya tinggal dengan berbuat sesuatu yang berarti walaupun dalam skala mini.
Satu hal, berbagi dan mensyukuri semua yang telah Tuhan berikan dalam hidup ini akan lebih membahagiakan daripada mercerca sesuatu yang belum tentu kita dapat memberi solusi. Bila merasa memiliki solusi paten demi kelangsungan hidup bernegara, ada baiknya menempatkan diri dalam jalur yang benar agar dapat didengar.
Kini badai mulai sedikit berlalu, harga beras mulai mengalami penurunan walaupun angkanya belum signifikan.
Segala hal telah digariskan oleh-Nya, ketika usaha telah dikerahkan dan doa telah dipanjatkan, berserah diri mungkin adalah hal terakhir yang dapat dilakukan.
Salam bahagia dan sekian.
