Nara menatapnya khawatir. Â Sejak ia memberitahukan tentang kematian Jed, Nara belum pernah sekalipun melihat Rein meneteskan air mata di hadapannya. Â Tapi kini gadis itu tengah menangis. "Maafkan aku kak." Rein berkata parau.
"Kenapa minta maaf, salah kamu apa?"
"Maafkan aku karena selalu melihat bayangan Jed di dalam diri kakak." Rein terisak.
"Jed masih saja hidup dalam pikiranku, dan setiap kali aku melihat kakak, aku gak bisa melepaskan semua kenanganku akan dia. Itu sebabnya beberapa hari ini aku gak mau bertemu dengan kakak."
"Aku tahu, lihat aku Rein." Nara bersimpuh dihadapan gadis yang tengah menangis itu.
"Pandang aku lekat-lekat, aku adalah Naraya. Mulai saat ini tolong tanamkan itu dalam pikiran kamu. Kami berdua berbeda. Â Kamu gak bisa gini terus. Â Hidup kamu terus berlanjut."
Lelehan air mata Rein semakin deras.
"Mulai detik ini, aku akan selalu ada di hadapan kamu, jadi kamu harus bisa membiasakan diri."
"Maafkan aku." Rein kembali terisak.
Malam itu Rein melepaskan semua kesedihan yang telah lama membelenggunya dengan menangis di hadapan Nara, tangisan yang membuat dada Nara terasa sesak.
Menangis dapat meringankan beban, itulah yang pernah Nara rasakan. Â Dulu ketika ia merasa di buang oleh Papinya, ia menangis di pangkuan tantenya dan setelah itu beban berat di hatinya berkurang. Â Itulah yang kini Nara lakukan kepada Rein dengan membiarkan ia menangis di hadapannya, sepuasnya. Â Ia akan menemaninya di sana sampai gadis itu merasa lega.