Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[FITO] Panopticon Retak

25 Agustus 2016   13:01 Diperbarui: 25 Agustus 2016   13:07 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah itu berdiri angkuh di balik pepohonan yang ranting rantingnya meranggas, dengan pintu dan jendela yang selalu tertutup rapat. Bangunan tua dengan arsitektur lama yang seringkali membuatku berdiri mematung untuk memandanginya. 

Terkadang aku melihat  dua atau tiga orang keluar masuk melalui pintu yang bergerendel besar itu. Wajah mereka pucat bagai tak berjiwa. Tak pernah tersenyum apalagi tertawa. Selalu berbisik bisik dalam kesunyian. Aku selalu ingin tahu apa yang mereka bisikkan. Ku tempelkan telingaku diantara rangkaian besi yang menghiasi jendela kamarku. Namun itu semua sia sia, hanya suara desir angin dan ranting berderik yang sampai ke telinga. 

Suatu hari aku melihat seorang wanita cantik bertubuh semampai keluar dari pintu itu. Ia menangis tersedu, noda hitam berleleran di pipinya. Rupanya eyelinernya tidak tahan akan ganasnya air mata.

"Siapakah dia?" Aku berbisik lirih

Tapi tak ada jawaban yang singgah di telinga.

Di belakang wanita itu terlihat seorang lelaki perlente berjalan mengikutinya. Ia terlihat gusar, sesekali ia menengok ke jendela ini. Ya, jendela di mana aku berdiri di baliknya.

"Apakah dia tahu aku memandanginya?" Aku memalingkan wajahku cepat.

***

Malam ini aku merasa kaku, hawa dingin menusuk nusuk sampai ke tulangku. Sebuah jeritan panjang terdengar merambat dari gendang telinga menuju otak ku. Aku menghampiri jendela. Sebuah siluet terlihat meronta ingin melepaskan diri dari sesuatu, di balik gorden tipis di salah satu ruangan yang bermandikan cahaya kekuningan. Aku mengerjapkan mataku ingin melihat lebih jelas. Dan ketika mataku berakomodasi dengan sempurna, aku pun akhirnya tahu.

"Oh, ternyata itu aku."

catatan : 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun