Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

The Mask of Zorro

10 Oktober 2016   14:52 Diperbarui: 10 Oktober 2016   15:17 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zorro menatap sosok yang berada dihadapannya dengan tajam. Matanya berkilat penuh kemarahan. Belum pernah ia merasa semurka ini. Sosok bertubuh besar itu telah merebut tahtanya. Menempati singgasananya yang nyaman. Zorro sadar bahwa ia harus melawan, ia tidak ingin membiarkan hal-hal buruk terjadi padanya, seperti apa yang pernah ia alami di masa kecilnya.

Si tinggi besar kini telah memasang kuda-kuda, siap untuk menyerang. Zorro tidak tahu harus menghadapinya. Ia belum pernah bertempur sebelumnya. Sedangkan lawannya terlihat kuat dengan tubuh besar yang mengancam. Tapi Zorro tak gentar, walaupun tubuhnya jauh lebih kecil dari lawannya, ia yakin dapat mengalahkan Moshi, nama sayang dari Mushashi, si tinggi besar. Bila Moshi mengandalkan sebilah katana dan shuriken, maka zorro berharap dapat mengeluarkan rapier dan tali laso.  Tapi harapannya kandas, nyatanya ia tak punya apa-apa.

Nyali pun sebenarnya ia tak punya, namun keterpaksaan merubah segalanya. Tanpa membuang waktu, Zorro pun mulai menyerang. Serangan yang tidak diperkirakan oleh Moshi sebelumnya. Mereka saling serang dan berguling kesana kemari. Mengerahkan semua kemampuan yang mereka miliki demi sebuah kemenangan. Biarlah luka dan darah yang tercecer menandai semua perjuangan untuk menjadi si nomor satu. Namun pergumulan yang belum menghasilkan pemenang itu telah diintervensi oleh pihak ketiga. Pihak maha tinggi yang meguasai semua tahta. Oleh sang maha tinggi, Moshi di giring ke istana, sedangkan Zorro dibiarkan merana.

Zorro tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Ia bertanya-tanya dalam hati mengapa sang maha tinggi  lebih memilih Moshi. Mungkinkah karena Moshi mempunyai darah itu? Darah biru yang sedikitpun tidak mengalir di nadinya. Zorro lunglai, dengan langkah gontai ia pun pergi. Pergi dengan membawa luka hati. Pergi dengan tumpukan dendam yang makin menggunung di dalam hatinya yang tersakiti.

***

Zorro terlahir dari seorang Ayah yang kaku dan otoriter serta seorang ibu yang lemah lembut ayu rupawan namun penuh tipu daya. Ayahnya adalah seorang jawara kampung yang ditakuti sedangkan ibunya adalah kembang desa yang banyak diincar kalangan pemuda maupun duda. Kakaknya meninggal sejak bayi sedangkan adiknya tewas mengenaskan karena prilaku ayahnya sendiri. Sebelum di angkat oleh sang maha tinggi untuk kehidupan yang lebih baik, ia hidup sebatangkara di jalanan dengan berjuta ketakutan. Ibunya yang kerap dipanggil Emak meninggalkannya begitu saja demi mencari lelaki lain, sedangkan ayahnya yang bernama pak Kumis mengembara kemana saja ia suka.

Sang maha tinggi lah yang menyelamatkannya dari kejamnya dunia di luar sana. Ia di dudukan di singgasana yang membuatnya terlena. Zorro selalu berada dalam lindungan sang maha tinggi, segala hal yang dibutuhkan telah dicukupi. Ia tak usah repot menghidupi dirinya sendiri seperti teman-temannya yang tak beruntung karena masih hidup di jalanan. Zorro terlena. Sampai suatu saat sang samurai berlenggak lenggok datang ke daerah kekuasaanya. Mempertontonkan keelokan dan kepiawaiannya. Setiap hari Moshi datang entah dari mana. Sang maha tinggi terpesona, selalu mengajaknya bicara dan menyuguhinya dengan berbagai hidangan penuh selera. Zorro terpinggirkan sampai suatu saat ia sudah tak tahan lagi. Dengan tekad bulat ia pun melancarkan serangan kepada Moshi namun gagal lagi karena intervensi dari sang maha tinggi.

***

Kini di usia dewasanya Zorro hidup di jalanan, menyusun kekuatan untuk dapat merebut tahtanya kembali. Sebenarnya sang maha tinggi masih peduli kepadanya, namun sekarang ia hanyalah si nomor dua.

Daripada harus berbagi tahta, Zorro memutuskan untuk berada di luar lingkaran kekuasaan. Ia pergi untuk akhirnya kembali. Kembali merebut segalanya. Kembali untuk membalaskan dendam kesumat di hatinya.

Zorro menjadi seorang nomad. Nyalinya tumbuh seiring dengan kehidupan kejam di jalanan yang ia tapaki. Ia pun menjajal kemampuan semua jawara kampung dengan tujuan mempelajari ilmu bertarung yang mereka punyai secara diam-diam. Ia memang selalu kalah, namun ilmunya terus bertambah. Tubuhnya di penuhi luka, wajahnya sudah tidak berupa. Namun semakin hari ia semakin kuat. Semua lawan di luar sana telah berada dalam genggamannya. Dan ia pun memutuskan bahwa sekaranglah saatnya ia harus mulai menyusun strategi untuk merebut tahtanya kembali.

***

Moshi tengah berjemur di bawah terik matahari ketika Zorro mengendap-endap di balik pagar istana. Lalu tanpa aba-aba, Zorro pun mulai menyerang Moshi secara membabi buta, mengerahkan seluruh kekuatan dan ilmu beladiri yang ia punya. Moshi terlihat kewalahan dengan kebrutalan Zorro. Moshi telah berada di titik kritis ketika sang maha tinggi datang untuk membelanya. Satu kompi pasukan di kerahkan oleh sang maha tinggi untuk memisahkan mereka. Zorro gigit jari, ia di maki habis-habisan oleh sang maha tinggi. Sekali lagi Zorro harus angkat kaki.

***

Setiap hari Zorro selalu memantau Moshi dari balik pagar istana. Rasanya ia ingin merangsek ke dalam untuk kembali menantang Moshi, namun keadaan tidak memungkinkan, karena sang maha tinggi selaku berada di sekeliling Moshi.

Segala sesuatu memanglah mempunyai waktunya sendiri.

Hari itu Zorro melihat Moshi di giring oleh sang maha tinggi negeri tetangga untuk kembali pulang ke tempat asalnya. Zorro bersorak gembira, pertumpahan darah ternyata tidak akan terjadi. Inilah saatnya ia kembali untuk mengisi kekosongan tahta yang dulu pernah ia duduki.

Zorro menghiba kepada sang maha tinggi untuk dapat kembali berada di istana. Sang maha tinggi yang pemurah pun mempersilahkannya walaupun dengan sabda setebal buku ajian serat jiwa. Penampilan compang camping dengan hiasan luka di sekujur tubuhnya membuat sang maha tinggi muntab tak terkira. Namun Zorro tak peduli, saat ini ia merasa senang bukan alang kepalang. 

Dalam sekejap ia telah memakai pakaian kebesarannya, tubuhnya penuh dengan aroma wewangian. Tempat tidurnya nyaman, makanan tercukupi. Segala yang hilang kini telah kembali. Ia sangat menikmatinya, namun ternyata itu tak lama. Ia terserang penyakit bosan. Semua kenikmatan dan kenyamanan ini ternyata telah membunuhnya secara perlahan. Sekian lama berada di luar istana telah membuatnya tahu akan arti hidup sesungguhnya. Ia ditakdirkan untuk menjadi  petarung sejati. Jiwa dan raganya bukanlah lagi milik sang maha tinggi, namun miliknya sendiri. Sudah saatnya ia menanggalkan topeng manisnya, karena di luar sana ia sama sekali tak memerlukan itu. Zorro pun melangkah pergi sambil mengibas-ngibaskan ekor panjangnya.

 "Mwaaaaookk."*Teruntuk para kucing yang masih dan pernah ada. Zorro, Moshi aka Gembus, Kumis, Emak, Teh Gina, Boncel, Timmy dan tiga anaknya, almarhum Belang, serta para kucing liar yang pernah ada dan menghilang.  Semoga Tuhan selalu melindungi kalian semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun