Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Di Sebuah Bangku Semen

10 Februari 2016   14:23 Diperbarui: 11 Februari 2016   02:44 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebahagiaan yang lalu menghempaskannya ke titik terendah akan sebuah arti kekecewaan. Suara suara itu perlahan usai, Lara kembali menekuri novelnya. Tatapan matanya hilir mudik mengikuti baris kalimat yang tertera di sana. Tiba tiba dari sudut matanya ia melihat sepasang sepatu kets merah berkelebat, Lara memicingkan matanya meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya.

Lara mengikuti kemana si kets merah pergi dan berhenti dibangku semen di depannya. Alih-alih kembali menekuri novelnya, Lara diam-diam mulai waspada dengan keberadaan si kets merah di sana.

"Kamu tahu, tadi aku dibantai pak Iwan karena kamu"
Lara mengerutkan keningnya tatapannya masih tertuju ke lembar kertas berwarna kekuningan itu. Bahkan seseorang yang tak mengenalnya, telah menyalahkannya karena hal yang tidak di perbuatnya.

Mengapa orang orang ini begitu mudah menuduhku.

Tanpa menunggu jawaban Lara, ia pun melanjutkan kata katanya.
"Karena selama 30 menit jam kuliah terakhir, kepalaku gak bisa berpaling dari jendela." Si kets merah tertawa lepas.
"Pemandangan di luar jendela lebih menarik di banding tulisan tangan pak Iwan di whiteboard." Si kets merah melirik Lara.
Kening Lara kembali berkerut, mulutnya terkunci rapat.

Mau apa kamu, mengapa kamu pura pura beramah ramah denganku, aku benar benar gak butuh itu semua.

"Lagi baca apa?"
Lara menatap pemuda yang tengah mengikat rambut gondrongnya itu sejenak, lalu kembali menundukkan kepalanya.
"Aku boleh tahu nama kamu?" Tanya si kets merah lagi. Tapi Lara mengacuhkannya, ia masih tertunduk di hadapan novelnya yang kini huruf hurufnya telah berlarian entah kemana.
"Sorry ya kalau aku banyak nanya sama kamu." Akhirnya si kets merah menyerah.

Ya, menyerahlah karena aku tidak akan pernah berbicara dengan kamu barang satu kata pun.

Tak lama si kets merah mengeluarkan sesuatu dari tas gendongnya. Sebuah buku notes yang jilidnya berupa kawat berbentuk spiral. Ia membuka lembarannya dan mulai menuliskan sesuatu disana. Lara diam diam memperhatikannya. Kini si kets merah memejamkan matanya, jemarinya bergerak gerak begitu pula kakinya, seakan akan mengikuti irama musik yang bahkan tidak ia dengarkan. Lalu ia kembali menuliskan sesuatu di buku notes itu.
Ditengah aksi melirik diam diamnya, tiba tiba Lara di kejutkan dengan suara benda yang terjatuh, rupanya novel yang tadinya ada dipangkuannya kini telah tergeletak di dekat kakinya. Si kets merah sekonyong konyong menatap Lara, dan tersenyum. Alih alih membalas senyumnya, Lara langsung berkemas dan beranjak pergi dari tempat itu.

****
Ini adalah hari ketiga, dimana si kets merah duduk di bangku semen itu. Kekerasan hati Lara untuk bertahan di bangku semennya, telah membuatnya duduk diam di sana sepanjang sore itu. Lara tidak akan menyerah untuk memberikan singgasananya kepada pemuda itu, tidak sedikitpun.

"Kamu suka musik? Dengerin lagu?" Si kets merah mengeluarkan sebuah walkman dari dalam tas gendongnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun