Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Di Penghujung Senja (25)

23 Agustus 2017   17:01 Diperbarui: 24 Agustus 2017   08:24 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : blognyafitripII

Rein dan Jed kini menyusuri jalanan yang mulai sepi, diantara desir angin malam yang menggoyang goyangkan dahan dahan pohon besar yang berdiri tegak di antara mereka.  Lampu jalanan yang temaram menemani perjalanan mereka saat itu.

"Dingin ya." Jed melipat dua tangannya di dada.

"Ah ini mah gak ada apa apanya atuh di banding Pangalengan."

"Hmm, iyalah yang sudah makan asam garam dua minggu di Pangalengan ala militer."

Rein mengambil jaket denim hijau MGee dari tas gendongnya dan segera menyerahkannya kepada Jed.

"Nih pakai." perintah Rein.

"Serius?"

"Serius kuadrat."

"Kamu gak dingin?"

"Kalau aku kasiin ke kamu berarti aku gak kedinginan." Rein menarik kerah kemeja flanel nya yang melapisi T Shirt hitamnya.  Jed melirik Rein dan tersenyum.

"Tuh angkot, yuk naik," ajak Jed.

Mereka berdua pun segera menaiki angkot berwarna hijau itu dan duduk berdesakan dengan penumpang lainnya.

Rein memandangi seorang wanita yang duduk di hadapannya.  Wanita itu terlihat janggal di matanya. Entah karena dandanan menornya, dress nya yang penuh renda atau entah apa. Mata wanita itu tak berkedip menatap wajah Jed.

"Sapuan eyeliner di mata ye tu bagus tapi kayaknya ada yang sedikit kurang deh." Suara berat keluar dari mulut wanita cantik yang ternyata memiliki jakun itu. Pantas saja Rein merasa ada yang sedikit aneh dengan penampakannya.

Jed terlihat terkejut ia menoleh kepada Rein yang duduk di sebelahnya.  Jed Tersenyum gugup, sekilas Rein melihat nya sedikit bergidik. Jed menunjuk matanya, ia sadar ia belum menghapus riasan matanya  tadi.

"Itu aku yang pakein tante, bagus ya, bagus ya?" Rein menaik naikan alisnya.

"Hih tante." Wanita abal abal itu membuang mukanya tidak mau memandang Rein sedikit pun.  Rein memanyunkan mulutnya, lalu ia pun menirukan si tante tadi membuang mukanya ke luar jendela angkot yang kini di penuhi oleh asap rokok dari seseorang yang tidak bertanggung jawab.

Para penumpang pun mulai memusatkan perhatian nya kepada mereka. Ada yang tersenyum senyum, memandang jijik ada pula yang terlihat serius.

"Sini, coba eike perbaiki."  Si tante yang memakai blush on merah mencorong di pipinya itu langsung mengeluarkan senjata berupa sebentuk pinsil berwarna hitam dari tas merahnya.

"Eh eh gak usah, gak usah repot repot." Jed menghalangi tangan kekar si tante itu dengan susah payah.

"Sst, eike make up artist propesional. Ini biar mata ye keliatan lebih belo, gak kayak sekarang keliatan absurd." Si tante itu pun melirik Rein dengan sadis dan kembali membuang muka nya jauh jauh.

"Eh eh jangan tan, gapapa, ini mau di hapus kok, aku udahan manggung nya." Nada suara Jed tertekan.

"Manggung?  Ye Artis?"

Jed menggeleng gelengkan kepalanya.

"Iya, artis tan. Noh yang make up in dia kan make up artist diatas propesional, lapisan ketujuh malah. Jadi gak usah pakai direvisi segala lah, apa kata dunia make up nantinya kalo mata dia nanti jadi kayak mata panda." Rein berkata dengan berapi api, mukanya ia buang kembali jauh jauh dari hadapan wajah tante berbibir tebal itu. Jed menarik narik tangan Rein dengan gusar.

"Eiih enak aja mata panda, ye jangan sembarangan ngomong ya, eike itu lebih propesional dari yang lapisan ketujuh itu." Si tante kembali melirik Rein dengan tatapan setajam goloknya dan lagi lagi membuang mukanya tapi tetap tersenyum manis kepada Jed.

Bibir Rein mendadak menjadi sekeriting rambut Ahmad Albar. Baru saja ia akan membuka mulutnya untuk mendebat si tante palsu itu ketika tiba tiba Jed berteriak "Kiri" dan menarik lengan Rein untuk turun bersamanya.

"Ih aku belum selesai sama dia," protes Rein kesal.

"Kamu itu gak akan selesai selesai dengan dia, kalian itu sama gilanya, bintang kalian kayaknya sama."

"Enak aja." Rein berjalan cepat mendahului Jed dengan wajah di tekuk.

Jed mengulum senyumnya dan menjajari langkah Rein.

"Hmmm ngambek, aku suka kalo kamu ngambek gini, lucu keliatannya."

Kini Rein membuang mukanya kembali, entah berapa banyak muka yang telah ia buang buang secara percuma.  Tapi yang pasti, esok atau lusa apakah ia masih bisa membuang mukanya di hadapan Shia. Mendadak hatinya merasa tidak tenang.

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun