"Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri".
Penggalan lirik lagu "Hujan" milik Utopia diatas merupakan salah satu bukti bahwa hujan adalah sebuah berkah. Pun seperti yang di katakan oleh Opahnya Upin dan Ipin di salah satu episode film animasi milik Malaysia itu.
Ya, hujan itu adalah berkah karena air hujan membersihkan debu-debu, menyirami pepohonan, me-refillsumur-sumur, memberi support untuk sawah tadah hujan, memberi rejeki untuk tukang ojek payung, memberi Cinta Laura inspirasi untuk line-nya yang terkenal "hujan becek gak ada ojek" dan masih banyak lagi.
Tapi kini banyak orang mulai takut dengan hujan termasuk saya, Â karena bila hujan turun itu sama dengan banjir. Â Dulu, beberapa belas tahun yang lalu, banjir itu hanya terjadi di sekitaran daerah pinggiran sungai, tapi kini banjir pun gak mau ketinggalan ingin mengunjungi daerah-daerah yang lebih tinggi.
Mengapa harus banjir? Karena banjir di perlukan untuk introspeksi diri. Banjir datang karena ada hal yang salah dan tidak pada tempatnya, misalnya :
Gorong-gorong di negeri kita tercinta ini ukurannya kurang jumbo. Seharusnya sebelum membangun suatu kawasan hendaknya dibangun dulu gorong-gorong super besar layaknya gorong-gorong yang didiami Kura Kura Ninja. Saking besarnya, Â gorong-gorong itu bisa di jadikan laboratorium dimana Donatello menciptakan berbagai inovasi baru. Â Michael Angelo melakukan hobinya bersantai sambil menonton tivi dan makan pizza. Dan menjadi tempat master Splinter bermeditasi. Â Terkadang berubah menjadi arena pertarungan sengit dengan musuh abadi mereka, Shredder.
Lebih parah lagi ada perumahan yang levelnya lebih tinggi dari RSS tak punya saluran pembuangan air kotor  sama sekali. Yang membuat bingung tujuh keliling, kemana aliran air kotornya menuju ? Oh, mungkin ke sebuah kubangan besar yang sifatnya seperti black hole heuheu. Selain itu ada pula model bangunan baru yang tengah hits sekarang ini yaitu membuat bangunan diatas selokan atau got.  Yah, mungkin mereka sedang ingin pelit sampai di atas got di jadikan ruangan. Miris.
Yang kedua adalah sampah. Banyak orang yang menganggap enteng sampah yang mereka buang sembarangan, lebih-lebih ke saluran air atau sungai. Pertama kali sih cuma buang plastik sebiji ke sungai, ah cuma selembar, gak ngaruh. Besoknya satu kantong plastik sampah rumah tangga. Â Lain kesempatan sampah satu gerobak, lalu kasur, sofa, lemari, kulkas. Â
Ya ampun, ini sungai atau terima rongsokan ?. Â Mungkin mereka pikir, sampah-sampah itu bakal langsung lari ke laut terbawa arus sungai yang tenang-tenang menghanyutkan, ah pemikiran yang sangat jauh ke depan dan mengawang-awang.
Tapi memang susah sekali untuk tertib bagi orang yang telah terbiasa membuang sampah sembarangan. Sepertinya kedua belah tangannya itu sudah refleks melempar sesuatu yang ada di dalam genggaman. Â Tulisan sebesar gajah tentang larangan buang sampah dianggap tak nyata. Tempat sampah di depan hidung hanya halusinasi semata dan dianggap fatamorgana. Â