Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Coldplay Bersinar dalam Naungan Parachutes

14 Desember 2016   13:56 Diperbarui: 16 Mei 2023   16:50 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan ini, Coldplay berkesempatan menyapa penggemarnya di negara tetangga. 

Band yang tahun lalu meluncurkan album “A Head Full of Dreams” itu telah malang melintang di dunia musik dan merilis banyak album, salah satunya yang bertajuk "Parachutes." 

Ada yang beranggapan bahwa "Parachutes" yang merupakan album studio perdana mereka adalah album yang tidak begitu menarik dan mudah dilupakan begitu saja setelah dinikmati track demi track-nya. 

Namun tidak bagi saya.  Album debutan dari grup asal Britania Raya ini merupakan album yang berhiaskan kelembutan irama nan megah. 

Semua nomor dalam album yang rilis tahun 2000 ini terdengar manis, hangat, ringan, elok, dan menyentuh.

Kekuatan Coldplay terletak pada sang vokalis Chris Martin yang acap kali terdengar bak Dave Matthews dan beberapa saat kemudian menjelma bagai Jeff Buckley yang bangkit dari kubur. 

Namun semua hal yang dimiliki Martin tidaklah ada artinya bila tidak didukung oleh tiga bandmates lainnya yaitu gitaris Jonny Buckland, serta duo rhythm section, Guy Berryman dan Will Champion.

"Parachutes" adalah album yang menjadi tonggak kepopuleran band yang memproklamasikan dirinya beraliran limestone rock itu di ranah musik rock umumnya dan brit rock khususnya. 

Tanpa "Parachutes,"  mereka mungkin tidak akan berjaya memenangi banyak penghargaan untuk album-albumnya termasuk penghargaan bergengsi Grammy Awards.

Dalam album ini ada sepuluh lagu yang semuanya terdengar ramah dengan sentuhan irama folk ballad. 

Permainan gitar akustik Jon Buckland dan dentingan pump organ dari jemari Chris Martin mewarnai beberapa nomor indah dalam album yang masuk ke dalam "100 Best Albums of the 2000's" versi majalah Rolling Stone ini.

"Parachutes" dibuka dengan nomor "Don't Panic."  Mendengarkan lagu ini seakan membuat saya melayang-layang ke masa lampau dengan iringan suara falseto Chris Martin yang menawan. 

"Don't Panic" kabarnya adalah lagu yang terinspirasi dari sebuah malam penuh bencananya sang frontman bersama seorang gadis. 

Lagu ini sebelumnya telah rilis pada tahun 1999 dalam sebuah mini album mereka yang berjudul "The Blue Room," namun dibawakan ulang untuk mengisi album studio perdana mereka dengan penambahan sentuhan suara pump organ yang meliuk-liuk.

Track kedua ditempati "Shiver."  Lagu yang ditulis Martin ini gosipnya terinspirasi oleh solois asal Australia yang terkenal dengan lagunya "Torn," yaitu Natalie Imbruglia. 

Selain itu lagu ini sedikitnya dipengaruhi oleh sebuah lagu yang dibawakan oleh musisi idola mereka Jeff Buckley. "Shiver" kental dengan nuansa rock layaknya "Yellow." 

"Shiver" selalu mengingatkan akan masa-masa remaja yang penuh dengan ketidakberuntungan cinta seperti yang tertera di liriknya.

So I look in your direction,

But you pay me no attention,

And you know how much I need you,

But you never even see me.

Sebuah ode untuk agen 007, James Bond yang berjudul "Spies," menjadi nomor ketiga dalam album ini. Semua anggota Coldplay adalah penggemar James Bond dengan aksi-aksi spionasenya oleh sebab itu mereka pun mengabadikan kekaguman mereka akan agen fiksi ciptaan Ian Flemming yang hidup dengan dua identitas itu dalam sebuah lagu yang cantik.

The spies hide out in every corner

But you can't touch them no

'Cause they're all spies.

Setelah menikmati "Spies," tibalah saatnya menyelami "Sparks."  Nomor ini adalah nomor favorit saya. "Sparks" bercerita tentang seseorang yang ingin kembali kepada mantan kekasihnya walau dalam hatinya ia tahu bahwa ia akan mengecewakannya lagi.

My heart is yours

It's you that I hold on to

That's what I do

And I know I was wrong

But I won't let you down

(Oh yeah, yeah, yes I will)

Track selanjutnya adalah lagu perkenalan saya dengan band yang terbentuk di penghujung tahun 90-an itu yaitu "Yellow." 

Awalnya lirik lagu ini bermain-main dengan kata "Blue," namun karena terdengar tidak pas maka Martin mengubahnya menjadi kata “Yellow” terinspirasi dari Yellow Pages. 

Lagu ini semacam lagu pendobrak kesuksesan bagi Coldplay saat itu. Liriknya sendiri berkisah tentang seseorang yang sanggup melakukan apa saja untuk orang yang dikasihinya.

Selanjutnya ada "Trouble" yang tersaji indah dengan intro yang terdengar menyayat. Martin menciptakan lagu ini untuk sebuah permintaan maaf karena ia merasa pernah menyakiti orang-orang di sekelilingnya termasuk beberapa teman band-nya.

And I never meant to cause you trouble,

And I never meant to do you wrong,

And I, well, if I ever caused you trouble,

Oh no, I never meant to do you harm.

"Trouble" adalah lagu kebangsaan para penyuka Coldplay. Lagu yang sangat ikonik.

Sebuah lagu berdurasi 46 detik berkumandang setelah "Trouble."  Lagu bertajuk "Parachutes" ini kabarnya dipersembahkan untuk ibunda sang drummer Will Champion yang pergi untuk selamanya ketika mereka tengah mengerjakan pembuatan Video untuk "Yellow." 

"Parachutes" adalah metafora dari sesuatu yang dapat memberikan rasa aman oleh karena itu mereka sepakat untuk menjadikan "Parachutes" sebagai nama album mereka.

Dan inilah barisan kalimat indah yang termuat hanya dalam hitungan detik.

In a haze of stormy haze,

I'll be round, I'll be loving you always, always.

Here I am and I take my time,

Here I am and I'll wait in line always, always.

Sebuah ajakan meluncur bersama di atas pesawat berkecepatan tinggi dengan segala risikonya, itulah "High Speed" yang merupakan tembang selanjutnya di album yang rilis di bawah naungan label besar bernama Parlophone ini. Lagu ringan yang menghibur.

Can anybody fly this thing?

Before my head explodes,

Or my head starts to ring.

"We Never Change," menjadi track kesembilan di album ini. Lagu tentang kehidupan yang dipenuhi dengan harapan dan keinginan yang kadang mengawang-awang namun kadang begitu sederhana.

I wanna fly,

And never come down,

And live my life,

And have friends around.

Dan sebagai penutup, "Everything's Not Lost" yang menyembunyikan sebuah track ‘Life Is For Living’, memberi arti tersendiri pada album ini. 

Lagu ini mengingatkan kita untuk mengusir semua ketakutan dan keraguan yang kerap hinggap dalam menjalani kehidupan karena masih ada masa depan yang menanti.

When you thought that it was over,

You could feel it all around,

Everybody's out to get you,

Don't you let it drag you down.

Sebuah klimaks yang menawan.

Sekian. 

ilustrasi : Amazon
ilustrasi : Amazon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun