Kini mereka berempat telah berada di tengah lapangan, di bariskan oleh para senior yang tergabung dari berbagai jurusan. Ujang menundukan kepalanya dalam. Ia tak sanggup menatap wajah para senior yang kini saling memperlihatkan daftar nama di atas meja dada yang mereka bawa.
Sementara itu Leo jelalatan memperhatikan banyak sepatu kets yang semua anyaman talinya di bawah rata rata alias biasa biasa saja. Di depan mereka terlihat dua orang senior wanita tengah berbisik bisik sambil mengarahkan pandangannya dengan telak ke arah Ujang.
Bukannya senang, Ujang malah begidik.
Levi sadar apa yang tengah terjadi di hadapannya, ia melirik Ujang dan tiba tiba berbisik.
"Muka kau itu komoditas ekspor impor yang bisa kau manfaatkan. Cerdik cerdiklah sedikit ya." Levi menyenggol bahu Ujang sambil terkikik kecil.
"Teman teman baru ku senasib sependeritaan, Â sepertinya saat ini adalah waktunya pemanasan. Sebentar lagi kita pasti di suruh push up, sit up, skot jump, backroll, koproll, salto, sprint 200 meter, lompat galah, lempar cakram, lempar lembing, lempar kawan de el el." Xana memperingatkan ketiga teman barunya.
"Bener juga tuh, tapi kalau aku sih gak perlu. Santai aja lah kayak di pantai. " Leo nyengir.
Setelah saling tunjuk meja dada, dibarengi dengan kerutan di kening, senyum simpul, wajah penuh teka teki, dan ekspresi bingung lainnya. Para senior yang berjumlah 10 orang itu menghampiri mereka berempat.
Ujang protes dalam hatinya. Ini tidak fair, empat banding sepuluh. Yang empat pasti bakal mati gaya.
Seorang senior pria yang lagaknya paling di segani, bergaya sok tahu dan kejam bak algojo di depan tiang gantungan tiba tiba menunjuk Levi.
"Heh, Ujang. Maju kesini."