Berderma dapat dilakukan oleh siapapun dan dengan cara apapun asal tulus dari hati yang paling dalam. Di dunia musik kita mengenal beberapa band dan solois yang aktif dalam mendukung sebuah gerakan atau badan amal salah satunya adalah Pearl Jam. Band rock yang populer di era 90-an ini adalah salah satu band yang banyak mendedikasikan musiknya untuk berderma demi kemanusiaan. Mereka kerap mengadakan konser dan merilis album yang keuntungannya dialokasikan bagi orang atau badan amal yang membutuhkan.
Ada banyak badan dan gerakan amal yang telah diikuti oleh grup band yang terkenal sebagai salah satu The Big Four of Grunge ini, di antaranya adalah Bridge School, Conservation International, Crohn's & Colitis, Foundation of America, FAO, Global Poverty Project, Habitat For Humanity, Head Count, Jazz Foundation of America, Oceana, Red Cross, Robin Hood, Rock the Vote, Sweet Relief Musicians Fund dan masih banyak lagi.
Semisal Last Kiss, lagu milik J Frank Wilson and the Cavaliers yang dibawakan kembali oleh Pearl Jam itu didedikasikan untuk membantu para pengungsi Kosovo. Lagu ini masuk ke dalam album No Boundaries: A benefit for Kosovar Refugees yang di dalamnya ikut berpartisipasi nama-nama besar seperti Neil Young, Alanis Morissette, Bush, Korn, RATM dan banyak lagi.
Salah satu konser amal yang pernah digelar oleh Pearl Jam adalah konser yang bertempat di Benaroya Hall, Seattle. Konser ini selanjutnya di rekam dalam bentuk album berjudul Live at Benaroya Hallyang rilis pada tahun 2004. Adapun semua keuntungan yang didapat dari penjualan album yang terdiri dari dua CD ini ditujukan untuk membantu sebuah yayasan nirlaba lokal bernama YouthCare.
Album yang covernya bernuansa oranye ini adalah salah satu album favorit saya. Di sana saya dapat menikmati suara bariton Eddie Vedder yang jernih dengan iringan musik akustik yang dimainkan oleh Stone Gossard, Mike Mc Cready, Jeff Ament dan Sang Drummer Matt Cameron. Muatan lagunya sendiri diambil dari beberapa album studio mereka. Dan yang menarik adalah ada beberapa lagu milik musisi kondang yang mereka bawakan ulang. Lagu-lagu yang memiliki kisahnya tersendiri.
Tersebutlah 25 Minutes to Go. Lagu ber-genre country milik sang kartunis Shel Silverstein ini dibawakan Eddie Vedder dengan ringan riang, hal ini sangat bertolak belakang dengan liriknya yang menceritakan tentang penantian seorang pria yang akan dihukum gantung menit demi menitnya. Diawali dengan baris, Well they're building a gallows outside my cell I've got 25 minutes to go. Dan diakhiri dengan baris, And now I'm swingin' and here I go-o-o-o-o-o-o-o-o-o!
Lirik tersebut merupakan sebuah gallows humor, yaitu humor tentang sesuatu yang tidak menyenangkan seperti kepedihan atas kematian, peperangan atau kejahatan. Gallows humor ini adalah manisfestasi dari perasaan putus asa, stress, trauma dan perasaan takut lainnya. Lagu yang muncul di album berjudul Inside Folk Songs milik sang penulis cerita anak dan black comedy ini juga pernah dibawakan ulang oleh Johnny Cash pada tahun 1965.
Bila Shel Silverstein menertawakan kepedihan, lain lagi dengan Bob Dylan. Dalam lagunya Master of War yang dibawakan ulang oleh Eddie Vedder dan kawan-kawan ini, Dylan menyuarakan protes dan kemarahan kepada pemerintah dan militer yang giat mempersenjatai diri dengan nuklir seiring dengan dicetuskannya perang dingin. Kemarahan Dylan kepada orang-orang yang diuntungkan oleh peperangan bisa di dengar di bait akhir lagu ini.
And I hope that you die
And your death will come soon
I'll stand on your [Incomprehensible]
In the pale afternoon
And I'll watch while you're lowered
Into your deathbed
And I'll stand on your grave till I'm sure that you're dead
Lagu yang ditulis sekitar tahun 1962 di mana hubungan dunia barat yang dikomandani oleh Amerika sedang bergejolak dengan dunia komunis yang dikepalai oleh Uni Soviet itu adalah lagu yang melodinya diadaptasi dari sebuah lagu tradisional bernama Nottamun Town. Nottamun Town adalah salah satu jenis lagu tradisional yang dibawa imigran Inggris ke tanah Amerika beberapa ratus tahun yang lalu. Lagu yang tumbuh dan berkembang pada jaman pertengahan itu banyak dipakai oleh musisi masa kini sebagaimana yang dilakukan pendendang lagu Like A Rolling Stone ini.