Mohon tunggu...
Angelina IkaRahutami
Angelina IkaRahutami Mohon Tunggu... Dosen - Menuliskan denyut semesta melalui mata yang biasa

Seorang perempuan, senang berbagi pengalaman dan pengetahuan. Senang travelling dan menikmati seluruh budaya. Separuh perjalanannya digunakan untuk melihat masalah ekonomi, sosial dan budaya. Meneliti permasalahan ekonomi pembangunan. Gelisah akan kemiskinan. Berusaha membagikan apa yang dia lihat, rasa dan pikir.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Navigasi Digital Tidak Dapat Menunggu

4 April 2020   16:38 Diperbarui: 4 April 2020   16:41 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Teknologi mengubah lansekap keuangan. Perubahan ini tidak dapat terjadi secara otomatis. Bank Indonesia sebagai navigator sistem pembayaran nasional, mengeluarkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 (BSPI 2025). BSPI 2025 memiliki lima visi yang merupakan respon Bank Indonesia untuk mengembangkan keuangan digital dan sekaligus memitigasi risiko. Benarkah BSPI hanya sekedar diciptakan untuk menavigasi dan mitigasi risiko? Atau sebenarnya ada hal lain yang tak kalah penting? Menurut saya, spirit dari BSPI 2025 terlihat dalam sub judul buku tersebut: "Membawa masa depan Indonesia yang lebih baik dan merata".

Kata baik dan merata secara jelas mencerminkan adanya pertumbuhan dan inklusi. Data Statistik Indonesia 2019 menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2018 memiliki 265 juta penduduk, dimana 179 juta jiwa adalah penduduk dengan usia produktif. Dari populasi tersebut  59,1% adalah Generasi Y, dan sisanya adalah Generasi X.

Data lain yang menarik adalah 51% penduduk dewasa merupakan unbanked people. Menurut Sarma (2012), unbanked people adalah mereka yang sama sekali tidak mengenal perbankan, atau pun mereka yang memiliki rekening bank namun tidak memanfaatkan rekening tersebut. Mereka memiliki tingkat partisipasi ekonomi yang rendah dan kerap menggunakan jasa keuangan non-bank informal sebagai pengganti fasilitas perbankan. Persentase unbanked people yang besar ini akan melemahkan pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengatasi masalah ini, Bank Indonesia menggunakan  konsep inklusi keuangan yang memiliki arah inklusif pada pelaku ekonomi kecil dan mikro serta masyarakat yang marjinal terhadap bank.

Dalam BSPI 2025, inklusi ekonomi-keuangan dikembangkan dengan menggunakan melalui solusi digital yang tangkas. Harapannya adalah bila inklusi ekonomi-keungan digital ini terjadi maka cita-cita tahun 2025 membawa 51% penduduk dewasa yang unbanked dan 62,9 juta UMKM tidak terpinggirkan dalam bidang ekonomi dan keuangan.

Mudahkah upaya ini terwujud? Tentu saja tidak, karena transformasi keuangan sangat terkait dengan budaya. Dengan komposisi generasi Y dan X tersebut maka peningkatan pengetahuan dan literasi keuangan adalah keniscayaan. Kenaikan tingkat literasi keuangan masyarakat akan meningkatkan inklusi keuangan, sehingga akan mendorong kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih baik dan lebih merata.

Pertanyaan berikutnya adalah melalui apa? Saya menyebutnya sebagai sosialisasi dan edukasi yang sederhana, komprehensif dan menerus. Dengan menambahkan program penguatan literasi keuangan dalam praktik di lapangan nantinya, terlihat jelas bahwa BSPI 2025 merupakan kontribusi nyata Bank Indonesia dalam proses transformasi ekonomi Indonesia menuju ekonomi digital.

Navigasi digital tidak dapat menunggu. Saat ini adalah saat yang tepat untuk memulai, karena meskipun didominasi oleh populasi unbanked, namun Indonesia tidak berada dalam fase penuaan populasi -- sehingga perubahan budaya menuju ke keuangan digital akan jauh lebih mudah. Tentu saja Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tidak dapat bekerja sendiri agar ekosistem keuangan digital yang sehat tetap terjaga dengan baik.

Butuh adanya sinergi dengan pemangku kepentingan terkait seperti OJK, Fintech, e-commerce dan perbankan, untuk mengawal perubahan bersama menuju inklusi keuangan-ekonomi yang lebih baik dan lebih merata.

(Penulis adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Soegijapranata)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun