Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya pada pasal yang membahas tentang bangunan cagar budaya, yang menyatakan bahwa "bangunan cagar budaya adalah bangunan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan." Gereja Santo Mikael, sebagai bangunan yang memiliki nilai historis dan budaya yang mendalam, memenuhi kriteria sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan.
Menurut undang-undang tersebut, pelestarian bangunan cagar budaya melibatkan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan bangunan tersebut secara bijak agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.Â
Gereja Santo Mikael, dengan segala keunikan arsitektur dan elemen sejarah yang ada, merupakan bagian dari upaya pelestarian tersebut, menjaga hubungan antara masa lalu dan masa depan, serta menghormati kontribusi generasi terdahulu dalam menciptakan warisan yang kaya makna.
Dengan demikian, pelestarian Gereja Santo Mikael bukan hanya tentang melindungi bangunan fisiknya, tetapi juga menjaga dan merawat identitas budaya yang melekat pada bangunan tersebut.
 Ini adalah bagian dari upaya lebih besar untuk menjaga warisan budaya Indonesia yang kaya, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Cagar Budaya yang bertujuan melindungi nilai-nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam setiap cagar budaya di seluruh Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H