Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kegelapan adalah Teman Kejahatan yang Sempurna

8 Februari 2018   15:22 Diperbarui: 8 Februari 2018   21:41 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Doktorandus terbelalak melihat lampu ala penerangan jalan kekinian yang baru kemarin ia pasang di luar pagarnya hancur berantakan. Ia makin naik pitam ketika melihat serpihan kaca bohlam sebesar supermoon itu ada yang terdampar pasrah di atas kap mobil baru milik putranya yang terparkir manis di samping rumah tetangga.

Hatinya mencelos, lampu yang niatnya dihadirkan untuk menjawab ocehan tetangganya yang nyinyir tentang pelitnya ia akan penerangan luar rumah itu kini terlihat nelangsa diantara tiang kekar dan seonggok keranjang berisi bunga plastik sebagai aksesoris penggembira.

"Aduh, maaf Pak, saya gak sengaja." Suara lirih mengalihkan pandangan Pak Doktorandus.

Seorang Mas tukang bakso membungkukkan badannya dalam, seakan siap akan melakukan harakiri ala seorang samurai. Pak Doktorandus melotot, biji matanya seakan mau keluar. Oh, ini pelakunya, setor muka tanda bersalah, entah ikhlas atau akting belaka, begitu pikirnya.

"Tadi ada mobil dari arah depan Pak, saya jadinya terburu-buru nikungnya. Saya gak ngukur tinggi gerobak saya, jadi kena neon box di lampu itu, terus prang... bohlamnya pecah." Mas tukang bakso menunjuk lampu kekinian itu dengan jempolnya.

Kini tensi Pak Doktorandus naik seketika dan berhenti di angka 180/120.

"Itu lampu mahal, kamu pasti gak tahu kan bagaimana saya mendapatkannya." Pak Doktorandus berkacak pinggang.

Mas tukang bakso menunduk namun tiba-tiba berubah menjadi menanduk ketika melihat tiang lampu itu berdiri di badan jalan bukan di dalam pekarangan rumah.

"Dua ratus ribu!" Pak Doktorandus menyodorkan telapak tangannya ke arah Mas tukang bakso.

Mas tukang bakso garuk kepala tak gatal, ia menggerayangi seluruh saku yang tertempel di baju dan celananya lalu berpindah ke slorokan di gerobaknya. Tergopoh-gopoh ia menghampiri Pak Doktorandus kembali, wajahnya tertunduk lesu.

"Saya cuma punya segini Pak, hari ini jualan saya sepi." Mas tukang bakso mengulurkan uang recehan sejumlah seratus ribu rupiah.

Pak Doktorandus rencananya ingin naik pitam lagi, tapi ia cepat mengurungkan niatnya, gawat bila itu terjadi, bisa-bisa ia mati berdiri.

"Ya, sudah. Nih, sapu dulu pecahan kacanya." Pak Doktorandus melemparkan sapu lidi ke arah Mas tukang bakso dengan dukungan kekuatan bulan ala Sailor Moon.

***

Pagi itu Pak Doktorandus melakukan kegiatan rutinnya, mengelap motor tunggangan istrinya untuk bekerja, membersihkan mobilnya yang setiap hari nangkring di depan rumahnya, memberi makan dan membersihkan kandang love bird-nya yang kemarin kabur satu entah kemana serta menyapu halaman rumahnya yang dikotori dedaunan kering dari pohon satu-satunya.

Tiba-tiba matanya bersiborok dengan neon box bertulis alamat yang menempel di tiang lampu miliknya. Pak Doktorandus terpana, baru kemarin bohlamnya pecah dan belum ia ganti, kini giliran neon box-nya yang miring. Bagai tersengat lebah, ia muntab lalu mulai mencari. Matanya berkilat marah ketika melihat sebuah kendaraan yang terparkir manis di sebelah rumah tetangganya yang sering nyinyir itu. Neon box itu pasti tertabrak kendaraan yang memaksa lewat padahal jalan itu tidak cukup besar untuk dilewati dua kendaraan sekaligus, begitu pikirnya.

***

Pak Doktorandus mendengus, sudah seharian kendaraan milik tamu tetangganya itu bercokol disana. Bahaya, neon box-nya pasti akan menjadi bulan-bulanan bila ada kendaraan yang lewat. Dengan predikat sesepuh RT penuh tanda jasa, ia pun lalu memerintahkan seorang perangkat RT untuk meminta tamu tetangganya itu memindahkan kendaraannya. Tunggu punya tunggu, ternyata permintaannya tidak digubris oleh pemilik kendaraan karena jalan itu cukup lebar untuk menampung dua kendaraan sekaligus dan itu telah terbukti dengan banyaknya kendaraan yang bersliweran selama ini.

Pak Doktorandus kembali naik darah ketika melihat kendaraan itu masih di tempatnya, dengan kecepatan mobil formula one, ia melesat ke rumah pak RW untuk melaporkan tetangganya yang telah dengan berani tak menghiraukan perintahnya.

***

Pak RW menelengkan kepalanyanya melihat tiang lampu yang bercokol di badan jalan sambil mendengarkan ocehan Pak Doktorandus yang menggebu-gebu.

"Lha ini, kenapa tiang lampunya bapak pasang di jalan?" Tanya pak RW heran.

"Di kota, lampu seperti ini juga di pasang di jalan, Bapak pernah ke kota kan?" Pak Doktorandus tersenyum sinis.

"Itu di trotoar Pak, lha disini kan gak ada trotoarnya." Pak RW menjawab kalem.

"Bukan masalah lampunya Pak, tapi mobil itu yang parkir sembarangan disitu. Ini kan jalan, masak dipakai parkir, bikin lampu saya ditabrak terus rusak, mana gak ada yang tanggung jawab lagi".  Pak Doktorandus mengalihkan pembicaraan sementara Pak RW menatap kembali mobil yang terparkir manis di sebrangnya.

"Bukannya mobil putra bapak juga sering parkir disana? Besarnya sama kan dengan mobil itu?" Pak RW menunjuk mobil hitam yang tak berdosa itu. Pak Doktorandus merengut.

"Oh iya Pak, lagi pula kita kan gak satu RW dengan dia, jadi lebih baik bila ada hal yang kurang enak bapak lapor saja ke ketua RW-nya." Pak RW mesem mencoba cuci tangan.

Gigi Pak Doktorandus bergemeletuk, ia mendengus, wajahnya merah padam menahan amarah dan tanpa permisi langsung masuk ke rumahnya yang sebesar istana Raja.

***

Karena kesal, saat malam tiba, Pak Doktorandus mematikan  lampu untuk bagian luar rumahnya. Sebelum ia memasang lampu kekinian itu, biasanya ia hanya menyalakan satu buah lampu bohlam berkekuatan 5 watt untuk menerangi teras rumahnya yang seluas lapangan bola.

"Biar tahu rasa, gelap gulita kan? Makanya jangan suka main-main dengan mantan perangkat RT." Pak Doktorandus berbicara lantang sambil mengepalkan tangan  dihadapan istrinya yang telah tertidur pulas.

"Peduli setan dengan lampu, biaya listrik mahal, celengan buat naik haji alamat gak penuh-penuh." Lanjutnya sambil bersungut-sungut lalu menarik selimut.

Malam itu ketika jangkrik mengerik, anak tikus mencicit dan daun bergemerisik. Dua sosok berkupluk dengan santai mendorong motor milik istri Pak Doktorandus yang lupa dimasukkan ke dalam garasi.

Salah satu pria berkupluk itu berbisik kepada temannya. "Kegelapan adalah teman kejahatan yang sempurna."  Mereka pun terkikik.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun