Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

The Mask of Zorro

10 Oktober 2016   14:52 Diperbarui: 10 Oktober 2016   15:17 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Moshi tengah berjemur di bawah terik matahari ketika Zorro mengendap-endap di balik pagar istana. Lalu tanpa aba-aba, Zorro pun mulai menyerang Moshi secara membabi buta, mengerahkan seluruh kekuatan dan ilmu beladiri yang ia punya. Moshi terlihat kewalahan dengan kebrutalan Zorro. Moshi telah berada di titik kritis ketika sang maha tinggi datang untuk membelanya. Satu kompi pasukan di kerahkan oleh sang maha tinggi untuk memisahkan mereka. Zorro gigit jari, ia di maki habis-habisan oleh sang maha tinggi. Sekali lagi Zorro harus angkat kaki.

***

Setiap hari Zorro selalu memantau Moshi dari balik pagar istana. Rasanya ia ingin merangsek ke dalam untuk kembali menantang Moshi, namun keadaan tidak memungkinkan, karena sang maha tinggi selaku berada di sekeliling Moshi.

Segala sesuatu memanglah mempunyai waktunya sendiri.

Hari itu Zorro melihat Moshi di giring oleh sang maha tinggi negeri tetangga untuk kembali pulang ke tempat asalnya. Zorro bersorak gembira, pertumpahan darah ternyata tidak akan terjadi. Inilah saatnya ia kembali untuk mengisi kekosongan tahta yang dulu pernah ia duduki.

Zorro menghiba kepada sang maha tinggi untuk dapat kembali berada di istana. Sang maha tinggi yang pemurah pun mempersilahkannya walaupun dengan sabda setebal buku ajian serat jiwa. Penampilan compang camping dengan hiasan luka di sekujur tubuhnya membuat sang maha tinggi muntab tak terkira. Namun Zorro tak peduli, saat ini ia merasa senang bukan alang kepalang. 

Dalam sekejap ia telah memakai pakaian kebesarannya, tubuhnya penuh dengan aroma wewangian. Tempat tidurnya nyaman, makanan tercukupi. Segala yang hilang kini telah kembali. Ia sangat menikmatinya, namun ternyata itu tak lama. Ia terserang penyakit bosan. Semua kenikmatan dan kenyamanan ini ternyata telah membunuhnya secara perlahan. Sekian lama berada di luar istana telah membuatnya tahu akan arti hidup sesungguhnya. Ia ditakdirkan untuk menjadi  petarung sejati. Jiwa dan raganya bukanlah lagi milik sang maha tinggi, namun miliknya sendiri. Sudah saatnya ia menanggalkan topeng manisnya, karena di luar sana ia sama sekali tak memerlukan itu. Zorro pun melangkah pergi sambil mengibas-ngibaskan ekor panjangnya.

 "Mwaaaaookk."

dokpri
dokpri
*Teruntuk para kucing yang masih dan pernah ada. Zorro, Moshi aka Gembus, Kumis, Emak, Teh Gina, Boncel, Timmy dan tiga anaknya, almarhum Belang, serta para kucing liar yang pernah ada dan menghilang.  Semoga Tuhan selalu melindungi kalian semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun