Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pearl Jam dan Kemanusiaan

26 September 2016   13:55 Diperbarui: 27 September 2016   22:26 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:seattlepi.com

Berderma dapat dilakukan oleh siapapun dan dengan cara apapun asal tulus dari hati yang paling dalam. Di dunia musik kita mengenal beberapa band dan solois yang aktif dalam mendukung sebuah gerakan atau badan amal salah satunya adalah Pearl Jam. Band rock yang populer di era 90-an ini adalah salah satu band yang banyak mendedikasikan musiknya untuk berderma demi kemanusiaan. Mereka kerap mengadakan konser dan merilis album yang keuntungannya dialokasikan bagi orang atau badan amal yang membutuhkan.

Ada banyak badan dan gerakan amal yang telah diikuti oleh grup band yang terkenal sebagai salah satu The Big Four of Grunge ini, di antaranya adalah Bridge School, Conservation International, Crohn's & Colitis, Foundation of America, FAO, Global Poverty Project, Habitat For Humanity, Head Count, Jazz Foundation of America, Oceana, Red Cross, Robin Hood, Rock the Vote, Sweet Relief Musicians Fund dan masih banyak lagi.

Semisal Last Kiss, lagu milik J Frank Wilson and the Cavaliers yang dibawakan kembali oleh Pearl Jam itu didedikasikan untuk membantu para pengungsi Kosovo. Lagu ini masuk ke dalam album No Boundaries: A benefit for Kosovar Refugees yang di dalamnya ikut berpartisipasi nama-nama besar seperti Neil Young, Alanis Morissette, Bush, Korn, RATM dan banyak lagi.

Salah satu konser amal yang pernah digelar oleh Pearl Jam adalah konser yang bertempat di Benaroya Hall, Seattle. Konser ini selanjutnya di rekam dalam bentuk album berjudul Live at Benaroya Hallyang rilis pada tahun 2004. Adapun semua keuntungan yang didapat dari penjualan album yang terdiri dari dua CD ini ditujukan untuk membantu sebuah yayasan nirlaba lokal bernama YouthCare.

Album yang covernya bernuansa oranye ini adalah salah satu album favorit saya. Di sana saya dapat menikmati suara bariton Eddie Vedder yang jernih dengan iringan musik akustik yang dimainkan oleh Stone Gossard, Mike Mc Cready, Jeff Ament dan Sang Drummer Matt Cameron. Muatan lagunya sendiri diambil dari beberapa album studio mereka. Dan yang menarik adalah ada beberapa lagu milik musisi kondang yang mereka bawakan ulang. Lagu-lagu yang memiliki kisahnya tersendiri.

Tersebutlah 25 Minutes to Go. Lagu ber-genre country milik sang kartunis Shel Silverstein ini dibawakan Eddie Vedder dengan ringan riang, hal ini sangat bertolak belakang dengan liriknya yang menceritakan tentang penantian seorang pria yang akan dihukum gantung menit demi menitnya. Diawali dengan baris, Well they're building a gallows outside my cell I've got 25 minutes to go. Dan diakhiri dengan baris, And now I'm swingin' and here I go-o-o-o-o-o-o-o-o-o!

Lirik tersebut merupakan sebuah gallows humor, yaitu humor tentang sesuatu yang tidak menyenangkan seperti kepedihan atas kematian, peperangan atau kejahatan. Gallows humor ini adalah manisfestasi dari perasaan putus asa, stress, trauma dan perasaan takut lainnya. Lagu yang muncul di album berjudul Inside Folk Songs milik sang penulis cerita anak dan black comedy ini juga pernah dibawakan ulang oleh Johnny Cash pada tahun 1965.

Bila Shel Silverstein menertawakan kepedihan, lain lagi dengan Bob Dylan. Dalam lagunya Master of War yang dibawakan ulang oleh Eddie Vedder dan kawan-kawan ini, Dylan menyuarakan protes dan kemarahan kepada pemerintah dan militer yang giat mempersenjatai diri dengan nuklir seiring dengan dicetuskannya perang dingin. Kemarahan Dylan kepada orang-orang yang diuntungkan oleh peperangan bisa di dengar di bait akhir lagu ini.

And I hope that you die
And your death will come soon
I'll stand on your [Incomprehensible]
In the pale afternoon
And I'll watch while you're lowered
Into your deathbed
And I'll stand on your grave till I'm sure that you're dead

Lagu yang ditulis sekitar tahun 1962 di mana hubungan dunia barat yang dikomandani oleh Amerika sedang bergejolak dengan dunia komunis yang dikepalai oleh Uni Soviet itu adalah lagu yang melodinya diadaptasi dari sebuah lagu tradisional bernama Nottamun Town. Nottamun Town adalah salah satu jenis lagu tradisional yang dibawa imigran Inggris ke tanah Amerika beberapa ratus tahun yang lalu. Lagu yang tumbuh dan berkembang pada jaman pertengahan itu banyak dipakai oleh musisi masa kini sebagaimana yang dilakukan pendendang lagu Like A Rolling Stone ini.

Ilustrasi:seattlepi.com
Ilustrasi:seattlepi.com
Namun rupanya nasib buruk menghampiri penyanyi folk yang pada tahun 2012 lalu mendapatkan Presidential Medal of Freedom dari Presiden Barrack Obama ini. Kabarnya Dylan dituntut oleh seseorang yang bernama Jean Ritchie. Ritchie mengaku bahwa lagu tersebut adalah lagu milik keluarganya sehingga penyanyi yang memiliki nama asli Robert Allen Zimmerman itu harus membayar sejumlah uang kepada Ritchie.

Kepedihan, ketidakadilan, ketakutan adalah hal-hal yang harus kita perangi sebagaimana kita harus memerangi sebuah penyakit. Begitulah yang terjadi dengan sang penulis lagu Crazy Mary yang dibawakan ulang oleh Pearl Jam di album ini. Victoria Williams sang penulis lagu tengah memerangi penyakit multiple sclerosis, yaitu penyakit yang menyerang sistem syaraf pusat tepatnya otak dan sum-sum tulang belakang sehingga membuat komunikasi antara otak dan bagian tubuh terganggu ketika lagu ini dirilis ke pasaran.

Selain berada di album Live at Benaroya Hall ini, Crazy Mary juga masuk kedalam album kompilasi Sweet Relief: A Benefit fo Victoria Williams yang keuntungan dari penjualannya digunakan untuk membiayai perawatan penyakitnya. Setahun setelah dirilis oleh Pearl Jam, lagu ini baru dimasukkan ke dalam album Victoria sendiri yang bertajuk Loose pada tahun 1994.

Saya menyukai cara Eddie Vedder menyanyikan lagu ini bait demi baitnya. Terutama di baris, Said No L-O-I-T-E-R-I-N-G Allowed.

Pada akhirnya keputusasaan dan kepedihan Shel Silvertein, kekecewaan dan kemarahan Bob Dylan, serta peperangan terhadap multiple sclerosis-nya Williams membutuhkan sebuah keajaiban. Ya semacam keajaiban yang di tulis oleh Dee Dee Ramone dan Daniel Reys dalam lagunya I Believe in Miracles. Lagu yang ada di album Brain Drain milik Ramonesini sering sekali dibawakan oleh Eddie Vedder dan kawan-kawan di berbagai konser amal yang mereka ikuti, salah satunya di Benaroya Hall ini. Mungkin bila Ramones masih ada khususnya Dee Dee akan merasa senang karena salah satu lagunya yang berada di album kesebelas mereka telah banyak menginspirasi orang untuk berbuat kebaikan.

Oh I believe in miracles
Oh I believe in a better world for me and you.

Sekian.

*Dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun