Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pertarungan Hiro

6 Juni 2017   13:10 Diperbarui: 6 Juni 2017   13:20 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : stuff.co

Ini adalah kali ketiga Hiro datang dengan merilis kata "berhenti" dari mulutnya. Aku masih tak mengerti mengapa ia tak pernah bisa bertahan lebih lama dengan teman-teman satu minatnya itu.

Kali pertama ia yang membubarkan kumpulannya karena merasa jengkel dengan ketidakkompakan para personilnya. Aku memaklumi hal itu, karena mereka memiliki pekerjaan yang tak sefleksibel Hiro. Namun Hiro tak pernah mengerti akan itu semua. Ia merasa dinafikan oleh teman-temannya. Mereka tak pernah sekali pun mengikuti event-event yang dianggap Hiro penting.  Mereka hanya bermain pada saat semua personilnya libur di sebuah cafe yang tak begitu ramai pengunjungnya. Saat itu Hiro terlihat kacau. Gairah tak lagi menghampirinya. Proyek-proyek desainnya tak ada yang selesai pada waktunya. Aku sempat heran juga, mengapa sebuah pekerjaan sampingan dapat memporak-porandakan pekerjaan yang lebih menghasilkan. Namun aku tak menemukan jawabannya, karena Hiro nampaknya terlalu lelah untuk dicecar pertanyaan.

***

Satu bulan kemudian, Hiro mengirimiku dua buah lagu berformat MP3 melalui akun medsosku ketika aku tengah berada di luar kota. Dengan menyertakan banyak emotikon bahagia, ia menulis bahwa ia telah mengetahui apa yang ia inginkan selama ini. Ia  memintaku untuk memberi masukan pada proyek barunya itu. Aku pun segera mendengarkan nomor-nomor itu secara saksama. Genre yang sama sekali berbeda. Mirisnya, betotan gitar bass Hiro seakan ditenggelamkan oleh cabikan gitar yang meliuk-liuk dan detuman drum yang membahana. Aku pun gatal untuk menanyakan apakah ini yang ia inginkan? Sesuatu yang berbeda dari apa yang kerap ia dengungkan. Hiro membalasku segera dengan sebuah jempol super besar yang membuatku percaya bahwa Hiro telah menemukan apa yang ia cari dan inginkan selama ini.

Namun tak memakan waktu lama, kata "berhenti" keluar dari mulutnya kembali. Ia berkata bahwa ia merasa tak nyaman dengan apa yang ia mainkan. Ia merasa bahwa ia telah mengkhianati minatnya. Ah Hiro memang kadang susah ditebak. Buktinya, ia kembali datang dengan kata yang sama sekali tak kuharapkan meluncur kembali dari bibirnya.

***

Berhenti untuk ketiga kalinya ini ternyata membuat Hiro babak belur. Ia terlihat merana. Wajahnya selalu kusut, pikirannya selalu negatif.  Aku tak menyangka bahwa sebuah keinginan yang tak dapat disalurkan dapat merusak seseorang. Hiro telah dewasa, seharusnya ia dapat mengendalikan dirinya. Namun kepala tiap-tiap manusia memanglah berbeda, dan hal itu tak dapat diperdebatkan karena logika tak bermain disana. Dan seperti biasa, aku hanya bisa mendengarkan semua keluh kesahnya. Ya, tak ada hal yang lebih baik selain menjadi seorang pendengar yang baik, karena aku tahu, Hiro harus mencari sendiri dimana letak kesalahan dan ketidaknyamanannya. Dengan begitu ia akan dapat menerima semuanya dengan lapang dada.

***

Dua bulan ini aku ada pekerjaan di luar kota seiring dengan menghilangnya Hiro secara tiba-tiba.  Semua kontak yang aku buat satu pun tak ada yang berbalas.  Aku khawatir dengannya. Tak biasanya ia menafikan aku seperti ini. Dengan masih membawa tas troliku aku pun mendatangi rumahnya. Seperti biasa Tante Rena menyambutku dengan riang dan mempersilakanku naik ke atas, tempat dimana Hiro mengerjakan semua proyek-proyeknya.

Sebuah lagu balad beraksen british rock dengan sentuhan post-grunge dan psychedelic menyambutku di antara wangi bunga mawar yang selalu Tante Rena letakkan di pojokan ruangan. Hiro tak menyadari kedatanganku, karena ia tenggelam dibalik layar komputernya yang berukuran 32 inchi itu. Aku duduk diam di sofa sambil menikmati nomor yang sangat ear-catchy dan tak ingin menganggu Hiro yang lagaknya tengah dikejar deadline.

Lagu itu terdengar melow dengan disisipi nada-nada yang sedikit heavy. Suara bass-nya terdengar kental dibagian chorus. Aku memejamkan mataku, meresapi nada-nada yang terangkai dengan indah ditingkahi lirik yang berkisah tentang ketakutan seseorang akan sesuatu yang tak nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun