Ve berjalan cepat, wajahnya pucat pasi, ia tak mempedulikan teriakan Alma di belakangnya. Â Gadis berambut ekor kuda itu berlari tanpa menghiraukan peluh di sekujur tubuhnya. Â Di depan pintu sebuah kamar kos ia berhenti, nafasnya memburu. Ia mengetuk pintu bercat putih itu dengan sekuat tenaga.
"Edooo." Teriaknya tak sabar.
Tidak ada sahutan.
"Edooo, buka." Â Gadis itu berteriak parau, tenaganya habis. Kedua matanya pegal menahan tangis.
Tak lama derit pintu pun terdengar lalu menyembul sebuah kepala dengan rambut acak-acakan dan mata masih terpejam. Tanpa menunggu lama Ve menerjang.
"Kamu harus menemukannya." Mata gadis itu sibuk mencari ke sekeliling kamar. Tangannya mulai bekerja sementara pemuda yang di panggil Edo bersandar di dinding, belum sepenuhnya terjaga. Kini diatas ranjang telah terkumpul banyak barang. Carrier, jaket, kompas, altimeter, matras, sleeping bag, pisau lipat, perlengkapan P3K, senter, kaus tangan, trekking pole, masker sampai gaiter. Setelah semua terkumpul, Ve terduduk lelah sementara Edo menatap Ve tak mengerti.
"Menemukan apa? Ada apa ini? Aku baru bisa tidur 3 jam lalu, dan kamu dengan seenaknya membangunkan aku, mengacak-acak kamarku dan bertingkah aneh seperti ini."
Belum sempat Ve membuka mulutnya, dari luar terdengar  langkah kaki terburu.
"Do, kita harus berangkat sekarang juga." Seorang pemuda berperawakan tinggi besar berdiri di ambang pintu.
"Berangkat kemana?" Edo mengaruk kepalanya.
"Ve? Kamu belum beritahu dia?"