Jed menutup hidung dan mulutnya dengan cepat ketika seorang bocah berusia kurang lebih 3 tahunan memuntahkan isi perutnya ke lantai angkot persis di depan tempat duduknya. Demi melihat raut wajah Jed yang memucat, tanpa di komando Rein langsung berteriak “kiri” dengan lantangnya.
“Kamu gak apa apa?” Rein menatap Jed dengan khawatir.
Pemuda beroblong putih itu menggelengkan kepalanya.
“Gila, baru kali ini naik angkot ada yang muntah.” Jed memejamkan matanya.
“Memangnya kamu gak pernah lihat yang kayak gituan?”
“Gak, seumur-umur aku gak pernah lihat yang kayak gitu di angkot yang penuh sesak, yuck.”
“Well, pengalaman pertama itu selalu mendebarkan ya.” Rein terpingkal.
Jed menatap Rein sambil tersenyum karena melihat wajah lucu gadis yang berdiri di sampingnya itu saat terpingkal.
Siang ini Jed mengajak Rein untuk pergi jalan-jalan ke sebuah mal yang dulu sering Rein kunjungi dengan teman-teman lesnya.
Mal yang di gadang-gadang sebagai mal pertama di kota dimana mereka berada sekarang ini merupakan tempat nongkrong yang nyaman untuk kawula muda seperti mereka.
Dari tempat makan, toko buku, arena permainan dingdong sampai gedung bioskop berdiri berdesakan. Untuk menuju lokasi itu, dari kampus, mereka membutuhkan waktu sekitar setengah jam-an dengan menaiki dua rute angkot yang berbeda. Namun ada saatnya dimana kebiasaan berapa kali naik angkot itu bubar jalan, karena kini Rein dan Jed tengah menaiki angkot yang ketiga.